BAB 3 ~hombre extraño~ [manusia aneh]

306 36 1
                                    

BAB 3 ~hombre extraño~ [manusia aneh]



Kini kedua manusia berbeda generasi tengah berada di tepi sungai dengan yang lebih tua tengah menangkap ikan dengan kayu yang telah ia buat runcing.

"Dapat"sorak girang dari laki laki itu mengundang atensi si kecil yang tengah mengulurkan telapak tangannya pada api unggun yang baru dibuat oleh laki laki yang lebih tua tadi.

Mata bulat itu memperhatikan bagaimana laki laki yang sepertinya seumuran dengan kakak keduanya bersorak girang hanya karena ikan yang ia tangkap.

Setelah dirasa dua ekor ikan yang sebesar telapak tangannya cukup untuk makan malam kali ini. Ia dengan segera meninggalkan sungai airnya setinggi lututnya.

Kakinya melangkah mendekati api unggun dengan anak kecil yang masih setia menghangatkan diri dengan selalu memperhatikan setiap langkahnya.

"Hei bocah pegang ini"mata bulat itu melirik ketika laki laki yang menurutnya aneh ini memberikannya sebuah ranting panjang yang didukungnya terdapat ikan yang sudah ditusukkan ke ranting. Ikan itu juga sudah dibersihkan. Tetapi terasa ada yang kurang ia sontak melirik pada laki laki yang duduk diatas tanah sembari membolak balikan ikannya diatas api.

"Kenapa kau melihatku seperti itu?"tanyanya tanpa melirik. Sontak bocah itu tersentak dan mengerucutkan bibirnya.

"Kenapa kau tak memberikan bumbu pada ikannya?"tanya si bocah kecil itu. Tangan kecilnya masih menggenggam erat ranting pohon itu tanpa mendekatkannya pada api di depannya.

"Aku tak membawa bumbu dapur"jawabnya membuat bocah itu mengerutkan keningnya jengkel tapi jawaban laki laki aneh itu tidak salah juga. Namun bocah itu tetap merasa kesal dengan jawaban yang diberikan laki laki aneh itu.

"Kenapa tak membakarnya?"laki laki itu melirik pada bocah kecil yang kini malah melamun menatap api unggun.

"Aku tak mau memakan ikan hambar"jawabnya. Laki laki yang lebih tua sontak menatap bocah itu kesal. Capek capek dirinya menangkapkan ikan untuknya sampai dirinya rela celananya basah malam-malam malah respon bocah itu tidak seperti yang ia bayangkan.

"Jika kau menolak biar aku saja yang memakannya saja, sini"tangannya hendak mengambil ranting pohon digenggaman bocah kecil tapi dijauhkan segera oleh bocah cilik itu.

"Kau sudah memberikannya padaku! kau tak boleh mengambilnya lagi"perempatan imajiner muncul di dahi laki laki itu merasa kesal dengan penolakan si bocah.

"Bukankah kau tadi menolak?, maka tidak usah makan jika tak mau. Biarkan cacing diperutmu kelaparan lalu menggerogoti ususmu". kata-kata itu terlontar dari mulutnya tanpa tau jika perkataannya menyakiti hati mungil si kecil.

Otak bocah kecil lantas membayangkan bagaimana cacing diperutnya demo saat tak ada asupan makanan lalu marah dan menggerogoti ususnya. Sama seperti yang laki laki disebelahnya bilang. Ia bergidik ngeri membayangkan ususnya digigit cacing diperutnya lalu bolong-bolong. Membayangkannya saja mampu membuatnya takut.

"Omongan om seram sekali"bocah kecil memegang dadanya dengan raut sedihnya. Merasa jika perkataan laki laki yang ia panggil om bagai pisau yang menusuk jantungnya. Sangat kejam!.

Laki laki itu kini meniup ikan bakarnya yang sudah matang menyerngit tak suka mendengar panggilan yang disematkan pada dirinya oleh bocah kecil.

"Aku tak setua itu jangan panggil om"titahnya menuntut. Enak saja dirinya dipanggil om oleh bocah cilik yang tak ia kenal. Kerabatnya saja tak ia perbolehkan memanggil om. Ia merasa dirinya masih muda panggilan kakak atau abang lebih cocok untuknya.

Be a BodyguardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang