BAB 7 ~encontrarse~ [bertemu]
•
•
•
Hutan belantara itu seperti tak berujung. Langkah kaki keduanya menelusuri hutan untuk menemukan sebuah jalan pulang di depan sana. Waktu yang mereka lewati cukup lama. Bahkan beberapa kali Kian meminta berhenti untuk mengistirahatkan kaki mungilnya.
Keduanya kini terus berjalan. Kian hanya mengikuti langkah kaki abangnya dengan langkah kecilnya. Ia hanya diam tak mengoceh seperti sebelum-sebelumnya.
"Kau lelah?"Kian menggelengkan kepalanya mendengar pertanyaan abangnya. Sejujurnya ia memang lelah. Namun Kian terasa bersemangat ketika teringat mereka akan pulang. Kian rindu rumahnya, rindu ayah dan bunda serta keluarganya. Apalagi Pio hewan kecil kesayangannya. Mengingat Pio ia sudah diberi makan belum ya. Semoga saja abangnya tidak melupakan Pio kecilnya.
"Abang apa masih jauh?"tanya Kian. Ia sudah beberapa kali menanyakan jarak pada abangnya.
"Tidak"jawab abangnya yang terus sama seperti jawaban sebelumnya.
"Tapi kenapa belum sampai-sampai!"Kian kecil mulai protes. Merasa tidak sabar karena kaki kecilnya belum sampai rumah.
"Kita sudah berjalan beberapa kilometer dan beberapa kali berhenti karena kau. Hutan ini luas semalam kau berada di tengah hutan". Timpal abangnya itu memberikan penjelasan pada si kecil yang terus mengeluh. Kian jadi teringat mereka selalu berhenti jika dirinya merasa lelah. Kian jadi merasa tidak enak dengan Abang disebelahnya.
"Abang apa kau lelah?"tanya Kian. Kepala kecilnya mendongak menatap si Abang yang rautnya hanya datar sedari tadi. Ia tidak menemukan satupun wajah lelah abangnya itu. Apa abangnya lelah dan menyembunyikannya.
"Teruslah mengoceh jika ingin cepat sampai". Dahi kian mengerut. Kata-kata abangnya tidak sesuai dengan pertanyaan yang dilontarkan olehnya tadi. Namun Kian tak protes sepertinya anak itu yang merasa lelah sekarang.
"Tolong"
"Tolong!"
"Apakah ada orang di hutan ini?, bisakah kau muncul dan membantuku!"
Kian dan abangnya berhenti melangkah ketika mendengar suara orang lain muncul di indra pendengaran keduanya. Mereka menoleh mencari sumber suara.
"Abang, ayo kita tolong orang itu"ajak Kian semangat. Bahkan tangan kecilnya sudah menarik-narik lengan kekar abangnya untuk mencari sumber suara yang meminta pertolongan.
"Jalan saja itu bukan urusan kita"perkataan abangnya membuat jiwa penolong Kian protes tak terima. Ia menatap abangnya garang. Si Abang hanya mengangkat sebelah alisnya sebagai respon. Menunggu si kecil mengeluarkan kata-kata mutiaranya.
"Abang dengerin ini, kata bunda Kian kalau seseorang butuh pertolongan maka kita harus memberinya pertolongan. Mereka itu butuh kita Abang, jadi kita harus menolong mereka. Mana tau nanti kita membutuhkan pertolongan orang itu tak sungkan menolong kita Abang. Siapa tahu kita dapat hadiah kecil, abang"jelas si kecil panjang lebar. Kian menirukan perkataan Bundanya yang bijak.
"Jadi kau menginginkan balas budi"abangnya membuat kesimpulan. Bibir kecil Kian menekuk mendengar perkataannya.
"Dengarkan aku, menolong seseorang itu harus tanpa pamrih. Tanpa mengharap balas Budi maupun hadiah dari orang yang ditolong" jelas si Abang. Kian yang mendengarnya hanya menganggukkan kepala kecilnya. Lagian ia hanya meniru abangnya yang dirumah kok. Dia kalau dimintai tolong pasti menginginkan hadiah dari Kian. Jadi Kian tidak sepenuhnya salah bukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Be a Bodyguard
FantasyNikse tak habis pikir dengan kejadian yang membuatnya berdiri di tempat seorang pebisnis yang terkenal. Berawal dari dirinya yang tak sengaja menolong anak bungsunya membuat dia dijadikan bodyguard bocah nakal yang sayangnya harus ia jaga mulai deti...