S ᴇ ᴄ ʜ s [ E ɴ ᴀ ᴍ ]

191 16 5
                                    

"Aaa, kucing, kucing!!" teriak Taufan ketakutan.

Solar otomatis menutup telinganya. Taufan berteriak tepat di sebelahnya. Kemudian dia menjauhkan Taufan darinya. Dia kembali ke posisi awal, memainkan handphonenya. Dia mengernyit saat Yaya mengirim pesan bahwa ia tidak bisa tidur karena suara Taufan. Ia menatap Taufan yang menutup matanya karena takut ada jumpscare lagi.

"Kak, minimal kecilin volume suara, Yaya nggak bisa tidur." Taufan menoleh, "emang iya? Yaya ngirim pesan apa?"

Solar menunjukkan chatnya dengan Yaya, Taufan ber-oh-ria setelah membacanya. Tapi tak berlangsung lama, Taufan berteriak lagi. Lantas tidak mau telinganya kesakitan lagi, Solar pergi dan Taufan tidak menyadarinya. Solar pergi ke kamar Yaya berada. 

Ia akan menemani Yaya tidur.

Kriett..

Yaya bangun dari tidurnya. Ia menghela nafas saat tau siapa yang membuka pintu. Solar menghidupkan lampu dan Yaya mengerjapkan matanya, menyesuaikan cahaya lampu yang masuk ke dalam matanya. Solar menutup pintu kamar Yaya lalu mendekat ke kasur Yaya.

"Maaf, kak Taufan bandel banget. Takutan tapi nonton horror." Yaya tertawa kecil.

"Nggak apa-apa kali, Solar. Mungkin Taufan ingin keluar dari zona nyaman." 

Solar terkekeh, "ya, korbannya sih gue."

Yaya tersenyum. Solar duduk di tepi kasur Yaya. Ia mengelus kepala Yaya, "tidur, aku akan menemanimu." Yaya memegang tangan Solar, menurunkannya perlahan. Ia tersenyum tipis, "kenapa aku harus ditemani?"

Solar berlagak sombong, "nanti setan-setan pada nggak bisa menganggu kamu."

"Bukannya kamu takut kalau ditampakkan diri sama setan?"

Solar tersenyum cemberut. Yaya mengultimati dirinya, padahal kan dia hanya ingin berlagak bak seperti pria-pria di film saat menemani ceweknya tidur. Kenapa Yaya malah berkata fakta sih?

"Aku hanya ingin terlihat keren di matamu."

Yaya tersenyum mengejek. "Kamu udah keren, Solar, dari dulu."

Solar memalingkan muka, salting? Iyalah!

"Gombal."

Yaya tersenyum, ia menggelengkan kepalanya melihat bagaimana perilaku Solar. Kemudian ia membaringkan tubuhnya ke kasur. Ia memejamkan matanya. Tak berselang lama, dia merasakan dahinya dielus. Ia membuka mata, nampak Solar yang tersenyum.

"Tidur saja, aku temani kok." Yaya tersenyum, ia mengangguk, lalu ia mencoba tidur.

Berhasil, Yaya tidur tiga menit kemudian. Solar tersenyum kecil, ia beranjak dan keluar dari kamar Yaya. Tapi di samping kanan kamar Yaya ada Halilintar yang menangkup kedua tangannya.

"Yaya udah tidur?" Solar tersenyum sinis, "sudah."

"Apa kau tidak tau malu?"

"Malu apa kak Hali?" Solar memicingkan mata, memangnya malu untuk apa? Ya Solar mana mengerti, kan dia tadi hanya menemani Yaya tidur.

"Ck, tidak usah pura-pura sok polos, Solar. Aku tau kamu suka dengan Yaya." Solar tertawa sarkas, lantas jika tau, kenapa Halilintar membicarakannya?

"Aku heran dengan kak Hali, memangnya kenapa jika aku suka dengan Yaya?"

"Kamu mengambil kesempatan dalam kesempitan, Solar."

"Terus?"

"Bisa-bisanya kamu, harusnya kamu sadar diri." Solar maju selangkah demi selangkah, "sadar diri apa kak? Sadar diri bahwa aku tidak cocok untuk Yaya? Oh salah kak, malah Yaya terlihat cocok denganku."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 02 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Tʜᴀɴᴋs, Hᴀʟɪʟɪɴᴛᴀʀ! [ ʰᵃˡⁱˡⁱⁿᵗᵃʳ × ʸᵃʸᵃ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang