34. Gue Harus Apa Tanpa Lo?

881 118 138
                                    

"Tante, Gentar kalau jemur baju, hitam semua ya, kayak lagi berduka."

Sekarang gue lagi berduka beneran, Sopan.

Keluarga Sopan memutuskan untuk menguburkan jenazah saat pagi nanti tepatnya tanggal 02 Desember 2023.

Dan sekarang saatnya. Rumah dengan cat biru putih itu terlihat ramai, bendera kuning berkibar di pagar rumah menandakan rumah tersebut sedang berduka.

Anak tunggal dari Ibu Darana Sarah dinyatakan meninggal dunia, diduga mendiang diserang ketika kamar inap sepi.

Sebagai tetangga yang baik, keluarga Gentar membantu untuk melayatkan mendiang putra temannya.

Ibu Sopan menyambut para tamu di pintu depan. Sedangkan Gentar duduk di sebelah mayat Sopan yang sudah tertidur tenang.

Dengan tatapan kosongnya. Kepalanya disandarkan pada tembok membiarkan orang-orang menatapnya penuh iba.

Keadaan Gentar benar-benar kacau. Ia kehilangan orang yang ia sayang. Teman pertamanya meninggalkan dirinya untuk selama-lamanya.

Gentar selalu kesepian sejak kecil, tetapi semenjak Sopan pindah ke sebelah rumahnya mereka jadi teman dan Gentar tak kesepian.

Namun sekarang Gentar takut sepi. Dirinya yang membuat Sopan pergi. Ia terus berpikiran seperti itu.

Andai dirinya menolak permintaan- ah tapi itu adalah permintaan terakhir mendiang.

"Aya... surga indah ya?" gumam Gentar menenggelamkan kepalanya di sela-sela tangan.

Tubuhnya kembali gemetar, berderai air mata membasahi wajahnya dan ia biarkan hal itu. Gentar menggigit bibirnya, semuanya begitu sakit.

"Aya, maaf..."

Tanpa ia sadari, selain air matanya yang jatuh. Darah dari hidungnya pun keluar. Ia merenggut kepalanya, dadanya sakit, semuanya sakit.

Hingga ia terkulai lemas di lantai, membuat orang-orang yang memerhatikan langsung menghampiri Gentar dan membawa Gentar untuk ke kamar.

Anak itu tak tidur dan terlalu kebanyakan menangis. Sebegitu beratnya ditinggalkan oleh sahabat.

Pukul delapan pagi Sopan sudah dikuburkan. Kini teman-temannya masih berada di pemakaman sekedar berbicara dan menemani Gentar yang memeluk nisan mendiang.

"Pan, kalau hujan gue ke sini ya nemenin lo. Dingin Pan, gue tahu lo gak suka dingin," gumam Gentar.

"Gen, sudah yu, kasihan almarhum." Gempa berniat baik untuk mengajak Gentar pulang.

Lagi pula ini sudah hampir siang hari. Tetapi suasananya begitu muram dan langit sepertinya mendukung, langit sangat gelap kala siang itu.

"Bentar lagi hujan, Mas. Sopan gak suka dingin, gue mau di sini temenin dia." Gentar menatap Gempa.

Gempa tertegun dengan cara tatap Gentar. Tatapan itu seperti orang yang takut kesepian, kehilangan, benar-benar sedih.

Halilintar menepuk pundak Gempa, "Biarkan untuk sementara, Gentar butuh waktu," ujarnya.

TEROR ORGANISASI [Publish Ulang]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang