01

53 19 4
                                    

“Perlu segenggam keberanian untuk menghadapi pulau yang penuh guncangan.”

*****

Ratusan siswa berseragam putih abu-abu, berdesak-desakan menuju mading pengumuman hanya untuk sekedar melihat di mana pembagian kelas semester ini.

Aneh, setelah bertahun-tahun, sistem rolling kelas sudah tidak pernah diterapkan lagi di Atma Jaya. Dan entah ada angin apa, sekarang sistem itu kembali lagi, membuat orang bertanya-tanya.

"Anjir, sekolah elit tapi ngasih pengumuman masih di mading. Mana mading per-jurusan angkatan cuma satu." Maura berceletuk, menggigit permen lollipop di mulutnya yang sudah mengecil.

"Iye kan, kaya ga punya handphone aja. Tinggal foto, kirim file ke grub kelas, kelar." Zhena menanggapi, dengan santainya ia dan temannya itu duduk di atas pohon alpukat milik sekolah.

Dua orang siswi itu menatap iba pada teman-temannya yang rela berdesakan dalam kerumunan, hanya untuk melihat namanya di tempatkan di kelas mana.

Sementara keduanya tidak peduli, toh, selama dua tahun terakhir mereka tidak pernah disatukan dalam kelas yang sama, tapi itu tidak menjadi masalah, mereka akan bertemu selalu.

"Oi monyet, kita sekelas!" Tania berseru dan mendekat ke pohon yang rindang itu.

"Yang sopan kalo ngomong, ratu nih gue." Zhena beranjak turun setelahnya, mendarat dengan sempurna menapakkan kakinya kembali ke tanah.

"Udah tau kita berdua, jadi siapa yang sekelas sama lo?" tanya Maura, masih setia bergelantungan di atas pohon, mengigit keras permen di mulutnya hingga hancur.

"Kita."

"Ha?"

"Kelas berapa?"

"IPA 6."

Brak

Berniat turun dengan cepat karena kaget tapi cewek itu malah terjatuh dari pohon tempatnya bergelantungan tadi. Pantatnya mendarat ke tanah yang memang jaraknya tidak seberapa itu.

"Duhh, pantat berharga gue." Gumamnya mengeluh kesakitan.

"Nih!" Tania yang mengabaikan teman sengkleknya satu itu, kini memperlihatkan foto nama mereka dari mading yang ia dapatkan dengan susah payah tadi.

"Demi kalian nih, rela gue kayak orang gila di depan mading." imbuhnya lagi.

"Demi apa? Kok bisa anjirr?"

"Berarti gue terbebas dong dari kelas horor itu? Akhirnyaa!" Maura berucap syukur sambil menengadah ke atas, keinginannya sejak lama terkabul jua.

•••

"Morning para setan Atma Jaya." Keira, cewek dengan baju setengah masuk itu melangkah memasuki kelas.

"Lu iblisnya berarti." Iqbal, cowok pemilik rambut kemerahan itu menanggapi ketus dari tempat duduknya. Masih pagi tapi ia dan dua teman lainnya sudah memiringkan ponsel, menggerakkan jarinya ke kanan kiri dengan suara speakers yang sengaja dikeraskan.

"Lu telat sepuluh menit, pea. Sok-sokan apel pagi." Lify yang sibuk menyalin tugas matematika dari meja, ikut bercelutuk tanpa menoleh.

Enigma KalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang