Sekolah yang hanya berlangsung setengah hari di hari Sabtu tak membuatnya bergegas kembali ke rumah, walau atsmofer lingkungan di sekolah tidak cukup nyaman baginya, terkadang menyuguhkan tekanan tersendiri baginya. Sulit sekali meraih sebuah ketenangan di hari-hari terakhirnya di SMA Kanto.Barangkali ia bukan satu-satunya siswa yang membiarkan dirinya lebih lama berada di sekolah, karena nyaris semua siswa masih disibukkan oleh kegiatan klub yang sewajarnya berakhir hingga sore. Alih-alih tenggelam dalam kegiatan klub ia lebih memilih menempatkan dirinya di perpustakaan semenjak dua jam yang lalu.
Mungkin 70 persennya hanya terbengong-bengong meratapi segala bentuk hal gila yang mengaburkan sisi kewarasannya, dan 30 persennya mencoba untuk produktif dengan membereskan tugas rumah yang semestinya dikumpulkan hari Senin.
Namun di detik itu ia menyerah, ingin mendapatkan sekaleng kopi sebelum kembali ke rumah. Mungkin, keberuntungan sedang tidak berpihak padanya, Senpai Nakamura dengan kedua temannya sedang mengantri di vending machine, salah satu tempat yang hendak ia tuju.
Kesialan kedua, mereka semudah itu menyadari Sachi yang membatu dengan begitu mudahnya. Penggalan obrolan yang menyeret namanya pun mulai mengalir di sekelilingnya.
"Yuta, dia gadis yang menyatakan perasaan kepadamu, kan?" Dengan lancangnya laki-laki berambut ikal menyeletuk.
Mata ambernya dapat melihat Senpai Nakamura mengangguk setelah menjatuhkan pandangan kepadanya. "Benar, dia seorang junior dari tingkat kedua."
Benaknya rasa, tak akan sanggup mendengarkan lebih banyak suara yang terlontar. Jadi ia memutar tubuhnya demi bergerak semakin menjauh tanpa memiliki kekuatan untuk menegakkan kepalanya. Lagi dan lagi ia hanya menunduk pasrah sambil menahan hujaman rasa perih.
Cengkeraman di lengannya tiba-tiba menahan laju langkahnya, gadis itu menoleh dan lagi-lagi harus memutar bola matanya sebagai reaksi utama ketika mendapati Ryuichi Hiro adalah pelakunya.
"Mengapa menghindar?"
"Lepaskan!" Ia berusaha berontak, namun laki-laki itu tak menyerah. "Kau bilang lebih baik aku berusaha tuli dan buta terhadap gosip-gosip yang menerpaku?"
Masih bertahan di posisi itu, Hiro menimpali, "Kau tidak berusaha tuli, atau pun buta. Melainkan kau berusaha melarikan diri," sanggah Hiro setengah berbisik. "Angkat kepalamu, dan mari hadapi bersama!"
Mulut gadis itu menganga separuhnya, agak tak percaya dari ucapan yang mengandung segudang kekuatan dari mulut laki-laki itu.
Anehnya, seakan terhipnotis oleh mata coklat gelap yang mampu menyatukan keping demi keping kekuatan baginya. Ia pun memutar tubuhnya setelah laki-laki itu melepaskan cengkeraman pada lengannya. Kakinya pun turut bergerak demi memotong jarak dengan Senpai, beradu pandang untuk yang kedua kalinya.
Menyadari kegugupan masih merengkuh gadis itu, Hiro memulai, "Hei, Sachi. Laki-laki yang kau sukai itu bukan dia, bukan?"
Didasarkan oleh kebingungan, gadis itu menoleh kepadanya seolah berusaha memaknai ucapan laki-laki itu. Hiro pun mengangguk, dan mengirimkan isyarat tersamar supaya mengikuti alur permainannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bring Me Back ✔️
Teen FictionBagaimana rasanya memiliki penggemar rahasia? Menyukai seseorang karena dia selalu mengirimkan roti krim dan susu? Tapi mungkin penggemar rahasia itu bukan orang yang dia duga. Kesalahpahaman demi kesalahpahaman mewarnai masa SMA dan kisah romansa...