Bersin-bersin tak tertahan yang menerjang dari Sachi menjadi penutup narasi memori masa lalu.
"Nampaknya flu menyerang," cetus Hiro memperhatikan Sachi yang memijit pelipisnya diiringi kernyitan. "Mari pulang saja, kau nampak tak sehat begitu."
Gadis itu menggeleng, "Hanya sedikit pusing." Ironisnya tubuhnya benar-benar tak mampu memberikan toleransi sedikit saja pada udara dingin yang menyergap, alergi dingin pun menyerang di waktu yang tak tepat, "Aku bisa bertahan sedikit lebih lama untuk mendengar lebih banyak penjelasanmu."
Hiro mendengus khawatir, dan meraba tangan gadis itu dengan ujung jarinya, kemana perginya sumber panas alami yang dihasilkan oleh tubuhnya? Lenyap tak bersisa dan dingin menyelimuti tanpa celah seluruh diri gadis itu.
Lagi, ia perlu melepas mantelnya dan merelakan untuk gadis itu demi mencegah kebekuan menjalar lebih banyak. Untungnya Sachi tak menolak, mungkin dingin bensr-benar telah menyiksanya, satu-satunya yang membuatnya bertahan hanya ego untuk mengorek kejadian silam hingga titip terdalam demi meredakan rasa penasaran.
"Terima kasih."ungkapnya ketika mantel itu membungkus dengan baik tubuhnya, suaranya pun nyaris teredam oleh dengung hujan yang kian mereda, "Jika Senpai Aoi yang mengirimkan roti krim dan susu, lalu Senpai Yuta yang meletakkan di bangkuku, lalu apakah mungkin dia juga yang menjawab tulisan-tulisan di bangkuku?"
Seakan gadis itu mampu membaca isi kepala melalui pandangan mata, apa yang hendak Hiro sampaikan telah dipertanyakan, "Bukan, aku yang menjawab tulisan-tulisan di mejamu."
"Hiro-kun yang menjawab?" Keraguan enggan meninggalkan benaknya.
Hiro mengangguk, "Karena aku juga berharap Sachi kembali lagi ke Tokyo saat itu," ucap Hiro yang memahami betul perasaan Zoe Sachi ketika menuliskan coretan itu di bangkunya demi menuangkan keresahannya.
Menjawab coretan Sachi adalah sebentuk usaha kecil untuk menghadirkan penghiburan khusus pada gadis yang lebih sering memberengut semenjak kabar kepindahan Ayahnya tiba. Diam-diam mengamati membuatnya lebih peka melebihi orang lain.
Berbagai bentuk keusilannya sebenarnya tak lepas dari usaha lain untuk menghadirkan senyum penuh binar pada Sachi, namun gadis itu justru semakin uring-uringan.
Sachi mengatupkan mulut dan menunduk, tak terlihat marah, kesal atau apa pun. Ia hanya tenggelam dalam pikirannya demi menyerapi segalanya, dan memerlukan sedikit waktu untuk bangun dari hal-hal diluar dugaan yang menejejali kepalanya.
"Bagaimana bisa hanya karena kejadian yang tak cukup berkesan di hari berhujan itu kau mulai menyukaiku?"
Hiro mengangkat bahunya, "Entahlah, aku tak dapat mengendalikan perasaanku. Dan aku juga tak tahu mengapa momentum sederhana di hari berhujan itu mampu menjebak perasanku dengan sebegitu dalamnya. Hingga sampai detik ini, aku tak mampu keluar dari perangkap itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Bring Me Back ✔️
Teen FictionBagaimana rasanya memiliki penggemar rahasia? Menyukai seseorang karena dia selalu mengirimkan roti krim dan susu? Tapi mungkin penggemar rahasia itu bukan orang yang dia duga. Kesalahpahaman demi kesalahpahaman mewarnai masa SMA dan kisah romansa...