Lima Belas

2.8K 97 9
                                    

Gadis itu dapat merasakan area dingin disekitarnya. Walau berjarak hanya kurang dari satu meter dari sang kakak, alisha dapat merasakan aura panas dari tatapan mata mereka. Namun kali ini gadis itu belum mengerti kesalahan apa yang sedang ia lakukan.

Aska melangkah perlahan untuk mendekat, bila boleh jujur alisha ingin sekali berteriak atau kabur saat ini juga tapi bisa ia pastikan aska tidak akan melepaskannya kali ini.

Ketika merasakan aska lumayan dekat padanya—bahkan ia bisa merasakan hembusan nafas sang kakak yang terlihat tidak stabil kali ini, namun satu yang sangat membuatnya bingung, tangan aska terlihat terluka cukup dalam hingga membuat tetesan darah pria itu jatuh cukup banyak dilantai rumah mereka.

"Pintu sudah terkunci?" Tanya pria itu berat. Gadis itu bersyukur, kakaknya terlihat tidak marah hanya saja suaranya lebih berat kali ini.

Aska menyeringai, "selain bodoh, kau juga bisu alisha?"

"Sudah, sudah sedari tadi." Ucap gadis itu gugup. jemari tangannya tergenggam kuat.

"Lantas kenapa kau masih disini." Pertanyaan itu membuat lamunan alisha kian memudar. Sedari tadi otak kecilnya selalu berfikir keras darimana kakaknya mendapatkan luka seperti itu.

"Mau kemana?" Langkah kakinya terhenti, menatap sang lawan bicara dengan begitu heran. "Bukankah kakak memintaku untuk tidur?"

Laki-laki itu menatapnya datar. "Lalu apa aku minta kau untuk tidur dikamarmu?"

Melihat adiknya yang bodoh itu terdiam aska dengan satu tangannya menunjuk ruangan pojok paling kiri dirumah mereka, "Pergi kesana, aku tidak ingin alasan apapun."

Alisha masih berdiam ditempatnya, belum melangkah sama sekali—seakan perintah mutlak sang kakak sangat sulit ia lakukan. Dari dulu hingga sekarang tak sekalipun ia diperbolehkan mengijak ruangan itu. Aska dengan benar sangat membencinya, lalu ketika ia terbiasa dengan itu mengapa harus sekarang.

Aska menggenggam satu gelas berukuran sedang di satu tangan kanannya. Merematnya lumayan kuat hingga alisha bisa merasakan laki laki itu bisa saja menghancurkannya dan dengan cepat melempar kewajahnya saat ini juga.

"Perlu kuulangi sekali lagi perintahku alisha?"

Tanpa menjawab gadis itu bergegas pergi ke tempat dimana aska menyuruhnya pergi dengan sedikit berlari, terlambat sedikit saja bisa ia pastikan nyawanya tidak selamat malam ini juga.

Gadis itu sedikit ragu, ia bahkan tidak bisa mengingat kapan terakhir kali ke ruangan ini. Tempat yang paling haram untuk ia kunjungi—kamar aska.

************

Alisha menutup kedua matanya ketika merasakan sosok yang ia takuti memasuki ruangan yang sama dengannya. Aroma maskulin sang kakak membuatnya sangat susah terlelap, padahal ia sudah menyusun rencana agar cepat tidur dan lari besok pagi namun hingga saat ini kondisi kesadarannya tidak bisa diajak kerjasama sama sekali.

Sedikit mengintip, gadis itu dapat melihat sang kakak yang sedang bertelanjang dada dan hanya menggunakan celana panjang piamanya saja. Serta ia dapat dengan jelas melihat kalung hitam dengan motif bintang yang menghiasi lehernya. Dengan mudah ia dapat melihat aska yang mengobati lukanya sendiri, sedari kecil itu memang menjadi kebiasaan aska untuk selalu melakukan semuanya sendiri.

Ketika pria itu berbalik untuk mendekat. Alisha dengan cepat menutup matanya, gadis itu tidak mau ketauan sedang mengintip aska sedari tadi.

Dapat ia rasakan rengkuhan hangat ditubuhnya. Satu tangan aska merengkuh pinggangnya. Dan sangat jelas ia dapat mendengar hembusan nafas aska ditelinganya. Saat ini bisa ia pastikan wajah pria itu hanya beberapa centi saja disampingnya. Dengan posisi seperti ini, apakah alisha dapat berharap lebih dari perasaan aska untuknya, apakah gadis itu boleh sedikit membayangkan suatu saat aska akan menerimananya sebagai adiknya, suatu saat nanti, bolehkah.

Gadis itu tertegun, bibir aska menyentuh telinganya, dengan keterkejutannya hampir saja matanya terbuka, "Dengarkan aku. Aku tau kau belum tidur."

Aska mempererat rengkuhan pelukannya. "Aku tidak pernah membencimu, aku hanya tidak suka kau datang kekeluarga ini sebagai adikku."

Gadis itu terdiam, masih dengan kepura-pura tidurnya.

"Sedari awal hanya aku anak tunggal yang mewarisi seluruh harta keluarga ini, hanya aku," ucapnya cepat. " Namun tiba-tiba ibu membawa anak kecil datang kerumah ini dan mengatakan kau akan jadi adikku, dan kau tau aku sangat membenci itu."

"Aku benci melihatmu tertawa, aku juga benci melihatmu terluka. Apapun yang kau lakukan, aku membenci semua tentangmu tanpa terkecuali,"

Aska tersenyum sinis, "Kau masih betah dengan akting berpura-puramu yang tidak seberapa itu—cih, bodoh sekali." Ucapnya, "Dulu sangat bodoh, sekarang juga bodoh."

"Kalau begitu dengarkan saja aku. Aku akan menceritakan betapa aku benar-benar membencimu."

"Dulu saat aku mengajarimu untuk menaiki sepeda pertama kali kau selalu terjatuh, dah lihatlah betapa bodohnya dirimu," ucapnya dengan sedikit tertawa. "Namun karna itu ibu selalu datang dan aku yang akan selalu bersalah karna telah membuatmu menangis, benar begitu?

Pria itu terseyum hambar. "Aku rasa ingatanmu tidak rusak, benarkan alisha?"

Rengkuhannya semakin mengerat menggambarkan emosinya ketika mengingat kenangan itu lagi. "Lalu setelahnya kau selalu datang dengan beberapa hadiah di pelukanmu dan berlari kepadaku, kau pikir itu lucu. Aku benar-benar tidak menyukaimu, kau ingin sekali menunjukkan kalau keluargaku begitu menyayangimu."

Pria itu berhenti sedetik untuk menatap adiknya—terdapat raut penuh penyesalan memenuhi wajah itu walau dengan mata yang tertutup—aska dapat dengan melihat jelas raut wajah adiknya

"Lalu apa kau tau titik yang paling menyakitkan untukku—aku dicoret, ah tidak. Aku harus berbagi sebagian harta peninggalan ayahku kepada anak yang bahkan bukan darah dagingnya sama sekali."

Alisha tersentak, keringat membasahi wajahnya. Tatapan mata mereka beradu, aska yang selalu menatapnya tajam dan ia merasakan sesak yang kian mendalam ke ruang-ruang dadanya hingga rasanya ia ingin menangis kencang sekali. Mereka hanya salung menatap tanpa ada yang mengatakan apapun.

Dengan satu keberaniannya ia berbalik memunggungi kakaknya. Mendengar pengakuan seperti ini tidak pernah ia bayangkan sama sekali, dengan begitu ia tidak akan menahan air matanya untuk mengalir sebanyak mungkin.

"Aku harap kau tidak lupa peraturan rumah ini, karna aku tidak ingin penyusup atau orang asing menginjakkan kakinya disini tanpa ijinku, kau dengar."

Mendengar tidak ada jawaban aska melanjutkan, "Aku ingin otak kecilmu bekerja kali ini, kau bukan siapa-siapa. Jangan berfikir kau berhak untuk memasukkan seekor hama kerumah ini."

Tanpa mendengar jawaban aska menutup kedua matanya. Hanya tersisa isakan alisha yang membuatnya tidak nyaman.

💬

Sorry Lia [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang