"Mau kamu apa Samudra, di sini cuma ada Naura. Dia yang mau rawat kamu nak" ujar seorang pria yang tampak sudah berkepala empat itu. Rambutnya sudah mulai sedikit beruban namun rahang tegas dan badan tegap itu seketika membuatnya terlihat lebih muda.Siapa pun tau bahwa lelaki itu adalah ayah dari Samudra, rahang tegas dan hidung mancung Samudra persis sama dengan milik pria itu.
"Tapi waktu makan siang dia dateng, pake baju perawat Pa"
"Dia cuma ngaku-ngaku perawat Samudra, kamu juga harus banyak istirahat. Kamu ga bisa inget sesuatu dengan baik, bisa aja itu cuma imajinasi kamu" Pria itu menarik nafasnya, menyentuh pundak Samudra yang kini terbarin di rumah sakit "Siapapun perawat nya, Papa cuma mau kamu sehat"
Mata Samudra menerawang menembus jendela rumah sakit, ia meremas selimutnya. Lily adalah orang yang membuatnya berhasil mengingat sesuatu selain melukis dengan cara unik.
Biasanya dia hanya akan mengingat beberapa jam, bahkan hanya beberapa menit. Alzheimer nya masih ringan membuatnya masih mengingat hal-hal penting.
"Dia bukan imajinasi aku Pa, dia ada" Samudra membuka nakas kecil di sampingnya, ia mengeluarkan canvas mini dari sana, hanya sebesar telapak tangannya jika di ukur. Di sana ada wajah seorang gadis yang di gambar nya, hanya sebagian, gadis itu tampak menggunakan masker.
Tangan Samudra terulur menyerahkan canvas itu pada ayahnya "ini wajahnya, aku inget Pa, namanya Lily, dia kasi aku solusi supaya aku inget apa yang terjadi sama aku"
"Kalo memang bener... Papa bakalan cari dia, untuk kamu"
"Makasi Pa... Eh... Tadi kita bicarain apa Pa?" Mata Samudra terjatuh pada Canvas di tangan Papanya "itu... Gambar siapa?"
"Lily, kamu udah lupa?"
Samudra menggeleng "tapi boleh aku minta lukisan itu, bagus banget soalnya"
***
"MAKAN!" Sepiring nasi dan ikan asin itu di sodorkan dengan agak keras oleh Ibu Astri membuat Lily sedikit mundur karena kerasnya sodoran itu, ia makan di kamar, ketentuan dari bu Astri.
"Bu, boleh aku keluar? Sebentar aja"
"Gak! Kamu ga boleh keluar!" Pintu itu di tutup keras, Lily ingin menutup telinga namun tangannya sedang menahan sepiring nasi membuat telinganya semakin pekak.
Lily duduk di kursinya dan menaruh makan siang sekaligus sarapannya di atas meja. Iya, bu Astri tidak memberikannya sarapan hari ini.
Buku lusuh itu di buka oleh Lily, perlahan ia menulis di sana, semua hal yang ia pendam di hatinya.
Tuk!
Suara itu lagi, kini Lily langsung berdiri, merapikan bukunya baru membuka jendela. Tampak di sana Bintang yang sudah siap dengan makanan di tangannya "aku beli makanan buat kamu, ini ada telur asinnya juga, kamu suka telur asin kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Canvas Tanpa Warna
Fiksi RemajaSederhana, dia kehilangan warnanya dan aku kehilangan kisahku. (piinterest cover by: _blue_)