09.

25 2 0
                                    

  Pagi ini langit terlihat mendung, tapi tidak turun hujan. Cuaca yang sama seperti hari hari kebelakang. Pesantren akan kedatangan tamu spesial dari Jogja, anak pemilik pesantren teman Abi, sekaligus dia yang akan mengisi acara kajian jam sepuluh nanti di aula.

  Kata Abi namanya Gus Rayyan, baru pulang dari Al-Azhar—Universitas impianku. Sebelumnya, aku belum pernah bertemu dengannya, hanya Kahfi—saat ada acara di pesantren sana.

“Kak, kemeja adek yang marun di mana?” Kepala Kahfi menyembul dibalik pintu saat aku baru saja merapikan kasur.

  Aku merapatkan bibir ketika mendengarnya. Pasalnya, aku sudah mewanti wanti bahwa kemeja itu digantung di lemari miliknya. Masa sih nggak keliatan?

  “Kata kakak—” dengan seenaknya, dia memotong ucapanku.

  “Kata kakak di lemari, nggak ada tahu” aku mengangkat kedua bahu, lalu berjalan ke ujung pintu untuk mengambil sapu.

  “Cari lagi” perintahku sambil menyampu lantai kamar. “Nggak mungkin nggak ada, udah kakak gantung di lemari kemarin”

  “Kak ih, bantu cari, nggak ada tahu” Kahfi membuka lebar pintu kamarku. Dia memakai baju kaos hitam polos. “Kakak lupa kali, nggak digantung di lemari aku” Dia mendekat dan berdiri didepanku.

  Aku mendorongnya pelan, agar menjauh sedikit “Kakak masih sapu kamar dekk. Jangan diem di depan, debunya ntar nempel di kaki, terus kamu jalan jalan, nanti lantai yang lain ikutan kotor. Emang kamu mau nyapu?” omelku.

  “Marah marah mulu perasaan” Kahfi menatapku dan menggelengkan kepala pelan sambil meletakan kedua tangan di pinggangnya.

  Huuh. Ini hari pertama aku haid di bulan ini, dan seperti biasanya, aku tidak bisa memprediksi mood ku, apalagi perasaan kesal dan mudah marah. Entah bagaimana di mataku semua terasa salah, dan orang orang berubah menjadi menyebalkan, kecuali diriku sendiri.

  Aku menatap sinis padanya. “Awas ihh, kakak sapu ini dulu, ntar dicari bajunya sama kakak”

  “Lagi haid ya, pantes sih” katanya sembari menarik sapu ditanganku.

  “Pantes apa? Galak? Siapa?” tanyaku beruntun dengan cepat, ia hanya menyengir.

  “Nggak, nggak, Kahfi yang galak” dia memilih mencari aman. “Udah cari bajunya aja, Kahfi yang sapu kamar ini” Kahfi mendorong pelan punggungku.

  “Awas aja kalo ada di lemari” Aku menyipitkan mataku, dan meninggalkan kamar, membiarkan Kahfi yang membereskan.

  Kamar Kahfi itu ada di bawah, dekat dengan kamar abi dan umi. Sedangkan kamarku ada di lantai dua. Aku menuruni tangga sembari mengangkat sedikit gamisku, agar tidak terinjak oleh kaki dan tidak menyapu lantai.

  Di depan pintu, sudah terpasang papan nama bertulisan Kahfi, lengkap dengan tempelan astronaut. Dia memang menyukai hal hal berbau luar angkasa. Bahkan, yang pertama kali dilihat saat menginjakan kaki di lantai kamarnya, yaitu miniatur astronaut, roket dan planet planet.

  Aku membuka lemari biru bergambar planet itu. Hal ini berhasil membuatku membuka mulut lebar lebar, menganga. Benar benar berantakan!

  “Perasaan aku udah bilang kemarin, kemejanya digantung di lemari, tapi yang dilipet juga diacak acak. Bener bener ya, kebiasaan anak cowok banget” sungutku sendiri.

  Aku menggeser baju baju yang digantung, dan ternyata, kemeja itu jatuh. Aku menekuk kedua kakiku, dan menggapai kemejanya. Meletakan di atas kursi yang kebetulan memang ada disamping lemari. Dengan niat baik, aku melipat dan merapikan baju Kahfi yang lain.

Ketos MenyebalkanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang