[Chapter 2]

126 52 146
                                    

WELCOME BACK!

.
.
.

Siang ini sepulang sekolah, Melona diajak mampir ke rumah Galang. Melona sangat bahagia bisa berteman dengan Galang, bahkan kadang juga menginap di rumah Galang saat setelah gadis itu dimarahi oleh papanya. Neneknya juga sudah memakluminya karena mengetahui papanya yang sangat keras pada gadis itu, maka nenek dan mamanya tidak berani membela Melona. Melona juga memiliki kakak laki-laki yang sedang berkuliah di luar negeri dan hanya libur semester yang memberi kesempatan baginya pulang ke Indonesia,

"Mel makan yuk, Bunda masak sayur sop, Melona suka 'kan?" ajak Renata---Ibundanya Galang. Persahabatan mereka sudah tidak diragukan lagi, bahkan Melona sudah memanggil bunda Galang dengan sebutan 'Bunda', begitupun juga memanggil ayahnya Galang dengan sebutan 'Ayah'

"Iya bun," Melona menurut, ia segera beranjak dari duduknya kemudian mengikuti langkah kaki Bunda Renata menuju ke ruang makan.

Di sana sudah ada Galang dan Randi---Ayahnya, lebih tepatnya ayah sambungnya, karena kata bunda Renata, ayah kandung Galang sudah meninggal. Meski ayah sambung, Randi sangat menyayangi Galang seperti anak kandung sendiri. Bapak dan anak itu sudah duduk manis di ruang makan tersebut dengan wajah yang sumringah.

"Duduk Mel, sini deket Galang." ajak Galang, tangannya juga sudah memberi kode supaya Melona menghampirinya. Melona pun duduk di samping Galang, sedangkan Bunda Renata duduk di samping Ayah Randi.

"Melona makan yang banyak, ya?" ucap Bunda Renata diiringi senyuman tulus.

"Iya siap pokoknya, bun," kalau soal makan makanan masakan Bunda Renata, Melona memang sangat semangat, masakannya enak gaada lawan, katanya.

Bunda Renata mengambilkan makanan dulu untuk suaminya kemudian untuk anaknya, dan terakhir untuk Melona. "Eh bun, Melon bisa ambil sendiri kok," cegah Melona merasa kurang enak hati.

"Gausah bun, Melon sukanya makan sepiring bareng Galang," terobos Galang.

"Dih siapa yang bilang begitu?" elak Melona.

"Galang. Barusan aja mingkem, lupa ya?" jawab Galang dengan polosnya.

"Jiakhh pak cepak-cepak jeder!" sahut Ayah Randi menggoda kedua anak remaja itu.

"Ayah...." panggil Bunda Renata, bermaksud untuk menengahinya.

"Iya sayang?"

"Jiakhh udah berkepala empat juga masih bucin," ledek Galang dengan nakalnya membuat ayah Randi tak terima akan hal itu.

"Biarin, iri bilang babu!" Ayah Randi meledek Galang balik. Pria paruh baya itu puas dengan kalimatnya saat ini dan membuatnya tersenyum angkuh.

"Yaah babu katanya," ledek Bunda Renata. Membuat ayah Randi tersenyum miring, pertanda kemenangan.

"Bunda ish," Galang memasang muka ala-ala ngambeknya. Benar-benar ke skak!

Menyaksikan situasi seperti ini, membuat Melona sangat iri dengan Galang. Dirinya juga sangat ingin memiliki ayah yang sangat humoris, namun sosok ayah yang dimilikinya? Sangat temperamen, huh sangat menyedihkan. Namun di sisi lain, Melona juga merasa beruntung memiliki nenek yang sangat perhatian dengannya, menyayanginya dengan sepenuh hati. Sebenarnya mamanya juga perhatian padanya, namun perhatiannya terbagi dengan pekerjaannya.

"Mel, kok diem?" tanya Galang membuyarkan lamunan Melona.

"Oh pasti lo udah laper ya? Sini Galang suapin," tangan Galang sudah siap dengan sendok yang berisi makanan, dan sudah pula berada di depan mulut Melona. Tinggal Melona saja yang harus membuka mulutnya.

Secret DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang