The Missing Part: Mark

92 15 0
                                    

Mark membuka kedua matanya. Ia bisa melihat kedua tangannya saling menindih dengan ujung jemarinya yang hampir menyentuh buntalan selimut berisi Lily karena ia tertidur dengan posisi menyamping. Mark tidak bisa melihat bayi kecilnya karena ia tenggelam di dalam selimut itu.

Untuk beberapa saat ia hanya melamun di sana. Melihat selimut itu tanpa pergerakan dan jemarinya terlalu jauh untuk meraih sang putri.

Air matanya tanpa bisa ia tahan mulai menetes. Ini adalah hari kedua ia tidak tidur di samping Donghyuck. Hari kedua setelah ia melihat tubuh sang suami yang telah berubah menjadi abu.

Namun sampai saat ini ia menolak untuk percaya. Ia tidak akan pernah percaya jika tuhan telah mengambil jiwa kekasih hatinya. Jiwa Donghyuck, lelaki yang amat sangat ia cintai.

Tangannya mengusap tempat kosong di sampingnya, berusaha untuk tidak terisak karena ia takut membangunkan Lily. Tempat tidur itu terasa begitu dingin dan hampa, membuat dada Mark terasa nyeri merasakan rindunya.

Mark tidak benar-benar tidak bisa menjalani hari tanpa sang suami. Jika bukan karena Lily, hidup Mark pasti sudah berakhir sejak kemarin. Ia pasti sudah menyusul suaminya dan mencari Donghyuck di alam baka.

Terkadang Mark sendiri tidak tahu dan tidak sadar apa yang ia lakukan. Ia akan terbangun dan membuat susu untuk Lily, memandikannya dan sesekali mengajaknya bermain, namun bayi kecil itu masih lebih banyak tidur sehingga Mark sendiri semakin kesepian.

Apa yang ia lakukan, semua kesehariannya, semua tindakannya, ia lakukan layaknya robot yang bergerak otomatis. Mark rasa hatinya telah mati dan membeku, ia tidak bisa merasakan apa pun selain rasa sakit dihatinya dan juga kebas yang membuat tubuhnya terasa semakin melayang.

Donghyuck tidak lagi tidur di sisinya, tidak lagi berbicara padanya, tidak lagi tesenyum padanya, dan tidak lagi bertengkar dengannya. Donghyuck benar-benar pergi dari sisi Mark selamanya. Lelaki itu tidak ada di bumi tempat Mark hidup.

Tidak ada yang tersisa dari lelaki itu kecuali kenangannya yang ada di dalam ingatan Mark. Donghyuck benar-benar pergi, meninggalkan semuanya tanpa melihat ke belakang. Pergi seperti tanpa sesal. Meninggalkan Mark, meninggalkan Lily, meninggalkan teman-teman lelaki itu, meninggalkan semuanya seakan Donghyuck tidak akan pernah merasakan rindu lagi.

Donghyuck benar-benar membawa separuh jiwa Mark pergi bersama lelaki itu. Untuk beberapa alasan yang konyol, Mark bahkan merasa iri pada sumpit, sepatu, sandal, bahkan celananya. Mereka berpasangan, dan Mark ditinggal sendiri.

Bayangkan bagaimana jika ia memakan makanannya dengan satu sumpit saja? Memakai salah satu dari sepasang sepatu atau sandalnya. Bahkan kedua kakinya tidak muat dalam satu lubang celananya. Mereka berpasangan dan diciptakan ada dua. Sementara Mark, semesta telah mengambil pasangannya, mengambil belahan jiwanya, mengambil separuh napasnya, mengambil Donghyuck dari hidupnya, membuat pria itu tak berdaya, tak berguna.

Untuk itu ia benar-benar merasa tersesat. Kehidupannya yang baik-baik saja, begitu berwarna, dalam sekejap menjadi mendung bahkan gelap gulita. Mark kehilangan warnanya, kehilangan cahayanya, dan ia kehilangan arahnya. Dalam sekejap semuanya berantakan dan hilang tak tersisa.

Mark memilih bangkit dari tempat tidurnya, rasa sakit dan sesak di dadanya begitu tak tertahankan hingga bernapas saja membuatnya kesakitan. Ia berjalan menuju lemarinya untuk mengambil salah satu pakaian yang selalu Donghyuck kenakan.

Aroma tubuh lelaki itu masih tercium di sana, bercampur dengan wangi pelembut pakaian serta parfumnya. Aroma Donghyuck yang terasa segar dan manis, benar-benar ia rindukan. Mark menutup matanya, mematri segala hal yang berkaitan dengan sang suami di dalam kepalanya, dan hal itu untungnya secara berangsur membuat perasaannya menjadi lebih baik. Seolah kewarasannya kembali pada tubuhnya walaupun hanya sedikit. Akan tetapi menyadari betapa hancur dan putus asanya ia, Mark kembali menangis.

Mark kembali pada tempat tidurnya dengan memeluk baju Donghyuck, membawanya ke dekapannya bersama dengan Lily dan menangis tanpa suara karena ia takut membangunkan putrinya itu. Mark akan kembali membiarkan rasa sakit menguasainya dan memakannya untuk malam itu.

Rasa sakit didadanya begitu tak tertahankan, semakin ia memeluk mereka semakin nyeri. Mark baru kehilangan Donghyuck tidak lebih dari seminggu tapi rasa sakit yang ia rasakan sama sekali tidak berubah dan malah semakin menyiksanya. Ia begitu menyesal atas apa yang terjadi pada Donghyuck dan atas apa yang ia lakukan selama ini pada lelaki yang dicintainya itu.

Andaikan ia bisa memutar kembali waktunya. Namun ia sadar semuanya tidak mungkin.

Mark rasanya ingin berteriak pada langit dan bumi supaya mengembalikan Donghyuck pada pelukannya, karena ia benar-benar tidak bisa hidup tanpa lelaki itu di sisinya.

´ཀ'

Mark terbangun ketika mendengar Lily menangis di sampingnya, ia melihat jam digital yang ada di meja nakas dan menghembuskan napasnya. Ternyata ini adalah waktu sarapan bagi putri kecilnya itu.

Ia berjalan ke arah dapurnya yang masih gelap dan menyalakan lampunya. Lalu menyiapkan susu formula untuk putrinya. Mark bergerak hampir seperti robot otomatis, kewarasaannya entah kemana lagi perginya, yang membuat dirinya melakukan kegiatan sehari-harinya hanyalah instingnya saja karena ia hampir tidak mampu melakukan apapun dengan kesadaran penuh.

Mark berhenti bekerja, tidak keluar rumahnya, ia hanya akan berada di  kamarnya atau di ruang keluarganya, atau dapur apartemennya untuk mengikuti aroma Donghyuck yang semakin hari semakin menipis di rumahnya. Ia membersihkan apartemen itu karena teringat jika suaminya benci terhadap sesuatu yang kotor, ia jarang makan jika ibunya tidak datang dan memberinya makan. Yang ia ingat hanyalah bagaimana caranya membuat apartemennya terasa seperti Donghyuck masih ada di sana dan bagaimana memberi Lily makan supaya putrinya bertahan hidup.

Satu-satunya hal baik yang bisa dilakukan Mark adalah mengurus Lilyㅡwalaupun ia masih belajar dan banyak melakukan kesalahan. Nalurinya sebagai orang tua menajam. Mark yang begitu manja dan hampir tidak mengetahui tentang pekerjaan rumah, tidak pernah mengenal dan berinteraksi dengan anak kecil ataupun mengurus merekaㅡapalagi ini adalah bayi. Dan kini ia dipaksa oleh keadaan untuk melakukannya sedikit demi sedikitㅡbelajar mengurusnya dengan baik dan lembut serta memastikannya untuk tetap hidup. Di tengah kesedihan dan kerinduannya, ia berselancar di internet, mengumpulkan segala informasi serta gagal berkali-kali. Walau begitu, demi Lily, demi sang buah hatinya bersama Donghyuck, demi malaikat kecilnya, Mark dengan susah payah berusaha dan belajarㅡmelakukan apapun.

Mark kembali ke kamarnya dengan botol susu ditangannya dan masih melihat Lily yang menggeliat serta menangis di tempat tidurnya.

Ia menghampiri putrinya dan membuka bajunya sendiri memeluk bayi itu dalam dadanya supaya ia bisa merasakan kehangatan dan kenyamanan yang diberikan orang tuanya. Tangisan Lily terhenti ketika merasakan keberadaan Mark dan botol susu itu telah menyentuh bibirnya.

"Putri daddy yang cantik," bisik Mark. "Makanlah yang banyak dan jadilah kuat. Daddy berjanji akan selalu menjagamu dan berada di sisimu, malaikatku."

Mark merebahkan dirinya di tempat tidur dan mengubah posisinya senyaman mungkin supaya ia bisa membuat Lily tidur kembali dengan nyenyak.

´ཀ'

"Mark.." seseorang mengguncang tubuh Mark dengan keras sementara bayi Lily juga menangis di pelukan pria itu, terlihat memerah dan kelelahan.

"Mark!" Sekali lagi ibu mengguncang tubuh putranya dengan keras dan memanggil namanya, tetapi tidak ada respon apapun dari pria itu.

Ibu mengambil Lily dan menggendongnya, berusaha menenangkan cucunya, tetapi ia sendiri tidak bisa tenang karena melihat tubuh putranya yang pucat dan semakin kurus.

Ibu mencoba mengangkat tubuh Mark, tetapi pria itu terjatuh kembali ke tempat tidurnya dan membuat ibu semakin ketakutan.

"Mark, ibu mohon bangunlah.." ibu mengeluarkan ponselnya untuk menelpon 119 dan meminta pertolongan karena begitu ia memegang pergelangan tangan putranya, ibu hampir tidak bisa merasakan denyut nadi milik Mark.

«»

DesideriumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang