"Sa-saya akan menaikkan gaji kamu 2 kali lipat, asalkan kamu tetap bekerja di perusahaan saya," cetus Dewangga tanpa pikir panjang.
Martha langsung menoleh cepat pada Dewangga lalu beralih lagi pada Bella.
"Tuh Pak Dewa sampai mau menaikan gaji kamu jadi dua kali lipat, kurang apa lagi coba?" Martha terus mengompori. "Sudah Nak, maafkan Pak Dewa ya?"
"Maaf, keputusan saya sudah bulat." Bella kukuh pada pendiriannya.
"Berapapun yang kamu mau," timpal Dewangga tak mau kalah. "Saya akan menggaji kamu berapapun yang kamu mau," tawarnya.
Mendengar tawaran yang begitu menggiurkan, mata Martha nampak berbinar. Senyum bahagia mengembang lebar saat Dewangga berkata demikian. Sudah jelas ini akan menjadi keuntungan yang besar.
Namun hal itu berbanding terbalik dengan Bella. Bella malah semakin benci dengan Dewangga. Ia pikir segala masalah bisa diselesaikan dengan uang? Lagian gaji yang besar tetap tidak akan menjamin Dewangga untuk tidak melakukan hal itu lagi. Dan gaji yang besar tidak akan mampu menghilangkan rasa benci dan kecewa Bella pada Dewangga.
"Maaf, saya tidak bisa." Bella masih menolak.
"Bella, jangan sok jual mahal kamu!" bentak Martha. Ia benar-benar sudah tak tahan dengan Bella karena tak sejalan dengannya. "Pak Dewa dan Pak Bian kurang apa lagi? Mereka sudah meminta maaf, sudah menawarkan gaji yang lebih besar? Seharusnya kamu terima dan bersyukur. Bukan malah melunjak dan bikin kesal begini?!" katanya masih dengan nada suara yang ditahan-tahan. Walaupun emosinya sudah siap meledak. Ia harus bisa menjaga attitude-nya di depan Biantara. Bagaimanapun juga ia tetap tidak mau di cap sebagai ibu yang keras oleh Dewangga dan Bian.
"Kenapa Ma? Mama gak terima dengan keputusan Bella. Maaf Bella gak bisa melakukannya. Bella gak bisa untuk terus menuruti apa yang Mama mau. Bella bukan boneka Mama yang bisa Mama kendalikan sesuka hati Mama. Bella berhak mengambil keputusan sendiri dan memilih jalan hidup yang Bella mau, termasuk dalam hal pekerjaan. Maaf kalau Bella bikin Mama kecewa."
"Mama benar-benar tidak habis pikir dengan kamu. Hanya masalah sepele seperti ini saja sudah kamu besar-besar kan. Berpikirlah realistis, Bella. Kamu bukan anak kecil!"
"Iya, Bella memang bukan anak kecil yang hidupnya bisa Mama atur sesuka hati Mama. Bella sudah dewasa, Bella berhak mengambil keputusan yang Bella inginkan. Dan Mama tahu? Bella benar-benar kecewa akan sikap Mama. Dan untuk kalian, lebih baik kalian berdua pergi saya capek dan saya ingin istirahat." Bella benar-benar tak tahan. Ia ingin segera mengakhiri percakapan tolol ini.
"Bella! Berani-beraninya kamu mengusir Pak Dewa dan Pak Bian? Mereka itu bos kamu?!" kini giliran Martha yang membentak Bella.
"Cukup! Aku capek dengan drama yang kalian buat." Bella berteriak frustasi. "Asal kalian tahu, Dewangga itu pria brengsek, dia bajingan!" Bella berdiri saking kesalnya. Amarah yang sedari tadi ditahan Bella sudah tak bisa lagi dibendung.
PLAK!
Sialnya bukannya pembelaan yang didapatkan Bella, kini malah tamparan yang diterimanya.
"Jaga bicaramu! Kamu benar-benar tidak memiliki sopan santun. Kami tidak membesarkanmu untuk menjadi anak pembangkang seperti ini! Apalagi menjadi kurang ajar di hadapan orang-orang penting!" Martha menurunkan tangannya dari pipi Bella yang baru saja ia tampar.
Sontak saja suasana menjadi semakin tegang dan memanas. Dewangga dan Bian terpekur di tempat setelah melihat kejadian itu, begitu pula dengan Anka yang mengetahui kekasihnya baru saja di tampar Martha, buru-buru berdiri untuk menenangkan Bella.
"Bella kamu gak papa?" bisik Anka sambil mengusap lembut pipi Bella. Pipi itu pun langsung memerah dan panas, terlihat kontras dengan kulit Bella yang putih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Falling for the Boss [GXG]
RomanceMenyebalkan, petakilan, cerewet dan suka menggombal. Itulah sifat-sifat yang tidak disukai Isabella kepada Jovanka - karyawan baru di kantornya. Sementara Anka sudah menyukai Bella semenjak pandangan pertama. Namun Bella yang kaku dan berhati ding...