FLASHBACK

67 1 0
                                    

   Tak terasa usia kandungan Diana telah masuk bulan ke sembilan, pertanda sebentar lagi buah hati nya akan segera lahir melihat indahnya dunia.

Terkadang Diana sedih mengingat kenangan hangat bersama keluarga kedua orang tuanya sedikit kewalahan mengatasi kenakalan remaja putri semata wayangnya, hampir setiap hari keluyuran tak jelas. Satu hal paling ia disesali seumur hidup ialah kecelakaan yang menimpa mereka dalam perjalanan dalam suatu kejadian menuju tempat dimana sang putri terjebak di tengah tengah perkelahian antar pelajar.
...

Mungkin sebagian orang beranggapan dunia indah, tapi isi di dalamnya, bukan tentang kehidupan manusia, terkadang berputar dan terus berotasi , tetapi keindahan itu semata mata angan angan belaka, tak sesuai harapan.

Kesenangan hanya dirasakan sesaat tidak berlangsung lama begitu sebaliknya, apakah kebahagiaan bisa menghilangkan kesedihan. Tentu saja tidak.

"Baby kamu jalan jalan gak." tanya Diana pada bayi di perutnya. Sudah hampir tujuh bulan sang suami pergi, seperti biasa lelaki itu cuma sesekali memberi kabar, itupun kalo ingat.

  Tapi entahlah Diana tidak terlalu berharap lebih, semenjak malam itu dengan mata menyaksikan dua insan tengah asyik memadu kasih dari salah satu kamar hotel, siapa lagi kalau bukan David suaminya, alasan pekerjaan sebagai cara untuk pergi meninggalkan tanggung jawab suami terhadap istri.

Bukan hanya Diana, tetapi seseorang dibelakangnya saat itu yang ikut menyusul sama sama geram. Kedua tangan terkepal kuat, emosinya tersalur disana bersiap melayangkan tinju pada wajah sok polos adik sambung yang tega menduakan wanitanya.

FLASHBACK ON

"Diana... tunggu kamu mau kemana." susul Juno ngos ngosan akibat berlari tak beraturan.

"Kak Jun pulang aja dulu, aku masih ada urusan penting." ujar Diana tak ingin ada orang lain tau mengenai rumah tangganya.

Saat mobil yang ditumpangi Juno dan Diana ia melihat sekelibat lelaki mirip suaminya, dari punggung saja ia dapat mengenali, bertahun tahun David selalu setia menemaninya disaat keterpurukan selama lima tahun terakhir Andre waktu itu masih jadi kekasihnya pergi tanpa kabar ataupun surat, padahal dia tipe pria bucin tidak bisa seharipun bisa lepas dari Diana.

Kemana mana bersama, tidur pun satu ranjang berdua, itupun sewajarnya orang pacaran, bahkan sentuhan bibir terjadi cuma satu kali sebelum kepergiannya ke LA untuk melanjutkan pendidikan ji negara besar itu.
...

"Tidak Na. Kamu mau apa datang ke hotel ini, terburu buru lagi, ada apa sebenarnya."

Diana diam berbalik arah meneruskan langkah kaki terasa berat, dada sesak, air mata terbendung, berharap penglihatannya salah. Tak perduli Juno berjalan membuntutinya ia berhenti pada salah satu kamar hotel.

Samar samar Diana melihat dua sejoli sedang berpelukan mesra, lebih parahnya si perempuan dengan tubuh polos memeluk dan merayu seperti tidak punya harga diri.

Deg

"Mas David."

Diana hendak masuk, tiba tiba sebuah tangan kekar menariknya keluar dari area hotel.

"Lepasin tangan aku kak." sergah nya menghempaskan kasar. Ia kira pria itu Juno, setelah dilihat seksama ternyata dia Andre.

"Ndre. Lo kan." ujar nya.

Tersenyum. "Aku baik baik saja." kata Andre.

"Pendusta. Jelas jelas kamu." ucap Diana hendak memukul dada bidang pria berdiri dihadapan nya.

"Pukul aku jika itu bisa mengurangi  amarah dan sakit hatimu terhadapku, lampiaskan semuanya padaku, aku tidak akan melawan, kalau perlu bunuh aku."

"Agrrhh... kau gila. Aku memang berniat untuk membunuhmu." teriak Diana tidak sungguh sungguh. Cuma gertakan semata.

"Lakukanlah." pasrah nya.

Kebetulan mereka berdua sedang berada di lantai dasar taman yang terletak belakang hotel.

Tak habis pikir dengan jalan pikir pria itu, bagaimana mau mengakhiri hidup lewat mantan kekasihnya. Seputus asa kah dia.

"Gila lo. Minggir." dorong Diana melangkah keluar sambil mendorong bahu bidang Andre yang menghalangi jalan nya, ia tak ada mood untuk meladeni pria gila itu. Kepalanya bertambah pusing saja.

Sudut bibir Andre terangkat sedikit. "Kamu tidak jadi bunuh aku."

"Tidak." Andre tersenyum. "Jadi, tapi nanti setelah anakku lahir, persiapkan dirimu, aku tidak bisa bunuh orang sakit sakitan." sambung Diana pedas.

Andre mengangguk. "Baby...! tungguin." rengek nya berlari mengejar Diana.

Diana berhenti mendengar panggilan dari iparnya. "Dasar alay." bergidik geli.

FLASHBACK OF

BERSAMBUNG

IPAR KEMATIAN (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang