(preview) Kenangan 2014

4.5K 551 40
                                    

Jeha.

Hari ini, 14 februari 2014.

Sepertinya sudah satu tahun kita bertemu? Apa kamu ingat? Hahaha, sebenarnya tidak ingat juga tidak masalah. Hanya... aku ingin kamu tahu jika aku benar-benar sebahagia itu bertemu denganmu. Mungkin awalnya aku mengira kamu hanya anak perempuan cerewet, suka ikut aku kemana pun, banyak makan, dan suka teriak.

Tapi... setelah ku pikirkan kembali, ah! Apa yang telah ku lakukan dalam hidupku sebelum kamu datang, ya?

Bangun, sekolah, belajar, basket, pulang, tidur. Bangun, sekolah, belajar, basket, pulang, tidur.

Aku benar-benar baru tersadar jika hidupku semonoton dan semembosankan itu. Sekarang berbicara dan bertemu denganmu adalah hal pertama yang harus kulakukan minimal sekali sehari, jika tidak mungkin aku gila. Apakah aku norak? Iya. Tapi memangnya siapa yang peduli jika aku norak atau tidak? Hahaha.

Kedatanganmu dalam hidupku itu takdir. Entah mengapa aku selalu berpikir jika kita memang harus dipertemukan dalam kehidupan ini, dan perempuan yang akan terus menemaniku hingga aku menutup mata adalah dirimu. Aku tidak tahu, aku hanya merasakan euforia meledak-ledak seperti itu. Aku ingin setiap hari melihatmu, aku ingin kamu bergantung padaku setiap hari, meski hanya untuk perihal membuka botol air mineral dan merobek kotak susu strawberry.

Menjalani kehidupan bersamamu semenyenangkan itu. Aku menyukaimu. Aku sangat menyukaimu. Bungaku, alasanku untuk tersenyum. Aku selalu merasakan hal-hal luar biasa itu saat melihatmu.

Jeha-ya, benar... kita ditakdirkan, bukan? 


...

...


Tak lama, Jeha terdengar menjawab. "Kenapa... aku harus merelakannya?"

"Karena kamu mencintainya," aku tersenyum, "mencintai bukan berarti kamu harus menahannya di sisimu, jika kamu melakukan itu, maka itu adalah obsesi."

"Obsesi?"

"Aku anggap sebagai kebalikan dari mencintai, orang yang terobsesi itu ambis, pemaksa. Dia memaksakan kehendak buat menahan orang yang dia cintai biar terus di sisinya, padahal orang itu nggak mau. Itu nggak boleh, itu bukan cinta."

Sejenak, gadis cilik itu terdiam. Dia hanya termangu dan memandangku dengan sorot yang terlihat agak menerawang, aku tidak tahu apa yang dia pikirkan. Apakah dia sedang mencerna apa itu obsesi, atau dia benar-benar memahaminya.

Sepasang matanya itu... seperti menyimpan sebuah tragedi.

"Apa kamu bakal lepasin aku?" Tanyanya dengan sangat tiba-tiba.

"Hm?"

"Apa... kalau suatu saat kita nggak bisa bareng, kamu bakal lepasin aku, Jeno-ya?"

Aku tidak tahu kemana arah pembicaraannya, dan maksud dibalik pertanyaannya itu.

"Iya," jawabku gamblang, "tapi aku nggak yakin aku mampu."

Lalu tiba-tiba, Jeha memegang tanganku. Dia meletakkan tangannya diatas punggung tanganku, kemu dengan sorot matanya yang penuh keyakinan itu— tidak terlihat polos seperti biasanya, dia berkata.

"Jangan, apapun yang terjadi di masa depan nanti... apapun yang bakal terjadi ke aku nanti, kamu harus bertahan. Kamu harus bertahan, Jeno-ya, kamu harus bisa... bawa aku kembali ke kamu, ya?"


...

... 

Dear, you [DEAR J II]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang