"Hei, Fang..."
"Apa?"
"Menurut lo happily ever after ada nggak?"
"Random banget sih lo."
"Anggep aja setengah nyawa gue yang menolak pergi ke alam mimpi lagi betingkah."
"Nggak biasanya lo gini, Ice," gumam Fang. "Nggak ada. Kecuali lo mati."
"Apa gue mati aja ya?"
Fang menoleh cepat, melemparkan bantal ke wajah lelaki dengan rambut cokelat tebal itu. "Lo nggak usah ngadi-ngadi, anjing. Gue nggak mau ya ngurusin anak pungut lo itu si Ocho. Hah? Lo denger gue nggak?"
"Denger..." gumam lelaki itu dari bawah bantal. Ice menyingkirkan bantal itu dari wajahnya, menoleh pada Fang. "But I'm tired. What am I supposed to do?"
Fang mendengus, kembali menghadap laptopnya. "You gotta rely on me, you brainless idiot. Like how I rely on you."
Ice mengerjapkan mata pelan. "So are you my Disney prince or something—?"
"OH MY GODS, JUST GO TO SLEEP."
***
Yaya menghela napas kecewa. Perpustakaan tutup. Dia tidak lapar. Sebut dia aneh, tapi period cramp membuatnya tidak selera makan ataupun berdebat.
Beberapa nada tertangkap di telinga Yaya. Ia menoleh.
Sumber suara itu dari ruang musik.
Gadis itu membuka pintu, melongokkan kepala. Ia tidak pernah menjelajah ke sini sebelumnya, meskipun ia sudah di sini mendekati 2 bulan. Di hadapannya terhampar ruang putih dengan berbagai alat musik. Gitar, keytar, piano, keyboard, biola, dan sebagainya. Semua didorong dan diletakkan begitu saja.
Tapi yang menarik perhatiannya adalah laki-laki bertopi yang sedang memetik gitar sembari bersenandung kecil, duduk di tengah ruang itu. Itukah musik yang tadi ia dengar?
Yaya melangkah mendekat perlahan, tidak mau musik itu berhenti.
Bukannya lelaki itu peduli. Ia terus memetik gitarnya, bersenandung mengiringi petikan gitarnya.
So I play games with my shadow
We don't talk but he sings along, like
Ooh-ooh
Fairy tales are not the truth
What am I supposed to do?
O-oh
I guess Peter Pan was right
Growing up's a waste of time
So I think I'll fly away
Set a course for better days
Set the second star I'm soaring,
And then straight onto the morning
And I know that I'll be fine
Cause I know Peter Pan was right
Bunyi tepuk tangan menggema pelan. Boboiboy menoleh kaget, mendapati Yaya bertepuk tangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
When We Were Four
RomanceDulu, saat umurku empat, aku bahagia. Dulu, saat umurku empat, aku tertawa. Dulu, saat umurku empat, aku berwarna. Dulu, saat umurku empat, aku utuh. Sekarang, setelah kita tahu Bahwa dunia tak sesederhana saat kita masih berumur empat tahun Masih b...