rasa bersalah hazel

874 100 9
                                    

Hazel tertawa terpingkal-pingkal sambil menonton kartun kesayangannya dengan ditemani bungkus keripik yang bertebaran, minuman yang ia pesan secara online juga ikut bertebaran. Tapi ia tak peduli, tayangan didepannya lebih menarik.

"Gila! Upin-ipin dari gue SD sampe kuliah tinggunya segitu aja!" Komentarnya.

Matanya sedikit memicing ketika melihat Bian membuka pintu apartemen. Ia tertawa dalam hati, pasti tunangan gila kerjanya itu mendongkol hebat.

Salah sendiri ngacauin me-time gue! Gumamnya.

.
.
.

Tapi sayangnya, rasa dongkol dan puas karena mengerjai Bian hilang dalam beberapa jam. Karena pria itu tak kunjung keluar dari kamarnya.

"Apa dia ngambek ya?"

Seketika Hazel merasa bersalah. Mungkin saja ia keterlaluan dalam mengerjai Bian.

"Bi." Ia mengetuk pintu. Tapi nihil, pria itu tak kunjung menjawab panggilannya.

Bahkan pintunya sengaja ia kunci dari dalam.

"Bi! Gue tau lo dengerin gue!" Hazel tak menyerah, ia tahu si pria gila kerja itu pasti ada didalam kamar dan sedang berhadapan dengan Monica -nama laptopnya.

Ya, Hazel memberi nama laptop itu Monica karena berasumsi kalau laptop itu pasti berjenis kelamin perempuan yang mengalihkan perhatian Bian seperti pelakor.

"Di drakor aja mobilnya dinamain Rebecca tuh, yaudah laptop lo gue namain Monica!" Bantahnya waktu Bian protes.

Benar-benar random.

Lupakan soal Monica! Sekarang Hazel benar-benar merasa bersalah karena membiarkan Bian pulang sendiri akibat keisengannya.

.
.
.

"Hah, akhirnya selesai." Hazel berpose seolah-olah sedang berkeringat hebat setelah memasak.

Menurut hasil searchingnya di aplikasi gulugulu, cara terbaik untuk meminta maaf adalah dengan memasakkannya sesuatu.

Jangan lupa kalau Hazel tumbuh di keluarga yang berlatar belakang kuliner, tentu kemampuan memasaknya juga tidak perlu diragukan lagi.

Ada sup ayam, sosis bakar bumbu pedas, bahkan cromboloni alias si cucu donat yang sempat viral pun ada di atas meja.

"Tapi kok Bian gak keluar-keluar, ya?"

Setelah memastikan semuanya siap, Hazel memutuskan untuk pergi ke kamar Bian.

Untungnya, kamar itu sudah tak terkunci.

Haruskah Hazel masuk? Mendadak dia ragu.

"Ah, trobos ae lah. Toh ini kamar gue juga."

.
.
.

"Buset, gelap banget." Lagi-lagi dia berkomentar.

"Orang kalo bangun terus denger man robbuka juga percaya kalo ini alam kubur."

Ia berdecak, kemudian melangkah perlahan dan 'tuk.'

"Oke, ini kasur."

Dia dengan cepat mencari saklar lampu karena posisinya memang ada disebelah kasur.

"Gotcha!"

Sekali klik, dan-

"Apa sih ribut-ribut?"

"AAAAAA!!"

Jangan harap ada adengan jatuh dan tindih-tindihan seperti di book sebelah part 7 dalam chapter ini.

Karena yang ada adalah adegan Hazel memukul Bian dengan brutal karena menatapnya dengan masker wajah yang digunakan pria itu.

.
.
.

"Gimana, enak gak?" Bian mendelik, menatap Hazel yang memasang wajah tanpa dosanya.

"Hm." Hazel berdecak. Masa iya masakan sekelas celebrity chef hanya dijawab deheman.

Harga diri gueeeee -Hazel nangis dipojokan

Sedangkan Bian diam-diam tertawa. Ia sengaja mengurung diri dalam kamar agar Hazel merasa bersalah.

Bian memang tahu kelemahan Hazel. Pemuda itu mungkin bandel dan berkelakuan ajaib, tapi ia juga orang yang mudah merasa bersalah. Jadi alih-alih marah, ia memilih untuk mendiamkan Hazel.

"Bi, gue minta maaf."

Kan :)

"Bi.."

"Kamu tahu kesalahan kamu dimana?"

Hazel mengangguk.

"Iya, maaf bikin lo pulang sendiri."

"Cuma itu?"

"Hah?"

Bian berdiri, lantas mendekatkan wajahnya dengan Hazel. Hazel yang ditatap seperti itu hanya bisa menelan ludahnya, gugup.

"Ya sudah, saya maafin."

Segampang itu? Waaahh.

"Tapi besok langsung ke kantor saya setelah pulang dari kampus."

"EEHHH?!"

Matilah Hazel.

to be continue

[3] Mr. Workaholic and his Fiancé | BinHaoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang