Bitchy Hagia

2.8K 144 20
                                    

Hagia baru saja merebahkan tubuh di atas empuknya kasur tatkala gelap gulita tiba-tiba menyerap habis cahaya di seluruh penjuru kamar. Reflek gadis itu merogoh sesuatu di bawah bantal, berharap menemukan sesuatu yang dapat mengurangi kegelapan di sekitar, tapi nihil, tidak ada apapun selain buku catatan kecil yang memang sengaja dia simpan di sana.

"Pas dibutuhin malah nggak ada." Dumalnya.

Serius— entah kapan mulainya, yang pasti Hagia memiliki kebiasaan menyimpan ponsel di bawah bantal, anehnya kebiasaan tidak sehat tersebut malah terlewat untuk malam ini, dalam situasi mencekam seperti saat ini.

Hagia merangkak turun dari tempat tidur, meraba-raba lantai dengan harapan yang sama— yakni menemukan ponselnya. Dan hasilnya pun masih sama, nihil. Mulai kesal, Hagia menggeram tertahan, agaknya sudah kehabisan akal untuk menemukan benda pipih itu. Perasaan takut praktis menyapa ketika rintik hujan dan deru gemuruh menyentak ketenangan.

Tidak bisa dibiarkan, mau tidak mau gadis itu harus keluar dari kamar sekedar mencari bantuan. Pemandangan diluar kamar tidak jauh beda, gelap, tapi masih jauh lebih lumayan bila dibandingkan di dalam kamar. Hagia berhenti sejenak, berpikir akan meminta bantuan pada siapa. Tidak ada yang dia kenali di tempat ini, rasanya aneh bila dia bertingkah sok akrab. Haruskah dia pergi ke rumah Tante Tasya? Tapi di luar sana hujan makin menggila. Astaga, sialnya...

"Oh!" Matanya membelalak saat menangkap setitik cahaya yang berasal dari salah satu kamar di lantai bawah. Buru-buru dia menuruni tangga sebelum si pemilik kamar itu kembali menutup rapat pintu kamarnya.

"Permisi!" Sapanya setelah mengetuk badan pintu sebanyak dua kali. 

Suara langkah kaki sayup-sayup terdengar. Hagia ancang-ancang menyambut kedatangan seseorang yang mulai malam ini akan dia anggap sebagai dewa penolong. Senyum cerah tersungging di bibir ranumnya, dan semakin cerah ketika badan pintu didepannya bergerak ke arah berlawanan.

Wah, tampan! Benak Hagia bersorak gembira.

"Hagia?" Si pemilik kamar terpaku sebab kemunculan seseorang yang tidak pernah disangkanya.

"Lo kenal gue?" Sambut Hagia. Keningnya berkerut bingung, kata Tante Tasya tidak ada mahasiswa Fakultas Pertanian yang tinggal di tempat ini, jadi mustahil bila mereka saling mengenal. Lagipula Hagia tidak merasa spesial-spesial amat, well, diminati banyak pemuda di Fakultasnya tidak serta-merta membuatnya sadar diri.

"Saya—"

"Mama!!"

Kalimat yang hendak keluar kembali turun ke kerongkongan saat petir besar tiba-tiba menyambar. Namun, dibanding suara petir, pemuda itu jauh lebih kaget saat tubuhnya terdorong ke belakang akibat pergerakan tidak terencana Hagia. Hagia sedikit beruntung karena suara hujan sudah mendominasi sehingga keributan yang baru saja tercipta tidak cukup kuasa mengundang para penghuni kos-kosan.

"Ayo masuk." Pemuda itu menarik lembut pergelangan tangan Hagia, kemudian menutup rapat pintu guna meredam suara petir dan hujan. Jangan berpikiran negatif dulu, demi Tuhan dia murni ingin menenangkan Hagia, sama sekali tidak bermaksud buruk pada gadis itu.

"Sebentar, saya ambilkan minum buat kamu."

Gadis itu nanar mengindikasikan ketakutan yang berlebihan. Petir barusan memang sedemikian menakutkan dan berpotensi membuat Hagia pindah alam gara-gara jantungan. Astaga, sial benar dia malam ini.

"Minum dulu." Pemuda tadi kembali dengan segelas air putih yang segera dia serahkan pada Hagia. Tidak butuh waktu lama untuk Hagia menandaskan pemberian sederhana pemuda itu.

"Kamu baik-baik saja?" Sebuah pertanyaan retorika mengudara.

"Kamu kenal aku?" Tanya Hagia mengikuti gaya bicara sosok didepannya. Dia memang cukup pandai menempatkan diri.

Hottie Nerdy (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang