29. Just, Like My Sister

44 10 0
                                    

SEMINGGU BERLALU, Musa telah mengabarkan kepada polisi tentang ditemukannya Nahye di gudang terbengkalai itu. Balasan yang diberikan polisi biasa saja. 

Kini, Nahye dirawat di rumah sakit dalam keadaan koma. Dia tak sadarkan diri selama dua hari sejak penculikan itu. Musa selalu berada di samping ranjang gadis itu, melanjutkan berbagai doa supaya kedua matanya bisa terbuka dan kesadarannya kembali.

Musa sangat bersyukur karena setidaknya Nahye selamat, ia tidak menemukan gadis ini dalam keadaan tidak bernyawa, jangan sampai. Kabar kembalinya Nahye sudah tiba di telinga polisi. Balasan yang mereka tunjukkan biasa saja, selayaknya tidak terlalu begitu peduli. Bahkan Petugas Li pun begitu.

Alice memasuki ruang rawat Nahye membawa buah tangan, dia mendekati Musa yang sedang menunduk. Ia menaruh kotak makanan dan buah-buah segar yang ia bawa di meja.

"Dokter Mu, ayo makanlah dulu" tidak ada jawaban dari sang dokter.

"Dokter, kau dengar aku?" panggil lagi, Musa tak kunjung membalas.

"Hey, dokter!" 

Sunyi, tak ada sahutan atas panggilan Alice. Musa menenggelamkan kepalanya di lengannya, telinga tertutup rapat, menolak suara masuk. Pikirannya berkecambuk kemana-mana.

"Tinggalkan aku."

"Aku tidak dengar. Kau jangan merenung terus. Nona Nahye akan sadar, kau tidak perlu overthinking berlebihan" jelas Alice memberi sedikit semangat. Dia sebenarnya tidak pandai dalam hal itu, soalnya biasanya bukan menyemangati orang tapi memancing emosi orang.

"Kau bicara seenaknya. Memangnya kau Tuhan? Semua ini terjadi gara-gara aku dan Nahye ikut dengan mu pergi ke club itu. Kalau saja aku tidak menuruti kalian, ini pasti tak akan pernah terjadi"

"Jelas aku cuman manusia biasa. Aku hanya mencoba membantumu mengurangi kesedihan" Alice duduk bersandar di sofa mengistirahatkan punggungnya.

Musa tak menjawab lagi setelahnya, hanya diam. Sang dokter itu kurang makan sedari dua hari lalu. Musa tak mempunyai motivasi untuk makan. Untung saja kemarin, Meera ngotot menyuruhnya makan bubur walaupun hanya setengah yang dimakan.

"Dokter, kau harus makan sesuatu"

"Tidak mau."

"Kenapa?"

Musa mendongak, "tidak nafsu" singkatnya, menutup kembali wajahnya dengan lengan.

Alice sebal, sikap dokter tersayangnya bersikap seperti anak kecil. Alice menepuk pelan dahinya merasa frustasi.

"Baiklah. Tidak mau makan kan? Silakan saja, sekalian mogok makan. Biar cepet mati begitu? Giliran Nona Nahye yang sadar kau yang melayang" cibir Alice mencemooh dirinya.

Musa sedikit tersinggung, apa-apaan gadis ini, bicaranya ngena banget ke jantung, "omonganmu kasar begitu, sudah minum kopi belum? aku lagi sedih tapi kau malah bilang begitu" ujar Musa sok sedih.

"Belum." Alice menatap dingin punggung sang dokter, "kau sebaiknya pikirkan lagi mau berhenti makan, atau aku akan menghubungi kakakku dan menyuruh dia kemari. Supaya biar dia saja yang menasehatimu" Musa bergidik ngeri, se-suci apa pria itu mau menceramahinya.

The Cursed TownTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang