cw: kissing
~~~
Jaemin bukan hanya sesekali mengantar atau menjemput Haechan jika dia punya waktu luang –lebih tepatnya memaksa punya waktu untuk si manis Haechan. Pria itu juga selalu mengirimkan makan siang, walau dia tahu Haechan lebih sering tidak memakannya –sekretaris Haechan sekarang jadi informan untuknya. Pak Ino –supir Haechan, juga jadi sasaran Jaemin untuk memberikannya informasi apakah si manis sudah sampai kantor atau belum, atau apakah Haechan sudah sampai dengan selamat di apartemennya, atau informasi penting apapun tentang Haechan. Walau sebenarnya semua tentang lelaki manis itu selalu jadi penting di mata Jaemin. Karena sampai saat ini, Haechan masih malas-malasan membalas pesannya. Kadang dibalas, tapi lebih sering tidak digubrisnya. Jadi, pak Ino dan Yeji jadi solusinya.
Jangan lupakan dengan pria itu yang beberapa kali ke apartemen Haechan, dengan berbagai alasan untuk bisa bertemu setidaknya sekali dalam sehari. Mulai dari pura-pura butuh tumpangan ke kamar mandi karena tidak tahan ingin buang air, sengaja tinggalkan barangnya untuk bisa datang lagi di hari selanjutnya, iseng cosplay jadi pengantar makanan online padahal si manis tidak sedang pesan makanan, jadi pengantar laundry, pengantar paket, dan apapun yang bisa dia lakukan agar Haechan mau bukakan pintu untuknya. Padahal sebenarnya Jaemin tidak perlu terlalu bersusah payah untuk lakukan itu semua.
Haechan itu sadar kalau makin kesini, dia semakin tidak bisa menolak setiap perlakuan Jaemin jika pria itu ada di sekitarnya. Dia juga bingung sebenarnya. Selalu terima tiap kali Jaemin datang untuk bawakan makanan, hanya bisa sedikit marah –yang sebenarnya tidak berguna– jika Jaemin pegang atau mencium tangannya tiap punya kesempatan, membiarkan Jaemin rapikan rambutnya atau hanya sekedar menyelipkan rambut bagian depannya, dan perlakuan lain yang didapatnya langsung dari Jaemin. Haechan tidak bisa menolak. Bukan hanya tatapan mata, tapi selama keberadaan Jaemin ada dalam jarak pandangnya, itu akan selalu bisa buat hatinya sedikit luluh, untuk tidak menolak setiap perlakuan pria itu.
Tapi, Haechan masih bisa menolak barang atau apapun pemberian Jaemin, selama pria itu tidak ikut serta memberikannya langsung. Setidaknya, itu jadi salah satu cara si manis pertahankan dirinya untuk tidak semakin luluh pada mantannya.
Si manis itu baru saja keluar dari restoran setelah makan malam bersama Renjun. Lalu mereka putuskan untuk pulang dengan mobil yang berbeda, dengan Haechan yang sudah dijemput supirnya –tadi mereka pakai mobil Renjun.
Si manis itu sibuk perhatikan jalanan di luar. Namun kemudian dahinya mengernyit setelah sampai di perempatan jalan, mereka harusnya belok kiri, tapi sang supir malah lurus melajukan mobil setelah lampu lalu lintas berubah hijau.
"Pak, kita mau kemana? Saya gak ada bilang mau ke tempat lain tadi" ucapnya masih dengan raut bingung di wajah. Pertanyaannya tidak di jawab, buat Haechan sedikit curiga. Masih diam, si manis perhatikan pengemudi di depannya.
"Bangsat. Jaemin!" serunya setelah membuka topi yang dipakai Jaemin.
"Kok kasar?" ucap Jaemin dengan ringisan di wajah karena ketahuan. Pria itu menyamar jadi supir Haechan. Sebenarnya bukan menyamar, karena Jaemin tidak ada rencana sampai sana. Cuma karena Haechan tidak segera menyadari kalau itu dirinya, yaudah, dia terusin aja nyamar jadi supir.
"Kamu ngapain? Ini kita mau kemana?"
"Liat aja nanti,"
Haechan akhirnya diam walau sebenarnya ia kesal. Tapi, mau berontak pun tidak berguna sekarang. Kembali dia perhatikan jalanan, menebak akan kemana tujuan mereka. Sebentar, dia pernah lewati jalanan ini, dengan pohon cemara yang berjejeran di sepanjang jalan. Oh! Haechan ingat! Pasti ke tempat itu, yakinnya. Jaemin selalu membawanya ke tempat itu tiap kali rayakan hari jadi mereka. Jika dihitung totalnya, empat kali setiap satu tahun sekali di hari jadi, dan satu kali saat Jaemin resmikan hubungan mereka sebagai pasangan kekasih. Lalu sekarang, apa tujuan Jaemin membawanya ke tempat itu? tidak ada yang perlu diresmikan ataupun dirayakan.