"Uhuk... uhuk... uhuk..." Suara batuk menggema di sebuah kamar di pagi hari. Arini yang tengah berada di dapur kebetulan mendengar nya dan lantas berlari menuju kamar sang nenek.
"Nenek, nenek kenapa?" Tanya Arini dengan nada lirih dan penuh kekhawatiran. Ia mengusap punggung neneknya.
Nenek Halimah tersenyum tipis. "Gak papa cu."
"Jangan buat Arini khawatir nek, nenek kalau sakit bilang sama Arini. Arini bakalan jaga nenek kok," Arini mengambil sebuah obat yang berada di nakas, ia mengambil air minum juga dan membantu nenek nya untuk minum obat. "Kita ke rumah sakit ya?"
"Nggak usah cu, nenek gak papa. Kamu kan harus sekolah."
"Arini libur dulu satu hari,"
"Nenek gak papa." Arini tidak menggubris penolakan neneknya, ia malah berjalan menghampiri lemari, dan membuka lemari tersebut dan meraih kaleng celengan, ia membukanya dengan cepat.
"Huh..." Arini menghela nafas, ia berjalan menghampiri nenek Halimah dan duduk di sampingnya. "Uangnya belum ke kumpul semua nek." Ucap Arini sedih.
Nenek Halimah tersenyum."Nenek sudah pasrah cu" ucap perempuan paruh baya itu sambil mengusap pucuk kepala cucunya.
"Nenek gak boleh ngomong gitu, Arini gak punya siapa-siapa lagi selain nenek." Arini tidak bisa membohongi dirinya untuk terus kuat, nyatanya air matanya lolos tanpa di minta. Perempuan berkacamata itu memeluk sang nenek pelan.
"Maafin Arini kalo Arini nakal dan banyak salah, nenek gak boleh pergi. Nenek harus liat Arini sukses dulu, seperti impian nenek kala itu." Isak tangis Arini membuat nenek Halimah meneteskan air matanya. Ia mengusap Surai rambut cucunya dengan lembut.
"Nenek gak papa," ucap Nenek Halimah meyakinkan.
"Bener?" Nenek Halimah mengangguk yakin.
Arini menghela nafas berat, mau bagaimana pun ia harus melakukan kewajibannya untuk sekolah. Namun, nenek nya juga butuh penjagaan.
"Yaudah, Arini mau berangkat, nenek jangan keman kemana, terus jangan buat pekerjaan yang capek capek, nenek diem aja di kamar. Oke?" Nenek Halimah menganguk mendapatkan larangan bertubi-tubi dari sang cucu.
"Oke Arini berangkat ya, assalamualaikum."
"Waallaikumsalam."
•••••
Seorang lelaki yang sudah lengkap dengan seragamnya serta jas OSIS yang melekat dengan name tag bertuliskan Panji Hasan, ketua OSIS.
Panji berdiri di depan gerbang, entah siapa yang ia tunggu. Namun saat melihat lelaki yang tingginya sama dengannya, ia lantas menatap lelaki itu tajam. "Napa lo natep gue kayak gitu?" Tanya Gava, ia menatap tak suka Panji.
"Peringatan terakhir buat lo, jangan pernah ganggu Arini lagi!" Tegas Panji menunjuk.
Gava terkekeh menyeringai. "Heh, untuk apa gue nurutin perintah lo?"
Panji memasukan kedua tangannya kedalam saku jas nya, ia berjalan menghampiri Gava dan menatapnya musuh.
"Bukan perintah tapi peringatan. Gue mau lo gak gangguin Arini lagi."
"Lo siapa nya Arini, gue tanya?"
"Gue bukan sia siapanya Arini, tapi gue peduli sama dia. Karena gue ketos di sini."
"Belagu lo,"
Panji tertawa renyah, rasanya jika di ingat ingat ini adalah sebuah ironis. "Gak ngaca diri lo?, lebih belagu siapa? Jangan mentang mentang lo cowok famous di sini. Lo jadi bisa berbuat semena-mena sama siapapun."
KAMU SEDANG MEMBACA
SI CUPU MILIK BAD BOY
TienerfictieArini Haraya, perempuan miskin, cupu dan penerima beasiswa di SMA Damar Ilmu, membuatnya selalu saja menjadi bulan bulanan kakak kelasnya. Apalagi mendengar nama seorang bad boy bernama Gava Wijaya, lelaki dengan sejuta harta, tahta, kekuatan, dan k...