Umbra Maritus 7

347 53 7
                                    

Seorang perempuan baru saja bangun dari tidurnya yang nyenyak ketika cahaya menyinari ruang kamarnya. Dalam keadaan belum sepenuhnya sadar, tangannya bergerak mencari sosok yang tidak terlihat di depannya. Ia tiba-tiba merasa cemas ketika menyadari bahwa tidak ada siapa pun di sampingnya.

Mungkin kemarin hanya mimpi semata, bersama suaminya.

Tanpa ragu, ia melangkah turun dari tempat tidurnya, kaki telanjang menyentuh lantai pualam. Tangan gemetar mencari pegangan pintu kamar, dan dengan hati-hati membuka knopnya. Kegelisahannya terasa di udara. Ruangan itu hening, hanya suara langkah-langkah ringan miliknya yang memecah kesunyian. Tatapan matanya mencari sesuatu yang mungkin terlewat. Namun, tidak ada kehadiran yang menjawab panggilan hatinya.

"Thyson!"

Sooya menggelegarkan suaranya dengan penuh keyakinan, berharap agar suara seorang pria dapat merespons. Mengikuti langkahnya turun ke tangga utama, kaki telanjangnya yang lelah menyentuh setiap anak tangga, sementara jemari lentiknya berpegang pada tralis, mencoba menjelajahi satu per satu anak tangga. Namun, kehampaan menyergap; tidak seorang pun terlihat di dalam rumah besar itu.

"Thyson, kembalilah!" Sooya lagi- lagi berteriak, masih berharap menemui kemunculannya, keringat nampak bercucur.

"Kumohon kembalilah...."

Perjalanan langkahnya membawanya hingga ia tiba di ambang pintu dapur, di mana tergambar pemandangan yang memikat: seorang pria dengan kedamaian menggarap peralatan makan di atas meja yang melimpah dengan aneka hidangan lezat.

Berbeda jauh dengannya, yang dirunduh rasa panik.

"Selamat pagi."

"Kau sudah bangun?" Sosok Vee menatap wanita yang mematung tak jauh darinya, melontarkan kata-kata dengan nuansa kekikukan, berupaya menyambut pagi ini dengan sapaan yang penuh keceriaan.

Sooya, terbangun dengan wajah yang belum sepenuhnya pulih. Tak berbohong, wanita itu benar- benar cantik meski dengan rambut acak- acakan, dan berhasil menggelitik tak karuan hati Vee dalam suasana pagi ini.

"Ayo makan. Aku sudah membuatkan sarapan untuk kita."

Sooya yang sebelumnya diselimuti keheningan, kini melangkah perlahan,  menuju sosok pria yang memancarkan pesona tak terelakkan meski hanya mengenakan baju kaos. Kesederhanaan pakaian tidak merusak daya tariknya. Berbeda dengan Sooya yang terhampar dalam keadaan berbeda, berbalut baju tidur seolah menciptakan kesan candaan alam dan wajah yang masih menyimpan jejak tidur. Pastilah penampilannya saat ini dirasa jelek oleh mata Thyson.

Berikut, wanita itu mengambil tempat di kursi di hadapan Vee. Sejenak, matanya menyapu pemandangan hidangan di atas meja, dahi berkerut seperti tanda pertanyaan yang menari di pikirannya.

Sejak kapan Thyson bisa memasak?

"Kau memasak semua ini?" Suara lembut Sooya mengalunkan tanya, mengerutkan dahinya heran.

Vee lantas mengangguk menanggapi. "Aku tidak tahu bagaimana rasanya. Kuharap ini enak." Pria itu terkekeh di akhir kalimatnya.

Selama tinggal di Kota Annecy, Vee sering kali menyajikan masakannya sendiri, tidak selalu mengandalkan makanan instan yang tidak dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama. Terpaksa, ia harus memasak sesekali untuk berhemat demi kebutuhan lainnya. Cestine, wanita yang kini jauh darinya, selalu memuji masakan yang dihidangkan Vee. Namun, situasinya mungkin berbeda dengan wanita yang berada di hadapannya saat ini. Vee hanya bisa berharap, agar masakannya dapat memenangkan selera Sooya.

Siapa kau sebenarnya?

Melihat wanita itu terdiam tanpa sepatah kata pun, menciptakan kegelisahan yang merayap di dalam hati Vee. Apakah mungkin Thyson tidak memiliki keahlian memasak? Dalam ingatannya, di buku panduan, Thyson dijelaskan sebagai seseorang yang mahir memasak, sesuai dengan kepribadian orisinal Vee.

Umbra MaritusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang