Attention (2)

55 11 0
                                    

"Yang tadi itu siapa?"

Jaemin menoleh ke arah pacarnya yang masih tertutupi oleh pintu loker. "Teman baru. Kelihatannya junior," jawabnya singkat. Setelah pintu lokernya tertutup, ia ulurkan tangan kepada Jia dan menggandengnya berjalan melewati lorong sekolah.

"Kalian terlihat dekat," tukas Jia. Langkah mereka terhenti pada pintu kantin. Menatap lautan manusia yang sedang berebut makanan dengan antrian panjang mengular.

"Ck, kita terlalu lama di atas."

Jaemin tertawa mendengar keluhan pacarnya itu. Ia menarik tangan Jia untuk mengikutinya ke meja tempat teman-teman mereka berkumpul. Di sana sudah ada dua porsi makanan yang siap di santap.

"Di mana Hendery?" tanya Jaemin setelah mempersilakan Jia untuk duduk terlebih dahulu. Teman-teman Jaemin yang lain hanya mengendikkan bahu atau menggeleng. "Biarkan dia, man. Mungkin bersenang-senang dengan pacarnya."

Salah satu porsi makanan itu ia geser ke hadapan Jia. "Okay. I assume he's not gonna eat this," ucap Jaemin sembari mengambil satu porsi makanan yang tersisa.

•••

Jeno baru saja duduk ketika Yangyang dan Haechan tiba-tiba menginvasi meja solonya. Bukan karena meja yang kecil dengan satu kursi, tapi karena Jeno sedang tidak dalam mood untuk berinteraksi dengan banyak orang.

"The hell. Senior-senior itu harusnya belajar mengambil makanan mereka sendiri!" keluh Yangyang begitu pantatnya menyentuh kursi.

"Siapa juga yang menyuruhmu join dengan klub hockey?" cibir Haechan

Jeno tak menghiraukan mereka dan fokus dengan nasi kari-katsunya. Ia cukup tahu siapa yang membuat Yangyang harus mengantri dua kali untuk mendapatkan jatah makan siangnya. Di seberangnya ada Jaemin yang baru saja datang dengan Jia. Duduk dan langsung mendapat jatah makan siang tanpa perlu mengantri.

"Hey Jeno! Bagaimana kabarmu?" tanya Yangyang sambil menyenggol lengan Jeno. Membuyarkan perhatiannya pada Jaemin dan gerombolannya.

"Hm?"

Jawaban Jeno tidak memuaskan Yangyang. Ia kembali menanyakan hal yang sama sambil bercerita dan makan. "It's been a while since the last time i saw you eat here."

"Well, aku cuma nggak merasa lapar dan membawa roti," jawab Jeno.

Yangyang baru akan mengeluarkan suara lagi ketika Jaemin tiba-tiba datang dan menepuk pundaknya. Membuat ia mendangak dan mendapati seniornya sedang tersenyum, seperti iblis. "Yangyang Liu, datanglah ke halaman belakang setelah jam terakhir." Lalu pergi begitu saja.

"Fuck!" serapah Yangyang begitu gerombolan tim hockey itu keluar dari kantin.

Jeno baru tahu, kalau Jaemin yang semanis itu bisa menyeramkan saat serius.

•••

"Kau diapakan?" tanya Jeno begitu melihat Yangyang kembali. Ia menonton perpeloncoan gerombolan tim hocket di halaman belakang sekolah, dari jendela lantai 3, selama 2 jam. Memperhatikan bagaimana Jaemin duduk santai dan memerintah beberapa junior untuk melakukan gerakan latihan fisik dalam jumlah yang sangat banyak.

"Hanya push-up dan lari. Mereka tak pernah memukuli," jawab Yangyang sambil menerima tas dari tangan Jeno. "Kau langsung pulang?"

Jeno menggeleng. "Aku menunggu klub renang selesai dan akan melakukan terapi."

"Di mana Haechan?"

"Pulang."

Yangyang berdecak keras sambil menendang kerikil di hadapannya. "Dia menyebalkan."

"Katanya ada pesta yang diadakan senior di tim football-nya. Jadi dia harus datang dan ikut mempersiapkan," terang Jeno.

Helaan nafas panjang keluar dari mulut Yangyang. Ia hanya mengangguk-angguk lalu diam. Ketika mereka sampai di depan pintu keluar, ia berpamitan pada Jeno dan pergi menuju rumah. Sementara Jeno kembali berjalan menuju kolam renang sekolah.

Sampai di kolam renang, ia langsung berganti pakaian menjadi celana pendek untuk renangnya. Mendudukan diri di pinggiran kolam dan membiarkan sebagian kakinya tercelup air. Menunggu guru renangnya datang sambil memperhatikan langit abu-abu dari jendela.

"Hai Jeno, maafkan aku terlambat. Tadi anakku tidak mau kutinggal bersama nanny," terang guru renang Jeno yang tiba-tiba datang. Membawa peluit dan papan dada, tanpa berganti pakaian menjadi baju renang. "Shall we start?"

Jeno memulai terapinya. Total waktu yang harus ia habiskan untuk berenang sekitar 2 jam dengan istirahat. Untuk melatih lututnya yang cedera agar dapat kembali digunakan secara maksimal. Harapannya begitu, tapi sudah setengah tahun ia melakukan terapi selambat-lambatnya ia berlari, lututnya tetap kembali sakit.

Setelah 1½ jam, ramai suara orang dari luar dan menerobos masuk ke dalam kolam renang. Suara sempritan guru renang Jeno juga menjadi ribut, bersamaan dengan suara cerewet wanita itu memarahi murid-murid senior yang menerobos itu. Jeno berhenti ketika sampai di pinggiran kolam dan memperhatikan sekumpulan senior yang sedang di tegur oleh guru renangnya.

"Ayolah Mrs. Will, biasanya kolam ini bisa kami pakai untuk renang kapan saja," tukas salah satu senior yang berdiri paling belakang. Guru renang Jeno berdecak. "Lagipula siapa yang berenang di musim dingin?!"

Senior-senior itu langsung menengok ke arah Jeno, yang sedang di dalam kolam. Membuat wanita itu kembali berdecak kesal dan membuat-buat alasan lain lagi. Ketika itu, Jeno mendapati ada Jaemin di tengah-tengah kumpulan senior tersebut. Tersenyum tipis ke arahnya dan melambaikan tangan pelan. Jeno hanya membalas senyum lalu melambaikan tangan juga.

Jaemin memberikan isyarat dengan menunjuk-nunjuk kolam renang. Jeno pikir seniornya itu sedang menanyakan kegiatannya. Ia tepukkan lututnya yang diangkat sedikit walau masih di bawah air. Kembali lagi, Jaemin memberi isyarat dengan berbicara tanpa suara. Menanyakan apakah Jeno keberatan jika mereka ikut berenang? Jeno hanya menggeleng dan melemparkan senyuman.

"Ma'am, kenapa kau tak membiarkan saja kami ikut berenang? Maksudku, Jeno bahkan tidak keberatan. Iya 'kan Jeno?" celetuk Jaemin. Sedikit-sedikit ia melirik ke arah Jeno dan mengembalikan atensi orang-orang ke arahnya. Jeno hanya mengangguk untuk menjawabnya. Saat ia akan bersuara, tenggorokannya serak dan berakhir hanya suara sumbang yang muncul.

"Bagaimana, ma'am?" tanya Jaemin ulang.

Wanita itu menengok ke arah Jeno, dan memastikan ulang. "Is it really okay? Bilang saja kalau mereka menakutimu," ucap guru renang wanita itu. Jeno hanya mengangguk dan membeli jempol tangan. Setelah itu, gerombolan senior itu langsung menceburkan diri dan mulai bermain air.

This Is How Falling In Love Feels LikeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang