Sakit

434 13 1
                                    

Selepas pulang dari warung ibu narti, Sebastian lebih memilih pulang dari pada melanjutkan nongkrong bareng temannya. Dia rasa dia perlu istirahat, capek mikirin keluarga, sekolah, dan Cakra tentunya

Ya, semenjak Elang dan dia bersama tadi dia tak henti-hentinya membayangkan wajah Cakra. Pikiran nya sudah di penuhi oleh wajah cakra, dia juga tidak tau apa yang terjadi dengan dirinya, mengapa akhir-akhir ini dia memikirkan cakra terus?

Sudah lah, mendingan dia pulang. Lagian suhu tubuhnya agak hangat, tadi dia menelpon Bastian di sekolah dan meminta pada kakak sulungnya itu untuk mengizinkan nya pulang dengan alasan tidak enak badan

.

.

.

.

.

"Tian pul--" ucapannya terhenti kala mendengar suara benda pecah disertai teriakan bunda nya daru arah dapur, Sebastian langsung berlari menuju dapur. Takut takut jika bunda kenapa-napa

"Bunda, bunda kena--" kerongkongannya terasa kering, lidahnya kaku, tatapannya tertuju pada gelas dan piring yang berserakan di lantai, dan darah?

"DASAR ISTRI TIDAK BERGUNA! MASAK GINI SAJA KAMU TIDAK TAU!" seorang pria lanjut usia yang masih terlihat cukup awet muda itu membanting satu piring ke lantai

"KAMU ITU MAU NYA APA SIH MAS?! AKU UDAH MASAK SUSAH SUSAH LOH!!" Wanita itu, bunda Sebastian dan Bastian, wanita yang telah berjuang hidup dan mati hanya untuk melahirkan mereka kini menangis di hadapan sang suami. Rasa sakit menyerang Sebastian kala melihat bunda nya menitihkan air mata. Bundanya, orang yang selalu menyembunyikan tangis dan sakitnya dalam diam.

"MELAWAN KAMU YA?! DASAR ISTRI TIDAK BERGUNA!" Tangan nya ia layangkan berniat menampar istrinya itu sampai sebuah suara menghentikannya

"AYAH BRENGSEK!" Pemuda yang masih menggunakan seragam sekolah dan menggendong tas nya itu meneriaki kata yang sama sekali tak pernah ia katakan pada orang tua. Ya, dia adalah Sebastian

"LO TERLALU BRENGSEK BUAT DI SEBUT SEBAGAI AYAH! LO COWOK PENGECUT!" Dia gemetar, dadanya terasa sesak, matanya seolah siap menangisi segalanya

"DASAR ANAK KURANG AJAR! SAYA TIDAK MENGAJARI MU SEPERTI ITU YA BADJINGAN!" Pria itu, atau kita sebut saja Revran-ayah Sebastian dan Bastian- menarik tangan Sebastian menuju ruang tamu

Dia mengambil sebuah tongkat besi di belakang pintu dan mendorong tubuh Sebastian ke lantai, tongkat besi itu dia layangkan ke tubuh kecil Sebastian yang gemetar menahan sakit di dadanya.

"AKH!" Sebastian mengerang sakit kala sebuah tongkat keras dan kokoh itu bersentuhan secara tidak lembut pada tubuhnya

Pukulan demi pukulan di layangkan revran pada anak bungsunya itu, anak yang dulu dia sayang sayang, dia ajak jalan-jalan di sekitar taman, dia manja, dia pamer kan wajah imutnya pada keluarga dan tetangganya kini tak lagi sama. Luka memar bewarna biru keunguan memenuhi tubuh anaknya, tangisan pilu yang menggambarkan rasa sakitnya itu terus keluar dari mulut anak nya. Miris, ayah macam apa itu

Setelah merasa cukup puas memukuli anaknya dia kemudian pergi meninggalkan rumah begitu saja membiarkan anaknya tergeletak kesakitan di tengah ruang tamu berlapis keramik yang dingin

Nasya, bunda nya kini sudah lemas. Kakinya tak sanggup menopang berat tubuhnya kala melihat penderitaan anak bungsunya, sakit sekali hatinya melihat anak yang dulu dia perjuangkan kelahirannya antara hidup dan mati dengan mudahnya di pukuli oleh orang yang dulu sangat menantikan kehadiran buah hatinya itu.

Dia berjalan tertatih-tatih menuju Sebastian, memeluk erat tubuh anak cowok yang sudah lemas menahan sakit yang menjalar di sekujur tubuhnya

"Maaf... Maafkan bunda sayang.." Nasya menangis dalam pelukan anaknya, dia terus melafalkan kata 'maaf' yang tiada henti sembari terus mengeluarkan air mata

Jatuh cinta Ketua Paskibra?[BXB]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang