Jangan Ganggu Dia

5 4 0
                                    

Roni bolak balik memeriksa tiap sudut rumah Satria, bahkan dia merasa bahwa dia hanya berputar-putar di tempat saja. Tiap kali dia sudah berada di depan pintu masuk rumah itu, dia akan kembali ke kamar Satria.

Persis seperti saat dia memasuki taman labirin, yang ada di taman bermain pusat kota. Entah sudah berapa kali Roni mengitari rumah Satria. Tentu dia tidak menemukan Satria, jangankan keberadaan sahabatnya itu. Ayah dari sahabatnya itu pun tidak terlihat lagi batang hidungnya.

"Loh, Om Handoko kok belum balik-balik? Apa gue susul aja kali ya." Baru saja Roni berbicara demikian, dia bisa membuka pintu rumah tersebut.

Sudah hampir sejam lamanya Roni menunggu kepulangan Handoko, tapi ayah dari temannya itu tak kunjung datang. Dengan jarak rumah yang dituju juga tidak begitu jauh, tiga menit juga sampai. Akan tetapi ayah dari Satria itu masih belum juga kembali.

Firasat Roni tidak enak, Satria saja masih belum diketahui hilang ke mana. Sekarang ayah Satria juga entah ada di mana. Pemuda itu berjalan dengan tergesa-gesa. Makin dekat dirinya dengan rumah itu, perasaan tidak menyenangkan itu makin kuat.

"Kenapa perasaan gue nggak enak gini, gue jadi ngerasa bakal terjadi hal buruk. Sialan..." gumam Roni.

Tanpa Roni sadari, di belakangnya ada sosok laki-laki tua yang tengah membuntutinya.

"Kamu mau ke mana, Nak?" tanya seorang laki-laki paruh baya yang tadi mengikutinya dan kini menghentikan langkah Roni.

"Hm... Begini, Pak. Om saya sejam yang lalu bilang mau ke rumah itu, tapi sampai sekarang belum pulang juga. Saya khawatir, makanya mau nyamperin."

Roni bingung apa yang harus dia katakan lagi, pasalnya kejadian yang menimpa ayah Satria dan Satria hanya dia yang tahu. Dia juga tidak tahu harus menceritakan dari mana. Dilihatnya laki-laki tersebut, kalau dari luarnya memang terlihat seperti orang baik. Akan tetapi Roni tidak bisa percaya dengan tampilan luar orang, apa lagi dia belum mengenal orang tersebut.

Ibunya sering menasihati dirinya untuk selalu waspada terhadap orang yang baru dikenal, tidak masalah jika dianggap sombong. Sebab bagaimanapun keselamatan diri sendiri jauh lebih utama.

"Jangan panggil aku Pak, panggil aku Mbah Joko," balasnya.

"Kamu yakin Om kamu ke rumah ini? Kalian yang baru pindah di rumah Mbah Sarno ya?" tanya laki-laki itu sejurus kemudian.

Roni mengangguk, ya walau bukan dirinya yang pindah ke rumah kakek Satria. Namun dia tidak berbohong sepenuhnya. 

Lelaki paruh baya itu kembali terdiam dan menatap lekat pada Roni. Seakan dia hendak mengatakan sesuatu tapi tidak juga diungkapkan.

"Anu, Pak, eh Mbah Joko. Kalau Mbah Joko tidak ada keperluan lain, saya mau melanjutkan niat saya. Permisi," ucap Roni.

Roni tidak menunggu persetujuan dari orang yang mencegatnya, dia kembali melangkah. Baru empat langkah kakinya beranjak dari hadapan laki-laki itu, tapi tiba-tiba laki-laki itu memegang lengan baju Roni.

"Aku tidak yakin Om kamu ada di rumah tersebut. Rumah ini sudah cukup lama kosong, bahkan aku sendiri tidak yakin apakah ada orang atau tidak di dalam. Kenapa kamu repot-repot mencari om kamu?" tanyanya lagi.

Walau agak jengkel, tapi Roni masih meladeni laki-laki tua tersebut. Pemuda itu berhenti sejenak dan dia menatap langsung laki-laki yang sekarang telah berjalan sejajar dengannya.

"Saya paham apa yang Anda maksud, tapi saya tidak peduli dengan itu semua. Apa yang penting sekarang, saya harus menemukan om saya dulu."

"Jangan pergi ke sana, atau kamu tidak akan bisa kembali lagi seperti sahabatmu....!" Tegur laki-laki tua tersebut. Namun sayangnya Roni mengabaikan peringatan dari lelaki tua itu. Buktinya walau beberapa kali  orang itu memanggil  Roni, tapi diabaikannya. Hingga Roni akhirnya sudah berdiri di depan pintu rumah Sekar.

Tok... Tok... Tok...

"Permisi! Apa ada orang!"

"Permisi...!" Panggil Roni sambil beberapa kali menggedor pintu rumah Sekar.

Roni menunggu cukup lama berharap pintu kayu itu terbuka. Namun sayangnya, tidak ada yang membukakan pintu tersebut.

"Apa benar rumah ini kosong tidak berpenghuni? Lalu yang dilihat Satria itu apa? Masa sih hantu?" gumam Roni sambil menepis kegelisahan dihatinya.

Sementara matahari mulai beranjak menuju temp  peraduannya, Roni juga dbelum bisa menemukan dSgatria maupun ayah Satria.

Roni berjalan mengitari area luar rumah Sekar, halaman yang tidak terurus dipenuhi rumput liar yang tumbuh dengan subur menjulang tinggi. Menambah kesan seram pada rumah Belanda tersebut. Roni sudah memastikan tiap bagian luar rumah Sekar, tapi dia tetap tidak menemukan pintu masuk ke dalam rumah itu.

"Apa yang harus gue lakuin kalau kayak gini? Sebenarnya Satria dan ayahnya ke mana?"

Sekar ( Penghuni Rumah Nomor 13 )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang