BAB 11

187 26 6
                                    

Author's POV

Siang ini, Juna dan kawan-kawannya duduk berkumpul di taman sekolah menikmati angin sepoi-sepoi. Mereka bolos pelajaran, kecuali Bagas dan Raehan yang baru saja selesai olahraga dan belum lama bergabung dengan mereka.

"Perasaan akhir-akhir ini BT banget dah. Gak ada ajakan balap apa?" tanya Raehan.

"Eh, itu kemaren kata si Aji ada yang ngajak kita balap. Anak mana tuh Ji?" tanya Beni, membuat atensi mereka semua tertuju ke arah Aji. Tapi yang menjadi pusat perhatian malah senyum-senyum sendiri dengan atensi tertuju ke arah lapangan.

"Kenapa lagi ni anak?" tanya Shafiq panik. Ia sontak berdiri dan mundur dua langkah menjauh dari Aji. Diikuti Bagas, Farhan dan Daniel.

"Bukannya kemarin dia udah dijampe-jampe sama guru agama?" tanya Beni.

"Jangan-jangan ... setannya masih belum pergi dari tubuh si Aji," ucap Daniel dengan wajah ngeri, sebagai yang paling penakut soal hal semacam ini.

Jadi, kemarin itu AJi kerasukan di ruang musik waktu pelajaran seni budaya. Maklum lah, dia itu kelewat aktif alias tak bisa diam, berisik dan suka bicara sembarangan. Mungkin hantu penunggu ruang musik naik pitam karena semua tingkahnya itu. Sampai akhirnya Aji kerasukan.

Tapi untungnya, kemarin guru agama langsung datang membacakan doa-doa waktu Aji tertawa bak kuntilanak dengan mata melotot sampai membuat anak seisi kelas ketakutan.

"Wo-woy!"

Farhan mencolek bahu Aji dengan takut-takut. Yang dicolek masih tak merespon dan tetap asyik senyum-senyum sendiri sambil melihat ke arah lapangan.

Juna yang keheranan langsung mengikuti arah pandang Aji. Begitu juga dengan yang lain. Dan mereka menemukan Naya tengah berdiri di depan wastafel yang terletak di pinggir lapangan. Gadis itu melepas kacamatanya dan membetulkan ikatan rambut panjangnya, sebelum membasuh wajahnya yang berkeringat karena baru selesai olahraga.

"Astaga ... kirain kenapa, taunya ngeliatin si babu." Daniel geleng-geleng kepala, tak habis pikir.

"Cantik banget ih. Tuhan, saya mau jadi jodohnya," ucap Aji membuat kawan-kawannya sontak melirik ke arah Juna yang jelas-jelas pernah memarahinya gara-gara mengaku menyukai Naya.

Bugh!

"SYAITON!" pekik Aji waktu punggungnya kena tepok Juna kelewat kencang.

"ITU SI BENI NANYA, ANAK MANA YANG KEMARIN NGAJAK KITA BALAPAN? KUPING LO TUH DIPAKE, BODOH!" maki Juna mendadak emosi. Semua kawannya sampai terperanjat kaget karena ia mendadak nge-gas.

Baru Aji hendak menjawab, Juna malah melangkah pergi dengan wajah kesal bak cewek PMS. Semua kawannya beranggapan bahwa Juna sekesal itu karena salah satu kawannya menyukai Naya. Tapi Bagas sebagai satu-satunya yang tahu soal kesalahpahaman Juna sontak menatap kepergian laki-laki itu dengan penuh curiga.

Di sisi lain,

Naya yang masih memakai pakaian olahraga hendak menuju kelasnya waktu sebuah pesan masuk ke ponselnya. Ternyata dari Juna.

'Ke rooftop sekarang!'

Naya mengernyitkan dahinya. Ada apa kali ini? Pikirnya. Terakhir kali mereka bicara berdua di rooftop adalah waktu Juna akhirnya mau memakan bekal pemberian Ibunya Naya. Setelah itu, Naya selalu mengantarkan bekal untuk Juna ke markas tepat setelah bel berdering karena katanya laki-laki itu bosan makan makanan kantin sekolah. Belakangan ini juga ia belum pernah memerintah Naya melakukan segala macam hal, yang membuat Naya bersyukur sekali.

Naya bergegas menuju rooftop. Dalam hati ia berharap bahwa Juna akan tetap bersikap seperti belakangan ini alias tidak rese. Sepertinya suasana hati laki-laki itu sedang bagus belakangan ini.

Babu || Kim Junkyu (Re-write)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang