World No. 6 : Benar-Benar Sakit

41 4 0
                                    

Seperti biasanya di hari pertama tahun ajaran baru, kegiatan belajar mengajar belum benar-benar dimulai, dan waktu pulang sekolah pun menjadi beberapa jam lebih awal.

Jika bel pulang sekolah biasanya baru akan terdengar di telinga para penghuni sekolah ini pukul 2.15 siang, hari ini para siswa-siswi Lazuli High School bahkan sudah mulai berhamburan keluar dari pintu gerbang utama saat waktu masih menunjukkan pukul 10 pagi.

Ya... walaupun itu tidak berlaku bagi beberapa manusia yang saat ini justru berhimpun di ruangan paling ujung lantai 2 Gedung Emerald.

Presensi para anggota OSIS masih terdapat di sana —mungkin karena masih ada satu dan lain hal yang perlu dibicarakan, dan barulah sekitar pukul 10.45, pintu ruangan itu terbuka dan manusia-manusia di dalam sana mulai terlihat melangkahkan kakinya ke luar.

"Mau langsung pulang?" sang Wakil Ketua melontarkan kalimat tanya pada Ketua-nya, tak sampai sedetik setelah manusia-manusia lain selain mereka berdua keluar dari sana dan mereka dipastikan hanya tinggal berdua saja di ruangan itu.

"Kayaknya, iya. Kenapa? Lo mau minta ditemenin modusin mbak-mbak barista di kafe sebelah?" balas Ren tanpa beban, yang kemudian dihadiahi dengan lemparan bola kertas oleh sahabatnya hanya dalam hitungan sepersekian detik setelahnya.

"Sembarangan! Gue nggak doyan modus, ya!" protesnya setelah berhasil mendaratkan sisa potongan kertas HVS yang tadi dirematnya ke dada Ren.

"Tapi emang cantik, sih." sambung Rio dengan tanpa dosanya, memicu Ren untuk ganti menghadiahi lemparan bola kertas untuk sahabatnya, yang kemudian dibalas dengan pelototan mata oleh Rio.

"Ya udah kalau lo mau pulang. Gue nongkrong sendiri aja di kafe sebelah. Bye!" ucap Rio pada akhirnya, lalu cepat-cepat mencangklong tas punggungnya di pundak kanan dan menghilang dari hadapan Ren tanpa babibu lagi.

Sedangkan Ren, hanya bisa geleng-geleng kepala melihat kelakuan manusia yang sialnya sudah ia kenal dekat sejak kecil itu, sebelum kemudian mulai membereskan barang-barangnya untuk segera meninggalkan area sekolah.

🌎🌍🌏

"Cio?"

Abel —Fabella Ranietta, ibu angkat Feriscio Patradira sekaligus ibu kandung Savendra Nanggara itu, menyebut nama anak angkatnya kala presensi Cio tertangkap oleh kedua netranya sesaat setelah anak itu membuka pintu depan rumah mereka dan menutupnya kembali.

"Udah pulang kamu, sayang?" wanita paruh baya itu berdiri dari sofa di ruang tamu yang sedari tadi didudukinya, lalu mendekat ke arah anak angkatnya yang raut wajahnya terlihat lumayan kusut itu hingga mereka berdua hanya tinggal berjarak satu langkah lagi.

"Kamu beli seragam baru? Yang tadi pagi kenapa?" tanya Abel yang sesaat kemudian menyadari bahwa warna seragam yang dikenakan anak angkatnya masih belum memudar sedikit pun, juga aroma pewangi pakaian yang biasa mereka gunakan sama sekali tidak tercium di seragam itu.

Cio tak membalas dengan sepatah kata pun, namun tangannya bergerak untuk membuka ritsleting tas yang tercangklong di bahu kirinya, lalu mengeluarkan seragam yang tadi ternodai debu tanah dari dalam situ dan menyodorkannya pada ibu angkatnya.

Dan Abel, hanya mengulas senyum tipis yang justru terlihat memilukan kala melihat benda berbahan dasar kain yang disodorkan anaknya itu.

Abel tahu persis, apa yang anak itu lakukan hingga seragamnya penuh dengan bercak kecoklatan.

"Tadi aku liat dia di makam Vendra."

"Dia?"

"Darel."

The World will Never Revolve Around YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang