World No. 13 : Tidak Punya Hak untuk Menilai

40 5 0
                                    

Minggu pertama tahun ajaran baru telah berakhir. Kegiatan belajar mengajar akan kembali berjalan seperti biasa di hari Senin ini. Untuk itu, tidak ada lagi alasan bagi para murid yang berstatus sebagai kakak kelas di Lazuli High School untuk tidak menampakkan batang hidungnya di sekolah ini —termasuk Keinan Laverio.

Anak itu sudah terlihat menginjakkan kakinya di area sekolah sekitar 15 menit sebelum bel masuk berbunyi.

Sebenarnya, ia ingin mencari huru-hara lagi dengan sang Ketua OSIS. Tapi berhubung manusia bernama Arvelux Andrewinata yang saat ini turut melangkahkan kaki di sebelahnya itu mengancam akan memotong uang jajannya jika ia berulah macam-macam lagi di sekolah hari ini, ia memutuskan untuk menurut saja dan menjadi anak baik hari ini.

Ingat, hanya hari ini. Karena kata keterangan waktu di kalimat ancaman Arvel, jelas-jelas adalah 'hari ini'.

Jadi, tidak apa-apa kan, kalau Kein berulah di hari lain selain hari ini?

"Vel, lo ke kelas duluan aja. Gue mau ke toilet dulu." Kein menyeletuk kala pintu masuk area toilet sekolah yang terpampang gambar 🚹 tertangkap oleh kedua netranya beberapa langkah setelah dua manusia itu melewati pintu gerbang kedua.

Arvel hanya melirik sejenak ke arah adik angkatnya itu, sebelum kemudian mengangguk-angguk singkat dan melanjutkan langkahnya menuju Gedung Amethyst di mana kelas XI-EXC berada.

Setelah presensi Arvel tak terlihat lagi, Kein mengarahkan pandangannya ke arah seseorang yang sedari tadi menarik fokus kedua netranya dan kemudian tersenyum sinis, lalu melangkahkan kakinya mendekati manusia itu.

Katakanlah Kein berdusta soal keinginannya untuk ke toilet tadi. Karena jika kakak angkatnya itu ada di dekatnya, ia tidak mungkin bisa sesuka hati mendekati manusia yang baru saja ia hadang langkahnya dan saat ini berada di hadapannya.

Manusia yang sama dengan manusia berseragam SMP yang dihukum bersamanya di lapangan di hari pertama tahun ajaran baru —Vexanta Atriaz.

Ya... walaupun sekarang anak itu sudah mengenakan seragam SMA yang sama dengannya, sih.

"Hai, Vexa." sapa Kein pada manusia di depannya —dengan nada yang terdengar seperti sebuah ejekan di telinga manusia yang menerima sapaannya.

Sedangkan yang disapa, hanya mengamati sosok di depannya dalam diam, sembari mengingat-ingat apakah ia pernah bertemu dengan manusia ini atau tidak.

Ah, ya. Vexa ingat. Walaupun sudah 6 tahun berlalu dan wajah manusia di depannya kini terlihat lebih dewasa, Vexa ingat siapa manusia ini.

Manusia yang datang bersama seorang wanita dan seorang anak laki-laki lain ke rumah Avio Rhodelta 6 tahun yang lalu, yang kemudian mendapat pengusiran mentah-mentah dari ayah tirinya.

Kalau Vexa tidak salah ingat, saat itu wanita itu menyebut manusia di depannya ini dengan nama... Kein?

"Enak ya, hidup lo?" ucap Kein memecah keheningan di antara mereka berdua, sebelum kemudian mengulas senyum sinis.

"Punya keluarga harmonis, kaya raya, disayang nyokap, disayang ayah tiri, disayang kakak tiri, tinggal di rumah mewah, disekolahin di sekolah elite... enak banget hidup lo!"

Mendengar kata-kata yang terlontar dari mulut Kein, Vexa hanya bergeming, walaupun hatinya mati-matian mengumpati manusia di depannya ini.

Memangnya, manusia ini tahu apa soal hidupnya? Atas dasar apa manusia ini menilai bahwa hidupnya penuh dengan kebahagiaan?

Seharusnya, manusia yang bahkan hanya secara tidak sengaja melihat presensinya di rumah ayah tirinya 6 tahun yang lalu, sama sekali tidak punya hak untuk menilai kehidupannya.

The World will Never Revolve Around YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang