World No. 16,5

44 2 12
                                    

26 Agustus 2007

Laki-laki yang di hari Minggu pagi itu berdiri di dekat pintu kedatangan domestik, melongak-longok mengamati sekitar sembari sesekali memeriksa posisi kedua jarum di mesin penunjuk waktu yang melingkar di hasta tangan kirinya.

Sahabatnya yang tidak ia jumpai selama kurang lebih 10 tahun yang beberapa hari yang lalu menghubunginya dengan nomor tak dikenal dan meminta tolong padanya untuk menjemput di Bandar Udara Internasional Sultan Syarif Kasim II, Pekanbaru, Riau itu seharusnya sudah tiba beberapa menit yang lalu, pukul 7 lewat 45 menit.

Apakah penerbangannya dari Jakarta mengalami delay?

Sesaat setelah ia lagi-lagi menundukkan kepalanya demi memeriksa posisi jarum jam di tangannya, satu tepukan pelan mendarat di pundak kirinya, membuat laki-laki itu —Kenandri Patradira, refleks menegakkan kepalanya dan menolehkannya ke kiri.

"Nungguin, ya?"

Dan hal pertama yang menyambut Kenan kala ia menolehkan kepalanya, adalah senyum yang diikuti oleh pertanyaan retoris dari manusia yang sedari tadi ia tunggu-tunggu kedatangannya —sahabatnya, Meivara Laveria.

Menuntut ilmu di sekolah yang sama sejak tahun pertama sekolah dasar hingga tahun terakhir sekolah menengah atas, cukup untuk membuat Kenandri Patradira dan Meivara Laveria memiliki hubungan dekat. Tapi sekitar sepuluh tahun yang lalu, mereka terpaksa harus terpisah jarak karena Meiva memilih untuk bertolak ke Jakarta demi meraih gelar sarjana di perguruan tinggi impiannya, diselingi kerja sampingan untuk mulai mengumpulkan pundi-pundi bagi dirinya sendiri saat usia mereka baru menginjak 18 tahun.

Setelah lulus kuliah pun, Meiva tak kunjung kembali ke Pekanbaru dan memilih untuk mengembangkan karirnya di Jakarta, hingga mereka hanya bisa menjaga hubungan baik melalui aplikasi chat dan media sosial masing-masing.

Tapi walaupun mereka sudah saling mengenal begitu lama, sayangnya cinta romantis tidak pernah hadir di antara mereka. Keduanya, jauh lebih nyaman untuk menganggap satu sama lain sebagai sahabat.

"Ya iya, lah! Kalau nggak nungguin kamu, aku ngapain di sini? Enakan rebahan di kamar sambil nonton anime." timpal Kenan santai, membuat yang bertanya seketika melunturkan senyumnya, memutar bola matanya malas, dan berdecak kesal.

Sedangkan yang memberi jawaban, justru dengan tanpa dosanya terkekeh geli atas reaksi sahabatnya.

"Ya udah, yuk. Sini, aku bawain kopernya." ucap Kenan kemudian, lalu meraih dua tas koper beroda ukuran besar yang tadi digeret oleh kedua tangan Meiva untuk dibawa hingga masuk ke bagasi mobilnya.

Dua manusia itu kemudian mendudukkan diri di jok mobil bagian depan, dan setelahnya berkutat dengan sabuk pengaman masing-masing sembari yang duduk di sebelah kanan kembali berkata-kata.

"Kamu mau langsung pulang, atau mau ke mana dulu? Tenang aja, pokoknya aku siap jadi supir kamu hari ini."

Mendengar kalimat-kalimat yang dilontarkan sahabatnya itu, Meiva terkekeh pelan.

Ah, untung saja laki-laki di sebelahnya ini masih sendiri. Jadi, tidak ada wanita lain lagi yang Meiva sakiti karena sepertinya, ia harus bersama dengan Kenan sepanjang hari ini.

Ya. Di usianya yang ke-28 tahun ini, Kenan sama sekali belum pernah memiliki kekasih, apalagi istri.

"Nyari sarapan dulu kali, ya? Terserah kamu deh, mau makan di mana. Aku yang traktir, sebagai ucapan terima kasih karena kamu udah mau aku gangguin hari Minggu-nya."

Tawaran menggiurkan itu, jelas tidak akan ditolak oleh Kenandri Patradira.

Kenan kemudian memajukan bibir bawahnya dan mengangguk-angguk santai,

The World will Never Revolve Around YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang