World No. 26 : Usaha yang Sia-Sia

32 4 0
                                    

Kriiiiiiiinnnnngggg.

Keinan Laverio menghela nafasnya pelan kala dering bel yang menandakan pergantian jam pelajaran ke-5 ke jam pelajaran ke-6 merangsek masuk ke telinganya.

Memanfaatkan sisa jam pelajaran ke-5 yang juga kosong berhubung jadwal pelajaran Geografi di kelas XI-EXC hari ini berada di jam pelajaran ke-4 dan ke-5 berturut-turut, Kein berusaha mencari presensi kakak angkatnya ke seluruh penjuru sekolah —berhubung manusia itu dan juga tasnya tidak Kein dapati keberadaannya setibanya ia di kelas setelah berhasil mengumpulkan kembali tenaganya.

Tapi bahkan setelah jam pelajaran ke-5 berakhir, Kein tetap tak berhasil menemukan keberadaan manusia itu.

Kunci mobil yang mereka pakai masih berada di tangan Kein. Seharusnya, kakak angkatnya itu tidak kemana-mana, kan?

Atau mungkin iya?

Kein berdecak pelan, sebelum kemudian memutuskan untuk membawa langkahnya kembali ke kelasnya.

Setidaknya jika kakak angkatnya itu memang benar-benar sudah tidak berada di sekolah ini, Kein bisa meminjamkan buku catatannya di jam-jam pelajaran terakhir ini pada Arvel, atau memberitahukan hal-hal penting dari guru-guru yang mengajar atau dari pihak sekolah yang sekiranya harus manusia itu dengar nanti.

Setidaknya kali ini, Kein tidak ingin membuat perseteruannya dengan Arvel bertambah panas jika sampai kakak angkatnya itu tahu bahwa ia ikut-ikutan melarikan diri dari sekolah sebelum kegiatan belajar-mengajar hari ini berakhir.

🌎🌍🌏

"Perasaan ini masih jam sekolah, deh. Lo ngapain ke sini?"

Karnel Andrewinata menyeletuk, kala dilihatnya salah satu dari adik sepupunya itu memunculkan batang hidungnya di Eclipse Coffee & Eatery —padahal waktu masih menunjukkan sekitar pukul 10.30 siang.

Tak berniat menanggapi dengan sepatah kata pun, Arvel hanya melirik sekilas ke arah kakak sepupunya itu kala langkahnya sudah tiba di dekat meja barista, sebelum sepersekian detik kemudian langkahnya ia bawa ke arah tangga untuk menuju ke ruangannya di lantai 2.

"Astaga, Vel! Muka lo—" celetukan kedua —kali ini dengan nada penuh keterkejutan yang terlontar dari mulut Karnel, serta merta membuat Arvel menghentikan langkahnya, lalu menghela nafasnya pelan.

Ah, sial.

Padahal, Arvel sudah berusaha untuk berdiam diri saja agar luka-luka di wajahnya ini tak sampai ketahuan. Tapi rupanya, penglihatan Karnel tidak bisa ia kelabui begitu saja.

Karnel mengamat-amati bocah itu dalam diam —sejenak, kemudian beranjak dari tempatnya berdiri untuk mendekati adik sepupunya yang kaki kanannya sudah berada di anak tangga pertama itu.

"Lo berantem di sekolah?"

"Iya. Kurang lebih."

"Biar apa? Biar tau rasanya dipanggil ke ruang BK? Atau biar dikeluarin dari sekolah? Hm?" sarkas Karnel kemudian, yang kesudahannya hanya berakhir menguap di udara berhubung Arvel kembali melanjutkan langkahnya menaiki tangga tanpa sedikit pun membalas ucapan kakak sepupunya —yang jelas saja memicu decak kesal keluar dari mulut Karnel.

"Arvel!"

🌎🌍🌏

Kein buru-buru melepas sabuk pengamannya, membuka pintu mobil di sebelah kanannya dan menginjakkan kakinya di atas hamparan paving block yang menjadi area parkir Eclipse Coffee & Eatery setibanya di sana, menutup kembali pintu mobilnya, kemudian cepat-cepat melangkahkan kakinya masuk ke bagian dalam kafe yang setengahnya adalah miliknya itu.

The World will Never Revolve Around YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang