Selamat tinggal, Disa.

507 51 61
                                    

-2007

Sekolah dipulangkan lebih awal dari biasanya, dikarenakan sedang mempersiapkan ruangan untuk try-out kelas 12 di hari esok, sehingga para murid sudah dipulangkan dari jam 12 siang. Teriknya matahari sangat terasa di kepala Disa dan Bella yang sedang menunggu datangnya angkutan umum, ditambah lagi bulan ini merupakan puncaknya musim kemarau di Indonesia, membuat sekitaran mereka terasa begitu gersang dan suhu rasanya semakin panas menyengat.

"Nggak bisa, nih, Ca, kita harus jalan ke depan buat dapet angkot." Ajak Bella tak tahan menunggu dipinggir sekolah, terhitung sudah 20 menit berlalu, mereka belum juga mendapati angkutan umum yang kosong, semua yang datang sudah penuh dan hanya bisa dinaiki murid laki-laki, karena yang tersisa hanyalah posisi berdiri di pintu angkutan umum saja.

"Panas, Bell, jalannya , nggak kuat, ah, udah di sini aja." Rengek Disa menolak ajakan Bella barusan.

"Berdiri di sini lebih nyiksa, ya, Disa, sampe jam 2 juga tetep aja nggak dapet, orang bentrok pulangnya sama anak SMP sana."

"Ah, Bell, panas...."

"Di sini makin gila kita, Ca, karena panas."

"Jalan lebih gila, Bell, liat lagi terik gini."

"Ca, gosong ieu beunget aing nungguan angkot penuh wae" jawab Bella menggunakan bahasa sunda, Disa tak mengerti dengan kalimat Bella barusan, "Muka aing gosong kelamaan nunggu di sini. Udah, ah, ayo, jalan." Lanjut Bella menjelaskan.

Walau berat sekali rasanya untuk melangkah, Disa akhirnya mengikuti keinginan Bella, ia berjalan sembari menutupi wajahnya agar tak terpapar sinar matahari secara langsung, mengingat wajahnya sangat sensitif dan akan mengalami kemerahan yang cukup parah apabila lama terkena sinar matahari.

"Ah, elah, tipes lagi ini, mah, gue, Bell, pulang-pulang." Gerutu Disa saat berjalan, Bella terkekeh mendengar itu, membayangkan konyolnya Disa apabila nanti masuk rumah sakit karena berjalan ke depan jalan raya.

Tak lama dari itu, terdengar suara bising dari knalpot motor di belakang mereka, Bella yang peka dengan bunyi tersebut segera menghentikan langkah kakinya, melihat ke arah belakang, "Itu rombongan Jepri, Ca, Ya Allah, Alhamdulillah dateng juga bala bantuan-MU." Seru Bella bahagia, berbeda dengan Disa yang kini cemas bercampur penasaran melihat Jeffrey yang semakin dekat kepada mereka.

"Ayo, Ca, kita akhiri perjuangan ini, kita bakalan dibonceng sama Jepri dan kawan-kawan." Ucap Bella semangat sekali menanti Jepri berhenti untuk menjemput mereka.

"Tau aja panas gini— kok, cuma dilewat?" ujar Bella memelan saat dilihatnya Jeffrey hanya melewati mereka saja, tanpa berhenti dan menawarkan jok belakang motornya kepada Disa, seperti yang biasanya Jeffrey lakukan selama ini.

"WOY, JEP, INI ADA DISA, LOH, NGGAK KELIHATAN, KAH?" Teriak Bella, masih berusaha untuk mendapatkan tumpangan ke jalan raya besar.

"Ca, kok, dia cuma lewat aja, sih?" tanya Bella kepada Disa yang kini terlihat melamun memperhatikan motor Jeffrey dan teman-temannya yang semakin menjauh dari mereka.

"Masa, sih, dia nggak lihat lo? Nggak mungkin, ah, gue juga udah lambai-lambai tangan, kok, tadi." Bella masih tak percaya dengan apa yang terjadi barusan.

"Udah, yuk, lanjut jalan, dikit lagi sampe, kan." Balas Disa pada akhirnya, dan berjalan mendahului Bella.

Sudah seminggu lebih kejadian dibuangnya pemberian Jeffrey, namun nampaknya, sampai hari ini Jeffrey masih menyimpan amarah kepada Disa. Terbukti juga dengan Jeffrey yang tidak lagi mengirimi Disa pesan di Facebook juga saat mereka berpapasan di sekolah, Jeffrey memilih untuk pura-pura tak melihat Disa, bahkan tak jarang juga Jeffrey memilih jalan lain saat melihat Disa ada di depannya.

Jeffrey, Disa dan Persib BandungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang