Mimpi yang terwujud, sekaligus ditinggalkan

472 35 44
                                    

-2022

Lantunan lagu Andra and The Backbone yang berjudul sempurna terdengar telah diputar hampir empat kali oleh Café yang sedang Disa kunjungi sepulang kerja. Nampaknya yang bertugas untuk memutarkan lagu di Café tersebut sedang kasmaran, sehingga lantunan lagu Sempurna tak henti-hentinya diulang. Sigit, salah satu dari kumpulan yang berada di meja tersebut sempat ingin protes, dan meminta untuk diputarkan lagu lainnya, namun segera ditahan oleh Disa.

"Diem, sih, Git, gue lagi enjoy gini dengerin lagunya." Kata Disa menahan temannya itu untuk mendatangi salah satu waiters di sana. "Hehehe, makasih, itung-itung nostalgia jaman SMA dulu, kan." Ucap Disa lagi saat Sigit kembali duduk mengurungkan niatnya.

Di setiap langkahku, ku 'kan selalu memikirkan, dirimu

Tak bisa ku bayangkan hidupku tanpa cintamu

Disa seakan ditarik ke belakang saat mendengar bait tersebut, mengingat saat dulu jalan kaki untuk mendapatkan angkot bersama Bella, menyanyikan lagu ini menjadi favorit mereka agar tak bosan selama berjalan. Tanpa sadar senyum terlukis di bibir Disa saat membayangkan masa-masa SMA nya, dimana saat itu banyak sekali yang terjadi di tahun pertamanya menatap di kota Bandung.

Disa menatap sekitarnya, kini ia berkumpul dengan teman-teman kerjanya yang sebentar lagi akan dilantik menjadi Jaksa di tempat tugasnya masing-masing, rasanya tak menyangka ia bisa sampai di titik ini, dengan segala perjuangannya sedari SMA dulu. Mimpi menjadi Jaksa kini selangkah lagi terwujud, tahapan-tahapan yang tadinya ragu bisa Disa lewati nyatanya berhasil diselesaikan semuanya, tanpa satupun yang terlewatkan.

"Eh, Ca, Mamah kamu masih nerima catering gitu gak? Bibi aku yang di Cimahi mau ada acara gitu di rumah, nah, pas aku ceritain, katanya minat pake catering Mamah kamu." Tanya Cyntia, menyadarkan Disa dari lamunan sesaatnya.

"Nggak, Cyn, udah dua bulan Mamah aku suruh berhenti kerja, kasian soalnya suka kecapean, nggak tega liatnya juga, mana nggak ada yang bantu." Jawab Disa kepada temannya itu.

Salah satu keinginan Disa dari dulu adalah menyuruh Mamahnya berhenti bekerja, ia ingin Mamahnya beristirahat, tanpa perlu pusing mencari uang. Bagi Disa, sudah cukup perjuangan Mamahnya selama ini menghidupi seisi rumah, kini saatnya Disa yang bertanggung terhadap Mamahnya yang sudah kuat bertahan sejauh ini.

"Eh Ca, adek lo yang sekampus sama Adek gue, tuh, semester awal, ya?" kali ini Riani yang bertanya kepada, Disa yang sedang menyeruput kopinya mengangguk merespon pertanyaan barusan, "Oalah, Adek gue semester 3 ternyata. Siapa namanya, tuh, kemaren, lupa gue." Lanjut Riani bertanya.

"Naufal," jawab Disa meletakkan kopinya kembali ke meja, "Pokoknya cari aja yang paling ganteng di angkatan awal, nah, pasti itu Adek gue." Ucap Disa sambil tertawa.

Disa tak hanya berdua saja dengan Mamahnya kini di rumah, ada Naufal, adiknya yang berjarak cukup jauh usianya dengan Disa. Mamahnya sempat menikah lagi saat Disa masih SMA, dan hadirlah Naufal di kehidupan mereka. Sayangnya, Ayah tiri Disa meninggal dunia saat Naufal masih kecil, meninggalkan mereka yang sampai sekarang hidup bertiga. Walau bukan kandung, keduanya saling menyayangi satu sama lain, jadi tak heran apabila Disa selalu membanggakan Naufal kepada teman-temannya.

"Sumpah, ya, aku pening banget kemaren disuruh analisis disparitas empat putusan MA sama Pak Juan," keluh sigit memulai sesi curhat mereka, "Pacar mu iku, loh, Ca, ngasih tugas berat-berat banget." Sigit dengan logat Jawanya yang masih kental nampak frustasi bukan main dengan tugas yang diberikan kepadanya.

"Nyebelin emang dia kalo tentang ngasih tugas, aku juga kemaren disuruh kayak gitu, Mas Sigit." Jawab Disa ikut merengut kesal.

"Serius, tah? Walah, ke pacar sendiri juga kejam, ya, ternyata."

Jeffrey, Disa dan Persib BandungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang