Teringat jelas bahwa diriku ini telah lama mati.
Semua itu berasal dari pikiran. Ada yang salah. Awalnya begitu, sebelum aku menyadari apa yang sesungguhnya terjadi. Lalu, beberapa saat kemudian, ada sensasi aneh di dalam kepalaku. Suatu aktivitas biologis di kepala bagian belakang, tidak jauh di atas leher. Serebelum. Otak kecil. Ada semacam kupu-kupu yang terperangkap di dalamnya, berpadu dengan sensasi bergelenyar. Saat itu, aku belum tahu efek fisik aneh yang bisa ditimbulkan oleh depresi dan kecemasan. Aku berpikir bahwa aku akan mati. Lalu jantungku bagai mencelus. Dan aku akhirnya jatuh, terperosok dan terbenam dengan cepat. Jatuh ke dalam kenyataan baru yang begitu sempit dan menyesakkan. Butuh beberapa waktu untuk aku kembali merasa normal.Sampai di titik itu, bulan desember 2023 aku berada di Kota Bandung. Aku berdiam diri di dalam kamar, pikiranku memikirkan hal-hal yang sangat intens, bicaraku kacau, kulitku mengilat karena keringat dingin dan kepalaku mengalami pusing yang begitu berat. Mungkin orang-orang yang berada disana tidak akan tahu dengan apa yang aku rasakan. Mereka tidak mungkin memahami neraka aneh yang aku jalani, atau mengapa kematian tampak seperti ide yang sangat fenomental bagiku.
Aku tidak meninggalkan ranjang selama dua hari, tapi aku benar-benar tidak tidur. Sebelumnya aku sempat menghubungi keluargaku, mamahku datang mebawaku air atau buah-buahan yang nyaris tidak bisa
aku makan.Jendela dibuka lebar agar udara segar masuk, namun kamar itu terasa sunyi dan panas. Aku ingat aku merasa kaget sekali karena ternyata aku masih hidup. Aku tahu kedengarannya terlalu dramatis, tapi saat depresi dan panik yang ada di benakku memang hanya pikiran-pikiran penuh drama. Yang jelas, tidak ada kegelapan. Aku ingin mati. Tidak. Itu tidak sepenuhnya benar. Aku bukannya ingin mati, aku hanya tidak ingin hidup. Aku takut mati. Dan orang yang bisa mati hanyalah orang yang pernah hidup. Ada begitu banyak orang, tak terhitung jumlahnya, yang tidak pernah hidup. Aku ingin menjadi salah satu dari mereka. Harapan klasik, berharap tidak pernah dilahirkan. Berharap menjadi salah satu dari tiga ratus juta sperma yang tidak berhasil.
Istilah-istilah seperti “depresi” atau gangguan panik” belum ada di benakku. Dengan sifat naif yang konyol ini, aku sama sekali tidak berpikir bahwa apa yang aku alami mungkin pernah dialami oleh orang lain pula. Karena aku menganggap itu hal yang aneh, aku berpikir semua spesies sama juga akan menganggapnya aneh.
“Mamah dede kenapa?”
“Mamah juga tidak tahu dede kenapa. Tapi semuanya akan baik-baik aja”
“Dede engga tau kenapa ini semua bisa terjadi, tapi dede takut”
Walaupun aku selalu ditemani oleh keluargaku tetapi, pikiranku selalu pendek dan gelap bahwa aku ingin bunuh diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perjalanan Untuk Tetap Hidup
Non-FictionIni adalah kisahku yang sedang berjuang melawan depresi. Aku hanya ingin kepedihan dalam hidupku ini lenyap. Aku bukannya ingin bahagia tapi aku ingin menjadi normal. Siapa sangka akibat trauma yang telah aku terima selama 5 tahun bisa mengakibatkan...