Tersenyum

95 0 0
                                    

Dulu Diana pernah diajarkan Juna bagaimana teknik mengobati luka seseorang, jika suatu saat ada orang membutuhkan bantuan nya, ya walaupun dia bukan dokter ia paham.

Tapi kenapa pria brengsek itu yang pertama ia tolong? demi rasa kemanusiaan saja, mau tidak mau tetap harus melakukannya.

"Lukamu cukup dalam." ujar Diana seusai membersihkan lukanya dengan antiseptik.

"Terus."

Ucapan terus seakan meremehkan goresan itu.

Pletak

"Aduh... kenapa kepalaku kamu pukul." pekiknya mengusap kening nya.

"Lo perlu ke rumah sakit." usul Diana.

'Oh iya dia kan takut sama.' batin.

"Rumah sakit jiwa, biar jiwa kewarasan lo tetap aman." ketus nya.

"Tega sekali kamu, masa orang setampan ini gila, tidak ada sejarahnya, apa kata dunia, seorang pengusaha terkenal masuk ke rumah terkutuk itu." percaya diri Andre.

Memutar bola matanya jengah. "Apa perlu mulut lo gue jahit juga."

"Baby kamu."

"Jangan banyak gerak dulu, terutama bibirmu, nanti jahitannya bisa lepas, setelah lukanya kering lo minta kak Juno buat lepas benangnya." pesan Diana berlalu pergi memasuki kamarnya.

Tak berselang lama datang membawa selembar kemeja berwarna brown ia berikan pada pria yang berbaring santai di sofa ruang tamu dengan posisi terlentang, sengaja menunjukan postur tubuh nya.

Yah, Anggaplah rumah sendiri.

"Eh, baby. Kamu kemana aja, lima menit aku nungguin kamu loh, bosen tau." ucap Andre dengan nada manja layaknya kekasih.

Diana memilih diam seraya menyodorkan kemeja baru ia ambil dari lemari suaminya.

"Thanks baby. Kamu baik deh, perhatian lagi, calon ISTRI IDAMAN." imbuh nya.

"Lo pergi dah sana, apa kata tetangga nanti." usir Diana mendudukan bokongnya ke kursi single mengusap perut buncit.

Aah...

"Baby kamu gak apa apa." tanya Andre menatap cemas Diana.

"Perutku kram." bohong Diana cuma ingin mengetes sampai dimana rasa kekawatiran Andre

Sebenarnya Diana hanya bereaksi kaget ketika bayinya menendang keras. Mengejutkan sang calon ibu.

Pria itu bangkit dari posisi berbaring berjalan menghampiri ibu hamil yang kesakitan reflek ikut memegangi perutnya.

Kesempatan tak sengaja. Senyum simpul dan tawa kecil terukir di wajah nya.

"Kita ke dokter saja." ajak nya hendak menggendong.

Diana menggeleng tanda penolakan."Tak perlu, hanya saja perutku sedikit linu, sekarang udah agak baikan."

"Boleh aku memegang nya." pinta Andre.

Tidak tega melihat raut wajah memelas Andre, akhirnya mengesampingkan ego, toh dia gak akan berani berbuat macam macam lagi setelah permintaan maaf beberpa waktu lalu.

"Hmm... tapi jangan lama lama."

"A aku ingin memegang nya." tangan kanan terulur ragu ia berlutut agar mempermudahkan pergerakan.

Diana bisa merasakan keraguan pada wajah pria duduk bersangga satu lututnya mendongak dengan tatapan sendu.

"Sebelah sini." menarik tangan Andre ia usapkan di perutnya.

Senyum mengembang terus saja terukir, raut bahagia terpancar, sungguh pemandangan tak terduga, ini pertama kalinya setelah pertemuan terakhir perpisahan sepasang kekasih setelah lima tahun sebelum dia tersenyum setulus ini.

"D Dia menendang baby, ah aku merasakan nya." antusias Andre terharu kedua matanya berkaca kaca. "Apa itu menyakitimu."

"Asalkan dia sehat aku justru malah senang." ujar Diana menggeleng .

Andaikan dulu dia tidak pergi, mungkin saat ini kekasih nya lah yang jadi suaminya. Tak sampai hati berambisi untuk memiliki seutuhnya.

"Dari usia kandungan berapa dia mulai aktif begini?" tanya Andre mengeluarkan rasa penasaran nya.

"Enam belas minggu." mengingat ingat.

Usia empat bulan semasa kehamilan pertamanya, Diana mulai merasakan pergerakan kecil sampai sekarang kandungan berusia sembilan bulan mendekati HPL.

BERSAMBUNG

IPAR KEMATIAN (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang