Ning masuk sambil mengucapkan salam, Gus Zaffan menyahut salam dengan suara yang sangat pelan, hanya dapat didengar olehnya sendiri.
Sekarang di dalam kamar itu hanya terdapat dua insan yang saling bergelut dengan pikirannya sendiri. Ning merasa gugup karena, ia tak pernah berduaan dengan lawan jenis dalam satu ruangan. Akhirnya ia memilih untuk mandi dan berganti pakaian. Ning keluar kamar mandi menghampiri Gus Zaffan.
"Gus, apa mau Ning buatkan minuman?" tanya Ning.
"Iya, terima kasih." Jawab Gus Zaffan singkat.
"Gus mau minum apa?"
"Jahe anget saja."
"Sebentar ya Gus!"
Setelah itu, Ning berlalu pergi ke dapur menemui bi Inem untuk membuatkan jahe anget, karena ia tidak dapat membuatnya sendiri lantaran ia tidak bisa melihat.
"Assalamu'alaikum bi, bi minta tolong buatin jahe anget satu saja."
"Eh Ning, Wa'alaikumus salam, Ning kok ke sini kan ini malam pertama?" Bi Inem sengaja menggoda Ning.
"Ah, bibi bisa aja, minta tolong ya bi." Ning menjawab dengan malu-malu.
"Iya Ning sebentar ya!"
"Sama minta tolong juga kasih cemilan, dan tolong antar ke kamar juga ya!"
"Iya Ning, Ning bisa ke kamar sendiri atau bibi antar?" tawar bi Inem pada Ning.
"Tidak bi terima kasih, Ning bisa sendiri." tolak Ning secara halus.
Ning berlalu meninggalkan dapur, dari kejauhan bi Inem masih memperhatikan Ning, bi Inem berkata di dalam hati 'orang baik, semoga suaminya menerima apa adanya. Sayang dan cinta padanya.' Bi Inem langsung membuat jahe anget, setelah selesai, ia langsung menyiapkan cemilannya juga, dirasa sudah siap, bi Inem langsung mengantarkan ke kamar Ning yang berada di lantai dua. Saat bi Inem sedang berjalan, bi Inem melihat Ning sedang menaiki tangga, ternyata ia belum sampai ke kamarnya. Bi Inem mengikuti Ning dari belakang, saat sudah sampai di depan kamar baru bi Inem berkata.
"Ning, ini jahenya." Kata bi Inem sambil memberikan jahenya kepada Ning.
"Eh bibi, iya Bi terima kasih."
"Ya sama-sama, bibi pamit ke belakang dulu ya, wassalamu'alaikum."
"Wa'alaikumus salam."
Bi Inem berbalik dan meninggalkan Ning. Ning masuk kedalam kamar. Ning berjalan dengan hati-hati, ia berhenti di samping ranjang.
"Ini Gus, jahenya!" kata Ning sambil memberikan jahe angetnya kepada Gus Zaffan.
"Eh iya, terima kasih." Gus Zaffan pun mengambil nampan yang berisi jahe anget juga cemilan. Ning masih berdiri di samping ranjang menunggu Gus Zaffan.
"Ning, saya ada satu permintaan, boleh apa tidak?" tanya Gus Zaffan.
"Boleh Gus, apa?" jawab Ning dengan tenang.
"Saya mau kita pisah tidur dulu."
Deg!
Hati Ning terkejut mendengar permintaan Gus Zaffan, ia kira permintaan yang lain yang akan dipinta oleh Gus Zaffan. Tetapi dengan cepat ia menetralkan hatinya.
"Iya Gus, tidak apa-apa, saya tahu Gus Zaffan masih membutuhkan waktu untuk menerima saya dan keadaan saya, dan saya juga akan mencoba menerima anda Gus, maafkan saya bila balun bisa menjadi istri yang baik." Ning berkata dengan tenang namun tersirat kesenduan dalam perkataanya.
"Saya juga meminta maaf dan terima kasih."
"Iya Gus."
Ning berjalan menuju ranjang, ia mengambil bantal dan selimut dengan meraba-raba, dan akhirnya ia menemukannya, ia berjalan menuju sofa yang ada di dalam kamarnya. Semua tingkah Ning tak luput dari mata Gus Zaffan. Ia mengernyitkan dahinya saat melihat apa yang Ning lakukan.
"Ning kamu ngapain?" tanya Gus Zaffan heran.
"Saya mau ngambil barang yang saya butuhkan untuk tidur, katanya mau pisah tidur?" tanya Ning heran karena dipertanyakan apa yang Ning lakukan.
"Ya gak gitu juga."
"Gak papa Gus." Potong Ning dengan cepat.
Malam yang sunyi mereka lalui. Pagi pukul 2 Ning terbangun dari tidurnya. Ia merasakan sakit di seluruh tubuhnya, karena ia tidak terbiasa tidur di sofa. Ia merenggangkan otot-ototnya lalu pergi ke kamar mandi untuk berwudhu, dan setelahnya menunaikan shalat malam.
Selesai shalat malam dilanjutkan dengan memuroja'ah hafalannya. Karena haus ia pun ingin minum namun air minum di dalam kamarnya habis, ia memutuskan untuk menyelesaikan muroja'ahnya dan pergi ke dapur untuk mengambil air minum.
Dengan hati-hati ia pergi ke dapur. sesampainya di dapur ia mengambil air minum yang dingin karena ia lebih menyukai yang dingin. Saat Ning berbalik tiba-tiba ada yang membuatnya terkejut.
"Siapa?" tanya Ning penasaran.
"Mbak Riza." jawab Ning Riza dengan terkekeh karena telah berhasil membuat Ning terkejut.
"Oh mbak Riz, ku kira siapa." jawab Ning lega.
"Kamu ngapain malam-malam di sini?" tanya Ning Riza penasaran.
"Air di kamarku habis, jadi aku ambil di sini."
"Oh.. eh kok kamu jalannya biasa aja?" tanya Ning Riza dengan penasaran. Sedangkan Ning heran dengan pertanyaan yang diajukan Ning Riza.
"Lah, memang kenapa mbak?" tanya Ning heran.
"Kamu nggak itu...?" Ning Riza sengaja menjeda pertanyaannya.
"Ih, apan sih mbak, emang aku kaya mbak habis malam pertama nggak bisa ngapa-ngapain, sampai-sampai paginya mas Ilham bawa sarapannya ke kamar!" Ning terkekeh karena ia telah membuat Ning Riza salah tingkah.
"Ih.. kok kamu gitu!" jawab Ning Riza dengan malu-malu.
Mereka mengobrol dengan sangat serius, hingga sampai duduk di bawah dan mengobrol Berjam-jam. Mereka menghentikan obrolan mereka saat jam 4 kurang 15 menit.
"Mbak, sudah-sudah perutku sudah sakit." Nafas Ning tersengal-sengal karena lelah tertawa, begitu juga dengan Ning Riza.
"Hhhhh.... iya." Setelahnya, mereka berjalan menuju kamar mereka masing-masing dengan beriringan.
"Mbak, aku duluan. Masih ada satu ronde nih lanjut mbak!" Sebelum Ning masuk kamar masih sempat-sempatnya ia menggoda tantenya itu.
"Apa sih kamu, kena batunya baru tau rasa kamu!" dengus Ning Riza tak terima.
Mereka memang seperti itu, kalau mereka sudah kumpul, dunia akan hancur dengan tingkah mereka. Ning masuk kamar tiba-tiba menabrak sesuatu, ia berpikir tidak pernah meletakkan barang di depan pintu, terus ia menabrak apa?, pikirnya. Ia pun merabanya.
"Kenapa pegang-pegang?" suara bariton Gus Zaffan mengagetkan Ning.
"Eh maaf Gus." Cicit Ning malu, karena ia telah meraba-raba dada Gus Zaffan.
"Dari mana kamu kenapa pulang-pulang tertawa sendiri atau....... jangan-jangan kamu kesambet?" selidik Gus Zaffan.
"Enak aja Gus kalau bicara, saya tuh tadi habis dari dapur dan mengobrol dengan mbak Riza."
"Mengobrol tentang apa kok tertawanya sampai sekarang?"
"Mmm... itu, lagi bicarain ular kadut." jawab Ning dengan sangat lirih.
"Ular kadut?" Gus Zaffan merasa heran dengan apa itu ular kadut, kalau tidak salah dengar, karena ia hanya mendengar dengan sayup-sayup.
"Itu loh... yang suka bersembunyi di dalam sarung. Udah dulu Gus saya mau mandi." Ning awalnya bicara sangat lirih, dan langsung cepat-cepat mengalihkan pembicaraan karena ia sudah kepalang malu.
Ning melenggang pergi dengan hati-hati menuju walk in closed lalu pergi ke kamar mandi. Gus Zaffan masih mematung di tempatnya ia berdiri tadi, ia masih bergelut dengan pikirannya.
Apa Ning telah melihat punyaku? sampai-sampai dia tertawa lepas. Awas aja kalau dia beneran pernah lihat akan ku buat malu nantinya. Pikir Gus Zaffan sambil melihat kearah terlarangnya.****
Holla🙌🏻
Nantikan terus kelanjutan dari cerita ini🙏🏻🤗❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Sang Ning
General FictionASLI KARYA PENULIS. NO PLAGIAT!!!! Gus Zaffan dan Ning. Perjodohan yang mengharuskan keduanya untuk bersatu, walaupun awalnya tidak mengenal satu sama lain. Awal pernikahan Gus Zaffan sangat membenci Ning hingga dengan kekuatan cinta Ning dan fakta...