BAB 17 KETAHUAN

32 3 0
                                    

Semua anggota keluarga Gus Zaffan tengah melakukan kegiatan masing-masing. Malam yang sunyi menyapa dengan cepat merubah siang menjadi malam. Udara dingin sehabis hujan menyergap hingga menusuk tulang.

"Ham, Ning. Kalian kan sudah beberapa Minggu menikah, kapan mau kasih cucu buat Abi sama Umi?" Umi bertanya sambil melempar senyum kepada Abi. Perkataan Umi sontak membuat Ning tersedak karena sedang mengunyah makanan. Buru-buru Umi mengambilkan segelas air untuk Ning.

"Sedang proses mi," jawab Gus Zaffan cepat-cepat agar Abi dan Umi tidak curiga.

"Beneran? Awas ya kalau umi tahu kalian belum... !" Ancam Umi pada keduanya. Abi hanya bisa menahan senyum.

"Iya Umi, tenang saja!" Jawab Gus Zaffan.

****

Sepulang dari mengajar, Gus Zaffan bersiap untuk tidur, sama halnya dengan Ning. Ning bersiap tidur di sofa dan Gus Zaffan bersiap di ranjang.

Umi masih penasaran dengan kedua anaknya. Apakah kedua anaknya berbohong atau tidak. Umi mendatangi kamar Gus Zaffan dan Ning, umi ingin melihat kedua anaknya.

Karena pintu tidak dikunci, umi memegang gagang pintu dan membukanya sedikit. Betapa terkejutnya Umi melihat kedua anaknya pisah ranjang. Karena sudah dikuasai amarah, Umi masuk dengan marah-marah.

"Oh jadi begini kalian di belakang Umi?" Umi membalik badan untuk meredam emosi agar tidak sampai berbuat kasar. Dengan sigap Ning mengambil gelas yang berisi air lalu menumpahkannya ke ranjang king size milik Gus Zaffan.

"Umi, Umi salah lihat. Ning tidur di sofa karena kasurnya basah," Ning mencoba membuat alasan.

"Apakah benar?" Tanya umi penuh selidik.

Umi menatap kedua anaknya dengan tatapan penuh intimidasi. Umi berjalan ke arah samping ranjang yang seharusnya Ning tempati. Umi meraba kasurnya, dan ternyata benar kasur king size itu basah. Gus Zaffan dan Ning sedikit merasa lega karena alasan yang Ning buat dipercaya oleh Ning.

"Umi tidak percaya begitu saja, awas kalau beneran pisah ranjang....., sebentar!" Umi pergi ke walk in closed yang ada di kamar.

"Jangan lega dulu, kita tidak tahu apa yang akan Umi lakukan!" Ucap Gus Zaffan pada Ning yang sudah hafal dengan sifat Uminya. Tak lama Umi keluar dari walk in closed dengan membawa hairdryer.

"Mau buat apa Umi?" Tanya Gus Zaffan penasaran.

"Sebentar Umi keringkan dulu!" Umi mengeringkan kasur tersebut dengan hairdryer. Tak butuh waktu lama kasur yang tadinya basah sekarang telah mengering.

"Sudah. Ini sudah kering." Ucap Umi sambil bersedekah dada.

Gus Zaffan yang paham maksud ibunya itu pun berkata " Umi Zaffan kan sudah besar, malulah masa tidur aja dilihatin," protes Gus Zaffan pada Umi dengan nada memelas.

"Kenapa memangnya, Umi hanya mau memastikan." Sanggah Umi.

"Iya Umi," jawab Gus Zaffan dengan pasrah. Gus Zaffan dan Ning pun berbaring di ranjang menuruti apa keinginan Uminya. Gus Zaffan memeluk pinggang Ning yang ramping. Ning merasa tidak nyaman dengan posisi itu.

"Sudah diam lah, supaya Umi percaya." Bisik Gus Zaffan pada Ning. Keduanya pun menutup mata agar Umi tambah percaya.

Merasa cukup apa yang dilihat, Umi pun keluar dari kamar Gus Zaffan.

Mendengar pintu tertutup, Gus Zaffan segera melepas pelukannya dan segera mengunci pintu kamar agar Umi tidak langsung masuk seperti tadi.

Gus Zaffan kembali ke ranjang dan Ning hendak berdiri pun dicekal tangannya.

"Mau kemana?" Tanya Gus Zaffan.

"Kembali ke sofa." Jawab Ning singkat.

"Mulai sekarang, kamu tidur di samping saya. Tenang saya kasih batas juga agar kejadian tadi tidak terulang." Putus Gus Zaffan.

"I.... I.... Iya." Jawab Ning gugup.

Ning berjalan ke sofa untuk mengambil bantal dan selimutnya. Malam ini Ning dan Gus Zaffan melewati malam dengan tidur seranjang, tetapi mereka saling membelakangi. Gus Zaffan menghadap sisi kiri dan Ning menghadap sisi kanan.

"Gus!" Panggil Ning dalam kesunyian malam, namun mereka masih tetap dengan posisi yang sama.

"Iya, ada apa?" Gus Zaffan menjawab dengan bertanya.

"Jadwal mengajar untukku sudah ada?"

"Sudah jangan dipikirkan, ini sudah malam. Nanti jika sudah saya buat akan saya beri tahu, sekarang tidurlah!" Perintah Gus Zaffan pada Ning.

Keduanya tidur di tengah kesunyian malam. Subuh menjelang Ning terbangun dari tidurnya karena merasakan berat pada pinggangnya. Saat membuka mata wajah Gus Zaffan hanya terpaut beberapa inci saja dari wajahnya.

Ternyata tangan Gus Zaffan lah yang berada di pinggangnya. Padahal seingat dirinya sebelum tidur mereka masih dalam posisi membelakangi tetapi mengapa sekarang menjadi seperti ini.

Tak tersadar oleh Ning wajahnya telah memerah karena senang, ya walaupun ia belum mengetahui apakah sudah ada cinta untuknya. Walaupun sedang tidur, Ning tetap menggunakan cadarnya ia masih enggan menunjukkan wajahnya pada Gus Zaffan sebelum Gus Zaffan benar-benar membuka hati untuknya.

Nafas Gus Zaffan yang hangat menyapu seluruh wajah Ning, Ning sampai tak berkedip mengagumi ciptaan Tuhan yang sangat sempurna, yang sekarang berada di hadapannya.

Ingin rasanya Ning mengusap wajah Gus Zaffan, tetapi ia urungkan niatnya untuk melakukannya. Ning mencoba membangunkan Gus Zaffan dengan cara menggerakkan tubuhnya.

"Gus bangun Gus, ini berat," Ning mencoba membangunkan Gus Zaffan lagi dengan cara memindahkan tangan Gus Zaffan dari pinggangnya.

"Hmm kenapa?" Tanya Gus Zaffan dengan suara serak khas orang bangun tidur. Gus Zaffan terkejut mendapati tangannya yang sudah ada di pinggang Ning, segera ia memindahkannya dari sana.

"Maaf saya tidak tahu, juga bukan maksud saya berlaku begitu!" Gus Zaffan mengatakannya dengan nada tergugup.

"Iya Gus, ya namanya orang lagi tidur tidak sadar apa yang dilakukannya." jawab Ning memaklumi.

Matahari telah naik sepenggalah. Waktu kerja telah tiba. Ning tengah bersiap untuk berangkat bekerja. Rencananya, ia tidak mau membawa mobil sendiri, ia ingin meminta tolong kepada Gus Zaffan untuk mengantarkannya sampai tengah jalan seperti biasa.

"Hmm.. Gus, mau minta tolong boleh?" Tanya Ning mengawali pembicaraan.

"Minta tolong apa?" Tanya Gus Zaffan balik.

"Nanti anterin saya ke perempatan biasa," Ning menjelaskan apa maksudnya meminta tolong kepada Gus Zaffan.

"Oke ayo!" Gus Zaffan pun menyetujui apa yang diinginkan Ning.

Sesuai apa yang diminta Ning. Gus Zaffan mengantarkan Ning di perempatan biasanya. Ning turun menunggu Alvaro datang, karena acara Ning dan temannya saat jam makan siang bukan pagi hari jadi ia sedikit santai.

Di kantor Ning mengerjakan apa yang seharusnya ia kerjakan. Tak terasa waktu makan siang telah tiba. Ning menunggu chat dari temannya. Tak lama ponsel Ning berbunyi.

Sherly
Aku di depan kantormu

Anda
Oke tunggu ya

Setelah membaca pesan dari temannya. Ning meminta Alvaro untuk menghandle pekerjaannya. Ning turun menuju lobi untuk menemui temannya.

Dari kejauhan terlihat seseorang di dalam mobil tengah melambai ke arah Ning. Ning segera menghampirinya lalu masuk ke dalam mobil milik temannya itu.

****

Stay tune terus ya, terima kasih 🙏🏻❤️

Cinta Sang NingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang