BAB 23 KECURIGAAN

36 4 2
                                    

Karena sudah tak nyaman dengan keadaan tubuh yang lengket, Ning memilih untuk membersihkan dirinya di kamar mandi. Saat melihat di kaca, ia melihat matanya sudah bengkak karena menangisi Gus Zaffan terlalu lama.

Keluar dari kamar mandi Ning memilih untuk beribadah dan mendoakan Gus Zaffan agar cepat sembuh, dan dapat berkegiatan seperti semula. Tak lupa ia mengkaji kitabnya dan muraja'ah.

Ning kembali duduk di samping Gus Zaffan. Ia menelisik wajah Gus Zaffan dengan teliti. Tak henti ia merapalkan do'a untuk Gus Zaffan sambil mengusap-usap  tangan Gus Zaffan dengan lembut.

"Aku tak pernah mengira jika kita akan bertemu bahkan menikah , awal ku mengenalimu aku tak memiliki rasa apapun terhadapmu. Tapi dengan sepenuh hati aku akan menjadi istri terbaik untukmu. Saat ku tahu hatimu masih milik orang lain, sakit hati ini mengetahuinya, tapi kucoba menahan nya.

Aku akan terus berjuang untuk mendapatkan cintamu, dan jika dirimu yang memintaku pergi akan aku laksanakan atau sebaliknya, kamu akan mencintai ku sama sepertiku mencintai mu. Aku berharap kita dapat hidup bersama di dunia maupun di akhirat. Aku berharap Allah memanjangkan umurmu, dan aku berharap sakitmu kali ini bukan karena pesaing bisnisku yang telah mengetahui bahwa kamu adalah suamiku." Tak lama setelah mencurahkan isi hatinya, Ning tertidur di samping Gus Zaffan.

Semua curhatan Ning Gus Zaffan mendengarnya. Ia meneteskan air matanya walapun ia masih dalam keadaan koma. Ia ingin sekali bangun dari komanya dan menenangkan Ning, tapi untuk sekedar buka mata saja ia tidak bisa apalagi menenangkan Ning.

Gus Zaffan tak menyangka jika cinta ning sedalam itu, sedangkan dirinya jangankan menjadi suami yang baik, hatinya saja masih mencintai orang lain.

****

Pagi menjelang, Ning masih berkutat dengan ponselnya, ia menghubungi bawahannya bahwa ia tak dapat masuk ke kantor, dan meminta pada kliennya agar pertemuan mereka ditunda terlebih dahulu.

Perut Ning sudah berbunyi menandakan untuk minta diisi. Saat tengah bersiap keluar, tiba-tiba ada yang memencet bel.

"Assalamu'alaikum ." Terdengar sapaan dari luar. Ning berjalan mendekati pintu untuk membuka nya.

"Waalaikumsalam ." Ning membuka pintu, terlihat Umi dan Abi berdiri di depan pintu dan membawa beberapa barang.

"Umi abi silahkan masuk." Ning menyalami mereka dan mempersilahkan keduanya masuk.

Setelah meletakkan barang- barang di atas meja Umi langsung melihat keadaan anaknya dan duduk di samping ranjang tempat Gus Zaffan berbaring. Umi memperhatikan anaknya dari kepala sampai kaki, tak kuasa anaknya dipenuhi luka dan alat medis. Perlahan air mata umi menetes dan dengan sekuat tenaga di tahan.

Abi yang di belakang Umi hanya dapat menenangkan, agar Umi dapat sabar. Ning di belakang Abi dan Umi memperhatikan bagaimana keduanya sangat menyayangi Gus Zaffan, ia pun teringat kedua orang tuanya di manakah mereka? Apa yang sedang mereka lakukan? Apakah mereka masih mengingat ning?. Semua fikiran itu ditepis oleh ning. Perlahan-lahan ning melangkah mendekati Umi dan merangkul bahunya dan mengusapnya dengan lembut agar kuat.

"Umi udah sehat?" Tanya ning memecah keheningan.
"Alhamdulillah Umi baik baik saja," Jawab Umi dengan mata sendu.
"Umi, Ning yang sabar, semua cobaan pasti ada hikmahnya jangan terlalu sedih kita do'akan semoga Zaffan cepat sembuh." Abi membuka suara dan mengusap bahu Umi, Ning dan setelahnya mengusap kepala Gus Zaffan.

Umi berdiri mengusap tangan anaknya tersebut, lalu berjalan ke arah barang-barang yang dibawanya tadi. Umi meminta Ning untuk mendekat.

"Ning sini!" Ning mendekat ke arah Abi dan Umi yang sudah duduk di sofa.

Cinta Sang NingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang