(01) Me, Connor, and The School Gengs

1.9K 156 26
                                    

"SERIUS CON DEMI—"

"SSTT!!!" Connor langsung membekap mulutku dengan telapak tangannya. Dia juga langsung celingak-celinguk panik memastikan tidak ada orang yang mendengar teriakanku tadi, terutama ibu penjaga perpustakaan. Menurutku sih mustahil ibu penjaga tidak mendengar, mengingat dia punya pendengaran melebihi seekor serigala. Aku menarik tangan Connor agar lepas secepat mungkin dari mulutku. Sumpah, tangannya basah karena keringat.

"Jangan keras-keras, Grey, please!" dia memohon sambil mencakupkan kedua tangannya didepan muka. Aku mengangguk-angguk sambil mengelap area sekitaran bibirku dengan bagian lengan kemeja.

"Iya, iya mengerti kok. Cuma..." sekarang aku menatapnya bingung. Ralat, luar biasa bingung. "...Tanner? For virgin mary, kau naksir Tanner?!"

Connor tidak menjawab. Dia memalingkan mukanya, menunduk malu-malu dan... pipinya memerah. Tingkahnya ini makin membuatku antara bingung, terkejut dan bergidik.

Meskipun dia memang gay... tapi dia punya perasaan pada kakakku?!

Tapi hal ini mengingatkanku yang juga punya crush ke kakak—cewek—nya Connor, Nicola.

Ya Tuhan, jadi apa yang harus aku lakukan sekarang? Melakukan barter kakak dengan Connor?!

***

Namaku Greyson Chance. Hanya ibuku yang memanggilku 'babe' atau 'cutie pie'. Orang lain memanggilku Greyson, Grey atau hanya G. Saat ini aku adalah senior di high school. Yep senior! Benar-benar momen langka seumur hidup menjadi senior di high school. Maksudku, ini hanya terjadi sekali seumur hidup, bukan?

Aku benar-benar menunggu masa-masa menjadi senior. Yeah masa-masa senior itu benar-benar surga dunia! Aku bisa memberikan alasan dan latar belakang sepanjang tisu gulung toilet kenapa masa senior adalah "Masanya Raja". Tapi disini—kurasa—aku hanya akan memberikan beberapa saja padamu.

Pertama, sebagai senior kau akan ditakuti oleh para junior. Walaupun sebenarnya aku tidak layak untuk ditakuti siapapun karena wajahku ganteng, bukan seram.

Kedua, cewek-cewek kelas junior biasanya imut-imut. Sayangnya, Connor lebih tertarik pada laki-laki jadi ketika para cowok senior sibuk memata-matai cewek-cewek junior, aku menemani Connor mencari some-hot-and-cute-dude.

Ketiga, paling tidak kau terbebas dari bully oleh seniormu terdahulu.

Meskipun gerakan anti bullying sudah banyak berkembang diseluruh dunia, aku masih tidak habis pikir kenapa itu tidak berhasil mengubah keadaan di sekolahku. Yea maksudku, kau harus melihatnya sendiri. Kehidupan bully di sekolahku bisa masuk top 10 dalam kategori Bully Paling Tajam Dan Kejam se-antero Amerika.

Manusia-manusia di sekolahku sebagian besar masih "primitif", mirip manusia gua. Tapi bukan maksudnya kami selalu membawa tombak batu ke sekolah—bukan itu. Aku dan Connor tidak pernah melewatkan makan siang di cafeteria. Kami lebih memilih perpustakaan walau itu sangat beresiko kami akan dibawa ke ruang konseling jika ketahuan oleh penjaga perpustakaan.

Tapi percaya deh, kalau kami berani makan di cafeteria, makanan kami justru tidak akan pernah masuk ke perut kami sendiri. Mereka justru akan hinggap di wajah, baju, atau bagian pantat celana. Atau ketiganya sekaligus.

Connor dan aku adalah bagian dari Kelompok Nerdy. Dari namanya saja sudah ketahuan bahwa kami adalah kelompok anak baik-baik di sekolah; Anak-anak yang rajin belajar dan menghabiskan sebagian besar waktu dengan tumpukan tugas, serta memiliki orientasi besar untuk diterima di perguruan tinggi melalui jalur undangan. Kurasa semua sekolah selalu terbagi menjadi dua kelompok seperti itu: Nerdy dan Slayers. Yep, Kelompok Slayers—kelompok kedua—adalah kelompok para "Raja dan Ratu" yang berkuasa di sekolah. Dan merekalah yang suka merebut makanan-makanan kami bahkan sebelum kami benar-benar tiba di tempat duduk.

Lalu kasus berikutnya, Para Ratu dari Tim Slayer sering melakukan Aksi Lucuti Pakaian kepada para gadis dari Tim Nerdy. Tak tanggung-tanggung, mereka melakukannya di koridor utama. Pada dasarnya, gadis-gadis sosialita itu tidak pernah terima jika ada orang lain yang mengenakan pakaian yang lebih modis dari mereka. Itu bodoh sekali, aku tahu walaupun aku sendiri laki-laki.

Korban terakhir dari Aksi Lucuti Pakaian itu adalah seorang siswi kelas 10, jadi aku tidak tahu namanya. Tapi biar bagaimanapun aku iba karena blazer, cardigan, serta flat shoesnya diambil paksa oleh Para Ratu sebelum periode pertama dimulai.

Yang kuceritakan tadi baru 2 dari ±1500 hal kejam yang sering terjadi di sekolah. Sejujurnya sudah sejak lama sekali aku ingin membalas semua perbuatan kejam Kelompok Slayers padaku, namun kembali lagi, aku hanyalah bagian dari Kelompok Nerd—dan itu jelas artinya aku tidak mungkin menang melawan mereka. Kuharap kau tidak penasaran dengan hal-hal kejam apa yang selama ini aku alami berkat mereka. Ugh, lupakan saja.

Satu keinginan terbesarku sebelum berumur 20 nanti adalah menjadi orang terkenal yang melebihi kaum sosialita Slayers. Paling tidak aku ingin punya rumah mewah dan apartemen tingkat 20 di Malibu serta punya 7 mobil sport Lamborghini. Sayangnya statusku sebagai bagian Kelompok Nerdy benar-benar menyusahkan untuk merintis karir.

-

Saat kalian membaca bagian ini, aku sedang ada di sekolah. Tepatnya di jam makan siang, di rak terpojok perpustakaan bersama Connor Franta—seperti biasa. Aku baru mendapatkan satu berita hangat dan mengejutkan bahwa sahabatku ini, naksir kakak lelakiku. Yep, dia gay. Alasan terbesar ia menjadi satu-satunya orang terkenal secara harfiah yang dilempar masuk ke kelompok Nerd.

Connor telah lama menjadi seorang youtuber, dan ia rutin membuat vlog (video blog) lucu hingga sekarang, jumlah subscriber channelnya melampaui 3 juta orang dari seluruh dunia. Kepopuleran Connor bahkan melebihi kepopuleran semua orang di grup Slayers.

Akan tetapi mereka tahu Connor adalah penyuka sesama dan dia pun terbully juga. Padahal menurutku sendiri, apa sih yang salah menjadi seorang homo? Aku memang kebetulan normal, tapi aku juga tidak setuju orang terlalu mempermasalahkan seorang homo seolah-olah mereka adalah pembawa kiamat dunia.

Beruntung Connor sendiri menganggap bully-an itu sebagai angin lalu. Atau mungkin dia hanya sedang sibuk bergalau dengan masalah asmaranya? Bisa jadi.

"Waktu kita hanya 7 menit kurang 31 detik sebelum Nyonya Sipir Perpustakaan menendang bokong kita keluar," kataku lalu cepat-cepat mengunyah potongan terakhir dari sandwich tuna bekalku dari rumah. Kemudian aku menyimpan kotak makan kembali ke dalam tas.

"Yeah semua berkat teriakanmu," Connor pun ikut cepat-cepat menghabiskan seperempat sisa jus jeruk kemasannya. Beruntung dia lolos dari tersedak. Aku selalu mau melihat orang lain memuncratkan jus dari hidung dan menertawakan kebodohan mereka. Tapi sekarang kami sedang dalam situasi gawat darurat.

"Aku hanya terkejut. Oh nanti ingat masukkan juga sampah kotak jusmu ke dalam tas."

"Kau selalu mengingatkanku pada mama di rumah," katanya setelah selesai minum. Kecepatan minumnya memang bisa menjadi diatas rata-rata ketika dalam keadaan kepepet. Selesai berkemas, aku dan Connor menggendong tas masing-masing. Kami selalu memilih untuk angkat-kaki-lebih-dulu ketimbang ditendang-lebih-dulu oleh Nyonya Sipir Perpustakaan. Julukan yang unik, memang. Itu karena Ny. Thalia Pierre—nama asli pustakawan sekolah kami—memang perpaduan antara sipir penjara dengan ibu pustakawan (atau pustakawati? ah terserah)

"Well, kita bicara diluar seusai kelas?" tawarku. "Hari ini aku bawa Moses."

"Kalau ban mobilmu tidak dikempeskan dengan paku hari ini, okelah." []

The Daily Greyson//Greyson ChanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang