Perlu waktu lama bagi Connor untuk meyakinkan dirinya sendiri setelah mendengar aku memberinya tawaran langka sebagai matchmaker (atau Mak Comblang). Aku agak sakit hati karena Connor meragukan niat baikku, padahal kami sudah berteman lumayan lama...
Tapi ini bukan yang pertama kalinya. Maksudku, jika aku ingat-ingat lagi, Connor bukan satu-satunya orang yang malah curiga saat aku menawarkan niat baik. Memangnya aku terlihat seperti orang yang menginginkan tumbal setelah aku menolong mereka?
Eh... semoga saja tidak.
Namun setelah Connor yakin aku akan sungguhan memulai karir sebagai mak comblang pagi ini, dia justru luar biasa gugup. Dia tidak bisa berhenti mengoceh dan berkaca di kamera depan iPhonenya selama bermenit-menit.
"Apa aku sudah rapi?" tanyanya.
"Sudah." jawabku tanpa melepaskan pandang dari profile instagramku. Pagi ini followersku berkurang dua orang. Berita buruk.
"Hei! Kau bahkan tidak melihat ke arahku!" dia protes.
Aku meliriknya malas selama dua setengah detik. "Iya, iya, kau sudah keren."
"Pakaianku tidak aneh, 'kan?"
Aku memerhatikannya lagi dan agak lama. Yang ini sih agak sulit... "Mm... t-shirt Arctic Monkey, Vans, Levi's dan Nike... penampilanmu memberi kesan seolah-olah kau seorang salesman yang tengah mempromosikan banyak merek fashion branded sekaligus-tapi tidak aneh kok."
"Eh... serius?"
Aku mengangguk. "Tidak apa-apa. Tanner suka Artic Monkey. Belakangan ini dia memutar R U Mine non-stop."
"Bagaimana dengan Nike? Apa dia suka Nike?"
"Um, dia sukanya Adidas."
Connor menggumam pelan penuh kefrustasian "Aku salah merek." seolah-olah hanya karena itu hidupnya akhirnya berakhir dengan mengenaskan. Namun aku tidak menyalahkannya. Kurasa rata-rata orang yang sedang jatuh cinta pernah merasakan hal yang sama. Salah satunya ayahku.
Jika kau pernah sekali waktu melihat ayahku menyanyikan lagu rock saat lari sore, biar kuberitahu. Dia mendapatkan kebiasaan itu setelah mengencani ibuku, sewaktu mereka masih muda. Bedanya, ayahku menyanyi dengan sangat... Yah, tahulah. Kalau aku mengatakannya secara langsung, aku takut akan jadi anak durhaka.
Perutku berkeruyuk nyaring. Waktunya melahap habis isi dapur.
"Ayo turun." Aku mengajak Connor. "Kuharap kau belum makan di rumah."
"Eh... kenapa begitu?" Connor terdengar agak panik.
***
Ngomong-ngomong soal makan dan makanan, seorang Lisa Chance-ibuku-punya peraturan paling aneh sepanjang masa. Dan kau harusnya bersyukur tidak terlahir di keluarga kami.
Peraturan itu adalah "Tidak boleh ada yang duduk di meja makan kecuali dia sedang lapar." Dan peraturan bodoh itu muncul dengan tujuan yang amat, sangat jelas: untuk menghemat jatah makan kami.
Jadi, semasih kau tidak lapar-lapar amat, kusarankan kau jangan duduk di meja makan... terutama saat ibuku sedang berkeliaran di zona kekuasaannya-dapur.
Aku dan Connor tiba di meja makan dan tampaknya, Tuhan setuju dengan pilihanku menjadi seorang mak comblang: Tanner sedang duduk di meja makan, sendirian, sambil menekuri layar iPhonenya. Dia berkeringat. Dihadapannya ada sepiring telur goreng dan bacon yang baru dimakan setengah. Dia terlalu asik men-scrolling layar sampai-sampai sendok makannya pun masih dia emut.
Saat aku melirik Connor, dia sedang berjuang untuk tetap bernapas normal. Wajahnya semerah tomat. Aku tahu apa yang persisnya dia pikirkan saat itu, pastilah sesuatu seperti: "JSCNSMKA OMG OMG ITU TANNER OMG HE IS SO HOT SJCNASMKAMZ".
Kusikut dia. "Santai saja."
Dia menatapku dengan ekspresi yang-benar-saja-mana-mungkin-aku-bisa-santai-dia-keren-banget.
Tanpa menghiraukannya, aku mengajak Connor duduk. Aku sengaja duduk di dua kursi samping Tanner, memberi ruang untuk Connor duduk. Hanya saja dia isi acara ragu-ragu yang tidak penting.
Duduk disana. Aku melirik dari Connor lalu ke kursi kosong diantara aku dan Tanner. Connor menggeleng, mengigit bibir.
Duduk! Cepatlah! Aku memelototkan mata.
Dia masih bimbang.
AKU BILANG DUDUK DISANA! CEP-
"Haiiii astaga kalian semua tidak akan percaya apa yang kulihat tadi di MN's Market!" Alexa memotong semuanya, kode pelototan mataku, sekalian merenggut kesempatan Connor untuk duduk disana. Yep, saudariku itu yang malah duduk disana.
"Apa?" tanya Tanner. Raut wajahnya terang tampak terganggu dengan suara nyaring Alexa. Kemudian, kedua kakakku mulai asik mengoceh. Ekspresi wajah Connor seketika mendung. Dia melangkah ke sisiku yang satu lagi, menarik kursi kosong dan duduk.
Wah, kalau begini ceritanya pasti bakal susah. Aku bakal perlu usaha ekstra untuk berhasil membawa Connor dan Tanner pada sebuah dinner. Tak kusangka menjadi seorang mak comblang ternyata akan segini bikin frustasi.
Tapi pasti masih ada cara. Cara yang lebih ampuh lagi. Akan kupastikan suatu hari nanti Connor dan Tanner benar-benar duduk semeja dalam sebuah jamuan makan malam. []
-ps: BTW SORRY BANGET BARU BISA UPDATE TDG OMG -kris. Eh biar gue gaul dikit ya kek ecen, follow IG gue ya: kristikakiki ,thank u~
KAMU SEDANG MEMBACA
The Daily Greyson//Greyson Chance
FanfictionDia Greyson Chance. Bukan si nerd, bukan juga si badass ketua geng penguasa sekolah. Dia cuma remaja biasa, dengan kehidupan membosankan namun memiliki obsesi besar untuk menjadi terkenal 'seperti' (atau kata sesungguhnya: "MELEBIHI") sahabatnya, Co...