Prolog

718 94 7
                                    

^-^*^-^

Bukan hal janggal melihat keramaian yang berlangsung di gedung fakultas seni dari universitas bergengsi ini, terutama di hari dan jam-jam produktif seperti sekarang. Para mahasiswa, dosen, dan pegawai hilir-mudik menyusuri koridor dengan beranekaragam tujuan. Ada yang baru menyelesaikan kelas, ada yang hendak masuk, serta tidak sedikit yang berlari menyerbu cafetaria untuk memenuhi jadwal makan siang yang sebenarnya sudah cukup terlambat.

Situasi yang tidak jauh berbeda juga terjadi di halaman depan gedung fakultas tersebut. Berbagai kendaraan tampak berlalu-lalang di sana. Ada yang akan pulang, namun ada pula yang baru saja tiba.

Lalu di antara seluruh aktivitas normal yang terjadi hari itu, terdapat sebuah mobil yang cukup mencolok dan menarik perhatian. Mobil hitam mewah yang terparkir bukan di area khusus mahasiswa maupun dosen, melainkan di bawah sebuah pohon rindang tepat di depan gedung fakultas. Sudah berjam-jam dibiarkan di sana dengan keadaan mesin hidup dan tanpa ada yang keluar.

Beberapa pasang mata pun melirik penasaran ke arah mobil tersebut. Mencoba menerka-nerka siapakah Sang Pemilik dari mobil berharga fantastis itu. Lalu apa tujuannya? Mengapa pula ia tidak kunjung menunjukkan diri?

Dan tidak berselang lama, rasa penasaran mereka akhirnya terjawab.

"Hell! Tampan sekali!"

"For God's sake! Apa dia manusia?!"

"Tidak! Tidak mungkin ada manusia seperti itu!"

Puja-puji berdengung. Ungkapan rasa kagum tidak bisa tertahan saat sosok lelaki yang merupakan Sang Pemilik Mobil bergerak keluar.

"Siapa dia?"

"Mengapa dia di sini?"

"Dia mahasiswa baru?"

"Apa dia seorang dosen? Aku harus mengikuti seluruh kelasnya!"

Suara-suara itu kian jelas dan lantang. Bukan lagi sekadar puja-puji, namun juga melempar pertanyaan yang cukup mengorek privasi. Beberapa gadis bahkan sengaja berjalan tepat di hadapan lelaki itu sembari melempar kedipan mata.

Sayangnya lelaki dengan pakaian kasual berwarna gelap tersebut, sama sekali tidak menggubris. Ia hanya bersandar di sudut kap mobil dengan tangan yang bersedekap. Raut wajahnya begitu datar. Sekilas tampak tidak berminat dengan segala atensi yang diberikan.

Meski begitu, dibalik kacamata yang ia kenakan, iris birunya juga menatap penuh awas. Memindai dengan cermat kerumunan manusia di pelataran gedung untuk menemukan sosok yang diinginkan.

Hingga kemudian, seorang gadis dengan surai cokelat yang terkepang dua di kedua sisi tampak keluar dari gedung fakultas. Sembari melangkah, ia berbicara dengan seorang mahasiswi lain di sampingnya. Entah apa yang sedang mereka bahas, namun hal itu berhasil membuat Sang Gadis tertawa riang hingga sepasang matanya menyipit.

Deg!

Lelaki bermanik biru yang sejak tadi telah memperhatikan gadis itu, seketika mematung. Untuk sesaat, ia merasa waktu berputar lebih lambat dan keramaian di pelataran gedung mendadak lenyap. Yang tersisa dalam pandangannya hanya Si Gadis Bersurai Cokelat dengan suara tawa yang mengalun merdu.

Lalu, iris birunya kembali memperhatikan. Mengamati bagaimana gadis itu menyelipkan helaian anak rambut yang menutupi pandangannya, perubahan raut wajah yang begitu ekspresif ketika berbicara, atau manik amber-nya yang tampak membara penuh semangat.

Semua terlihat sangat menarik hingga lelaki itu yakin ia bisa melakukan kegiatan ini selama sisa hidupnya. Lihat saja bagaimana kelopak matanya tidak sekalipun berkedip dibalik kacamata yang ia kenakan.

Seperti yang sudah-sudah, keindahan gadis itu selalu menjadi godaan terberat. Pada kondisi seperti inilah lelaki itu harus menahan kakinya agar tidak kurang ajar menghampiri Sang Gadis lalu berteriak lantang pada semesta bahwa gadis itu miliknya. Ya, miliknya!

Tidak lama berselang, teman gadis itu tampak melambai, mengucapkan perpisahan, lalu pergi. Sementara Si Gadis Bersurai Cokelat masih bertahan di tempatnya. Sebentar ia menatap jam yang melingkar di pergelangan tangan, lalu mulai memindai sekeliling seolah mencari sesuatu. Manik ambernya terus berputar menyusuri berbagai arah hingga tanpa sengaja bersinggungan dengan iris biru lelaki itu.

Tidak bisa dikatakan benar-benar bersinggungan sebenarnya karena ada kacamata yang menghalangi. Namun lelaki itu tetap dapat melihatnya dengan sangat jelas. Dan lagi-lagi ia tidak bisa mengendalikan respon tubuhnya yang begitu luar biasa. Tangan lelaki itu bahkan nyaris bergetar karena perasaan hangat yang membuncah dan dorongan keinginan yang menggebu-gebu.

Sayangnya, Si Gadis Bersurai Cokelat tidak merasakan hal yang sama. Bahkan tepat sedetik setelah tatapan mereka bertemu, ia langsung mengalihkan pandangannya begitu saja.

Suasana hati Si Bungsu Walcott seketika berbalik. Rasa sesak menikamnya dengan cepat.

Entah apa yang Obelix harapkan sebenarnya. Sudah jelas manik amber itu tidak akan pernah lagi melihatnya dengan tatapan yang sama. Tidak akan pernah. Semua telah lenyap, tidak ada apapun yang tersisa di antara mereka, khususnya bagi gadis itu.

Persis seperti yang orang-orang katakan. Ketika perpisahan terjadi, yang tersakiti adalah sosok yang ditinggalkan.



Ya, karena mereka ditinggalkan bersama kenangan.

^-^*^-^

Greet me on ig : realjoee_

Hai! Seperti janjiku di ig kemarin, aku bakal publish cerita baru di pertengahan Januari. Tetap dukung series immortal ini ya! Jangan lupa ditambahin ke perpus biar kalian ga ketinggalan part terbaru❤️

The Blue EyesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang