05 -Rhododendron-

246 49 11
                                    

^-^*^-^

BRAAK!

Suara pintu yang dibanting terdengar bersamaan dengan masuknya seorang lelaki ke ruangan itu.

"Sial! Mengapa tidak ada satu pun dari mereka yang mendengarkan aku?!"

Gerutuannya membuat sosok lelaki lain yang sejak tadi sudah berada di sana, tertawa pelan. "Biar aku tebak," sambar lelaki itu. "Pasti Esteve menolak kedatanganmu dan Alaric mengabaikan permintaan mindlink-mu."

Obelix Felix Walcott, Si Bungsu dari kembar lima Walcott Bersaudara berdecak tidak senang. Ia enggan membenarkan ucapan lawan bicaranya, meski memang itulah yang terjadi.

"Kau menggerutu persis seperti anak kecil Lix," ledek Rafael untuk kedua kalinya.

Mendengar itu, air wajah Obelix kian keruh. Ekor matanya mendelik tajam.

"Diamlah Grey!" sentak Si Bungsu. "Kalian semua tidak mengerti! Aku tidak suka melakukan tugas yang berhubungan dengan bangsa werewolf!"

Sayangnya perkataan Obelix keliru, teramat keliru.

Mereka jelas mengerti. Keengganan Obelix berinteraksi dengan bangsa werewolf sudah menjadi rahasia umum bagi saudara dan teman-temannya.

Tidak. Si Bungsu tidak benci dengan bangsa werewolf. Dia hanya memiliki rasa trauma.

Sejak kanak-kanak, Obelix sering mendapat perlakuan tidak menyenangkan ketika berada di kawasan werewolf. Bangsa itu tidak terlalu menyukai kehadirannya yang merupakan seorang vampir, meski ia adalah salah satu cucu dari pewaris tahta.

Selain itu, Obelix dan saudara-saudaranya juga pernah mengalami penculikan yang didalangi oleh kelompok pemberontak dari bangsa werewolf. Walau sudah berlalu belasan tahun, namun peristiwa mengerikan itu masih terpatri jelas dan memberi dampak tersendiri bagi Walcott Bersaudara. Dan untuk Si Bungsu, hal ini mengakibatkan kenangan traumatis yang membuatnya enggan terlibat dengan bangsa werewolf.

"Lalu," balas Rafael. "Kau pikir saudara-saudaramu melakukan tugas yang mereka sukai?"

Pertanyaan retoris itu membungkam Si Bungsu.

"Lix, saat ini situasi kerajaan immortal benar-benar kacau. Kekosongan tahta dan berbagai persoalan setelah perang ada di depan mata. Tidak ada tugas yang mudah bagi siapapun," ujar Rafael.

"Lihat saja Esteve," sambungnya. "Setelah semua yang terjadi, ia dan Alaric tetap harus mengambil alih tampuk kepemimpinan."

"Ireneo juga belum pulih benar. Tetapi dia harus pergi ke dunia manusia dan berpisah dari Helena untuk mengatasi masalah yang terjadi di perusahaan Walcott."

"Dan aku yakin," tutur Rafael lagi. "Urien memilih mengejar sisa pemberontak dari bangsa werewolf bukan tanpa alasan. Semua karena ia tahu kau akan keberatan melakukan tugas itu."

"Jadi jangan berpikir bila mereka memutuskan ini tanpa mempertimbangkan dirimu."

Hening. Masih tidak ada balasan dari Obelix setelah ceramah panjang lebar yang keluar dari mulut sahabatnya. Ia terlihat enggan menyetujui perkataan Rafael meski setelah ditelaah kembali, penjelasan lelaki itu cukup masuk akal. Bahkan memang benar adanya.

"Lagipula Lix, mengapa kau begitu berlebihan?" seru Rafael tidak habis pikir. "Kau hanya diminta untuk mengejar sisa vampir yang berhasil lolos dari peperangan kemarin. Kebetulan saja mereka berkeliaran di wilayah werewolf bagian barat."

Kali ini Obelix berdecak. "Tetap saja itu wilayah werewolf," gumamnya.

Mendengar itu, kelopak mata Rafael seketika terpejam.

The Blue EyesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang