Tangan kekar Boruto membuka tudung saji di atas meja makan. Kosong, tidak ada sepiring makanan-pun di sana.
"Kok kosong, Pa?"
Boruto menoleh pada anak laki-laki yang berdiri di sampingnya, sudah lengkap dengan seragam sekolahnya.
"Bik! Bik! Bik, Namida!" Boruto berteriak memanggil pembantu yang bekerja di rumahnya. "Ke mana dia? Apa dia tidak memasak pagi ini?" gumam Boruto.
"Berisik! Kau tidak perlu berteriak-teriak seperti itu. Bibi Namida sedang pulang, suaminya sakit."
Boruto dan anak laki-laki itu seketika menoleh ke arah asal sumber suara. Terlihat Sarada dengan perut besarnya tengah menuruni tangga dengan membawa sebuah piring di tangannya.
"Terus kalo gitu, kenapa lo enggak masak, hari ini?" Pemuda berusia sekitar 18 tahun itu kini sudah berdiri tepat di depan Sarada.
Boruto seketika menghampiri mereka. Pria itu menatap pemuda yang menjadi putra sulungnya. "Bumi, berangkatlah, biarkan Papa yang akan mengurusnya!" titahnya pada sang anak. Laki-laki bernama Bumi Xabiru Dhanuartha tersebut seketika menatap Sarada dengan sinis, sebelum kemudian berlalu pergi dari sana sesuai perintah sang Ayah.
Kini hanya tinggal mereka berdua yang saling berhadapan. Tatapan Sarada terlihat sangat dingin lengkap dengan wajah datarnya yang ditujukan pada pria di depannya. "Menyingkirlah dari hadapanku, kau menghalangi jalanku."
Boruto saat ini memang berdiri tepat di hadapannya, sehingga menghalangi jalan Sarada yang akan menuju ke dapur.
"Kamu habis makan apa?" Boruto melirik ke arah piring kosong yang berada di tangan kanan Sarada, terdapat sendok dan seperti bekas makanan di sana.
Sarada merotasikan matanya. "Nasi goreng!" jawab Sarada dengan malas.
Boruto menatap tajam wanita itu. "Lalu, kenapa hanya memasak untuk kamu sendiri? Kenapa tidak membuatkan juga untuk saya dan Bumi?" geramnya.
Sarada berdecih, menggeser dengan paksa tubuh Boruto dari hadapannya. "Mengapa aku harus memasak untukmu?"
Boruto mengikuti langkah Sarada memasuki dapur. "Saya suamimu, Sarada!" Suaranya terdengar lebih dingin.
Sarada yang mendengar itu segera berbalik badan. Tatapan dengan sorot ketidakpercayaan menyirat menatap pria itu. "Memangnya, sejak kapan kau mengakuiku sebagai istrimu?"
Seketika mulut Boruto terkatup rapat. Diam, tak bisa membantah kalimat Sarada.
"Lalu? Buat apa juga aku harus repot-repot memasak untuk kau dan anak itu? Bukankah 1 minggu yang lalu masakanku kau buang sia-sia seperti sampah tak berguna!" Sarada geleng-geleng kepala tidak habis pikir.
Setelah membersihkan piring dan sendok bekas makannya, Sarada beranjak ingin pergi dari sana. "Sudahlah jangan menggangguku, bersabarlah setelah anak ini lahir, kita baru akan berpisah," ucapnya saat melewati Boruto, dan wanita itu kembali naik ke lantai atas.
Boruto terus menatap punggung wanita itu yang naik dengan susah payah lantaran perut besarnya, hingga menghilang di balik dinding. Entah ada apa dengan dirinya akhir-akhir ini, seperti ... tidak terima atas sikap istrinya yang tak lagi memperhatikannya, dan terkesan menolak—tunggu, sejak kapan Boruto menganggap Sarada itu istrinya?
Boruto mengusap kasar wajahnya. "Ada apa ini?" Sungguh tidak habis pikir, mengapa sejak 1 minggu yang lalu sikap Sarada berubah kepadanya, setelah dia membuang masakan wanita itu, saat wanita itu bersusah payah memasak untuknya sepulang dari Rumah sakit, karena wanita itu habis mengalami kecelakaan mobil.
Sejak saat itulah Sarada menjadi semakin berubah padanya dan Bumi. Berubah menjadi dingin dn tidak peduli.
Dulu, hampir setiap hari, Sarada yang memasak untuknya dan Bumi, kendati selalu saja mereka buang dengan sia-sia.
Namun, seminggu yang lalu Sarada memasak makan malam untuk mereka, padahal wanita itu baru pulang dari Rumah sakit. Dan dengan tidak berperasaannya, Boruto membuang makanan itu tepat di depan Sarada sendiri. Dan setelah itu, mendadak sikap Sarada berubah kepadanya.
Tak ada lagi perhatian-perhatian wanita itu yang membuatnya risih. Tak terpancar lagi tatapan memuja penuh cinta dari mata wanita itu, yang biasanya terpancar untuknya. Dan tiada lagi kehangatan ketika mereka berbicara. Bahkan selama 1 minggu ini, setelah kejadian itu, Sarada tak pernah lagi memasak untuknya, dan selama itu, berganti Namida-lah yang memasak yang memasak untuk makanan mereka.
****
Sarada menghela napas, cukup melelahkan dan sedikit menyesakkan, harus bersikap demikian kepada orang yang dicintainya.
Selama 1 minggu hidup di sini, Sarada bersusah payah beradaptasi dengan semuanya. Sungguh, ini sangat-sangat amat berbeda dengan kehidupannya yang sebelumnya. Sarada memerlukan banyak waktu untuk mempelajari semua hal agar bisa bertahan di sini.
Seminggu ini, Sarada mengamati dan mempelajari sesuatu-sesuatu di sekitarnya. Belajar sendiri menggunakan barang-barang di rumah ini, dengan hanya mengandalkan insting dan melihat cara orang di rumah ini menggunakan barang-barang. Cukup menguras tenaga, tetapi bagaimanapun caranya, seorang Sarada harus bisa bertahan hidup di manapun tempatnya berpijak.
Sarada juga belajar memasak makanan-makanan yang mudah bersama Namida. Sehingga tadi dia tidak perlu kesulitan ketika Namida tidak ada.
Menggali ingatan tentang memasak, Sarada tersenyum miris ketika 1 minggu yang lalu Boruto—suaminya, membuang sia-sia masakannya tepat di depannya sendiri. Padahal itu masakan pertamanya hasil belajar bersama Namida, sepulang dari Rumah sakit. Sarada memasak dengan jantung yang berdebar kencang, seolah seperti ketika dirinya sedang menunggangi Lucifer, rasanya debaran jantungnya secepat larian kuda itu saat sedang dia tunggangi. Sangat cepat.
Sarada rela tidak beristirahat sepulang dari Rumah sakit, demi menyambut ketika sang cinta pulang ke rumah nanti.
Namun, semua kerja kerasnya itu seakan luluh lantak sia-sia, saat makanan hasil masakannya dibuang di hadapannya sendiri. Boruto memakinya, begitu juga dengan Bumi yang menginjak-injak semua makanan hasil masakannya.
Dari sana-lah Sarada merasa tidak terima dan aneh. Mengapa anak dan suaminya bersikap demikian buruk padanya? Bukankah seharusnya tidak seperti itu? Bahkan harusnya mereka memberikan perhatian lebih padanya yang baru pulang dari Rumah sakit—yang kini Sarada tau itu adalah tempat untuk orang-orang sakit—terlebih dia sedang mengandung. Lalu mengapa mereka malah mencaci dan memakinya? Masih terngiang dalam memorinya kata-kata murahan yang mereka ucapkan ditujukan kepadanya.
Dan sejak saat itulah Sarada mulai menggali lebih dalam informasi mengenai seluruh kehidupan wanita ini. Mulai dari seluk-beluk hingga kesehariannya.
Sarada Nalara Fahira. Seorang mahasiswi Universitas Garuda Negri Jakarta. Istri dari seorang Boruto Narendra Dhanuartha—putra tunggal keluarga Dhanuartha.
Semalam dia sengaja memancing Namida untuk memberinya informasi secara tidak langsung.
Dengan heran, Sarada bertanya pada wanita itu. Mengapa orang tuanya tidak datang menjenguk saat baru membaik dari sakit? Umpan Sarada berhasil, dengan wajah kebingungan, Namida menjawab. Bukankah Nyonya adalah Yatim piatu yang tinggal di panti asuhan? Jawaban berupa pertanyaan dari Namida itulah yang menjadi informasi penting untuk Sarada.
TBC
Aku datang bersama cerita baruuuu!! Semoga lebih seruuu yaaa🥰🥰
Aku buat cerita ini awalnya karena gabut waktu hp ku cas, karena hp batrenya udah agak2 rusak kan, jadilah kalo aku cas aku enggak pakai apapun kecuali kalo emang harus dan darurat, itupun biasanya aku cabut.
Nah kebetulan pas hp ku cas aku gabut, jadilah di sekolah aku mulai nulis cerita ini di buku tulis!!😄
Cerita ini udah banyak gaesss yang di buku tulis bahkan udah hampir tinggal ending, hanya tinggal aku ketik ulang di hp saja😘😘
Bahkan cerita sebelah saja kalah cepet ending, dengan cerita ini, cerita ini di buku tulis udah mau ending, tetapi cerita2 sebelah masih beberapa chapter lagi.
Jadi tunggulah ending sebentar lagi di buku tulis ya, aku akan update di sini setelah mengetik 2 atau 3 chapter okeyyy, biar yang di buku ending dulu, baru ketikan nyusul, tinggal dikit lagi kok😘
Aku nulis cerita ini di buku hampir tiap hari gaes apalagi kalo gabut di kelas gara2 hp cas.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lecturer my husband
FantasyBukan kisah-kisah remaja SMA, bukan juga sebuah perjodohan paksa yang tidak diinginkan. Ini cerita Sarada, bersama Boruto. Dibumbui dengan sedikit sebuah suatu ketidak masukakalan yang nyata mereka alami. Kesempatan untuk memperbaiki kisah cinta yan...