Kelopak mata itu mengerjap-ngerjap perlahan, dan terbuka memperlihatkan sebuah bola mata dengan warna sekelam malam. Mencoba bergerak ingin bangun.
Namun, tubuhnya malah semakin dipeluk erat. "Lepas." Sarada mencoba melepaskan diri.
"Hm ... ayolah, saya belum ingin bangun," Suaranya berat, serak-serak basah sembari semakin erat memeluk Sarada.
Mendadak Sarada merasakan sakit yang menghujam perutnya. Sakit yang sama seperti yang Sarada rasakan beberapa hari terakhir ini, hanya saja kali ini sakitnya lebih parah dan tak tertahankan. "Akh! Perutku!" teriaknya tertahan.
Boruto yang memeluknya seketika langsung terjengit kaget. "Kenapa Sayang?" Boruto panik.
Sarada merintih. "Perutku sakit, Mas ... sepertinya akan melahirkanhh!"
"Hah, melahirkan?" Boruto malah seakan menjadi orang tolol. Boruto semakin panik, segera bangkit dan membopong tubuh Sarada, tanpa peduli penampilan mereka yang baru bangun tidur.
Boruto menuruni anak tangga. Ini masih jam 5 pagi, jadi rumahnya masih sepi. "Namida! Namida!" Boruto berteriak ketika sampai di depan pintu, dan ternyata masih terkunci. "NAMIDA!"
Namida datang tergopoh-gopoh. "A-ada apa, Tuan?" tanyanya terdengar ikut panik.
"Cepat buka pintunya, Sarada mau melahirkan! Siapkan semua perlengkapan, dan menyusul-lah ke Rumah sakit nanti!" Bentak Boruto.
"Baiklah, Tuan!" Namida segera berlari mengambil kunci pintu utama, dan membukanya.
Boruto berlari ke arah garasi untuk mengambil mobil. "Soal!" Hendak membuka pintu mobil, tetapi tidak bisa. Dia lupa membawa kunci. "NAMIDA! AMBILKAN KUNCI MOBIL SAYA DI KAMAR!"
"Sakit ...," lirih Sarada, "Aku tidak tahan ...."
Boruto semakin panik, ikut menangis melihat Sarada seperti ini. "Sabar ya Sayang ... pasti bisa! Demi anak kita!" Boruto mengecupi setiap inci wajah Sarada yang sudah mulai bercucuran peluh. "NAMIDA!" teriaknya lagi, saat Namida tak kunjung datang.
"Iya, Tuan!" Namida menyerah kunci mobil itu, membuat Boruto dongkol, "Kamu tidak lihat, saya sedang menggendong Sarada!" bentaknya dengan air mata yang sudah mengalir.
Namida sendiri juga sangat terkejut melihat majikannya menangis. Seperti bukan Boruto yang biasanya dingin dan cuek. segera wanita itu menekan tombol pada kunci guna membuka, dan menyalakan mobil.
Boruto segera menaruh Sarada. Mobil mulai berjalan meninggalkan area rumah. Sudah sejak 1 bulan lalu kematian Bumi, dan sekarang usia kandungan Sarada sudah memasuki 9 bulan lebih 1 minggu, perkiraan Dokter HPL akan tiba 3 hari ke depan.
Namun, kenapa Sarada merasakan sakit yang teramat sekarang? Selama 1 bulan itu juga hubungan keduanya mulai membaik perlahan, walau terkadang Sarada masih bersikap dingin padanya, tetapi wanita itu mulai bisa memaafkannya dan mulai terbiasa dengan pola kehidupan di dunia yang mereka tempati sekarang.
Boruto menoleh pada Sarada di sampingnya. Napas istrinya memburu, wanita itu mencoba menahan ringisannya. Tangannya dengan erat mencengkram pegangan pada bagian atas mobil. Boruto tidak tega melihat Sarada seperti ini. "Tahan ya, Sayang. Sebentar lagi kita sampai." Tangannya mengelus lembut kepala wanita itu.
20 menit, Lamborghini silver tersebut sudah memasuki halaman Rumah sakit, lantaran Boruto menyetir dengan ugal-ugalan, tidak peduli jika menuai banyak cibiran dari para pengguna jalan. Boruto segera keluar, dan membopong Sarada memasuki gedung Rumah sakit, sembari berteriak mencari Dokter atau Perawat. "Dokter! Tolong cepat, istri saya akan melahirkan!" Boruto masuk, berlari kecil sembari celingukan. Segera menaruh tubuh Sarada ketika beberapa Perawat menghampirinya dengan sebuah brankar dorong.
Seorang Perawat menghentikan Boruto ketika akan ikut mereka membawa Sarada. "Mohon urus pendaftaran pasien terlebih dahulu, Pak. Sembari menunggu Dokter kandungan datang. Kami akan menghubungi beliau dalam keadaan dar—"
"Cepat tangani dia!" Menunggu Perawat tersebut yang terlalu banyak bicara, Boruto membentaknya ketika Sarada semakin merintih. Dia segera berlari mencari tempat resepsionis guna secepatnya mengurus pendaftaran Sarada.
Beberapa menit mengurus pendaftaran, akhirnya Boruto menelpon salah satu anak buahnya guna mengantar berkas-berkas yang diperlukan dalam pendaftaran. Setelah bertanya di mana letak ruang persalinan, Boruto secepat mungkin langsung berlari menuju ke sana.
Tanpa aba-aba Boruto langsung menerobos masuk. Ada beberapa orang yang juga sedang hamil, bersama keluarganya di sana. Boruto mencari-cari brankar istrinya. Hanya pembatas tirai diantara brankar satu pasien dengan yang lain.
Setelah menemukan keberadaan Sarada, Boruto menghampiri dan langsung mengecup kening wanita itu. "Gimana?" tanyanya menatap Sarada.
"Disuruh tunggu Dokter, dan baru pembukaan lima." Sarada meringis. Tak lama seorang Perawat datang membawa berbagai peralatan yang mungkin nanti akan dibutuhkan.
Boruto segera menghampiri Perawat tersebut berbicara padanya, setelahnya Perawat tersebut pergi memenuhi apa yang Boruto minta. Tak butuh waktu lama, Perawat tadi kembali dengan dua temannya, akan memindahkan Sarada dari ruangan ini. "Eh—Dokternya sudah datang?" Sarada kebingungan ketika brankarnya didorong keluar dari ruangan.
Salah seorang Perawat menggeleng, dan tersenyum padanya. "Belum, Bu. Suami Ibu meminta memindahkan Anda ke ruangan bersalin VVIP, dan meminta untuk private." Mendengarnya, Sarada beralih menoleh pada Boruto yang hanya tersenyum, kemudian mengelus dan mengecup keningnya.
TBC
Kiww kiww kugruu! Chapter depan ending nih, siap-siap yaaww 👀😁
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lecturer my husband
FantasyBukan kisah-kisah remaja SMA, bukan juga sebuah perjodohan paksa yang tidak diinginkan. Ini cerita Sarada, bersama Boruto. Dibumbui dengan sedikit sebuah suatu ketidak masukakalan yang nyata mereka alami. Kesempatan untuk memperbaiki kisah cinta yan...