Prolog

138 8 1
                                    

Sebentar-sebentar ini novel ku tentang remaja, so ini akan menjadi bahan khayalan kaum remaja yang tengah memiliki perasaan pada seseorang tetapi takut untuk menyatakan. Mungkin kalian akan belajar dari Anya. Tidak peduli Jenza terus menolaknya, dia tidak akan menyerah dan tidak akan berhenti sebelum mendapatkan cintanya Jenza.

Seperti pagi ini di hari Senin. Pagi yang biasanya akan ricuh karena harus upacara bendera di lapangan. Kini lebih dan lebih ricuh karena melihat Jenza berboncengan dengan seorang cewek. Baru pertama kalinya Jenza menggemparkan seluruh warga sekolahan. Tak terkecuali Anya.

Anya hanya memasang muka kesal saat Jenza membawa tas cewek itu dan berdiri di sampingnya seperti tengah menghalau cahaya matahari agar tidak mengenai cewek yang sedang membenarkan tali sepatunya yang terlepas.

Kreuk!

Bunyi permen yang di kunyah secara paksa terdengar dengan penuh emosi.

"Progress cinta lo..."

Anya menoleh pada Casvian yang baru saja tiba. Cowok itu menatap lurus pada Jenza dan cewek barunya yang berjalan mengarah ke tempat mereka berdiri.

"Turun berapa persen?" Lanjut Casvian dengan muka datar tetapi ngeselin. Melihat itu, Casvian seperti tengah mengolok dan mengejeknya.

"Seperti yang lo liat semangat yang membara di mata gue. Jenza bukannya lirik gue malah bawa cewek imut itu ke sekolah."

"Jadi progressnya?"

"Turun 0.0001%."

Anya membulatkan matanya begitu jarak mereka semakin dekat. Memang benar dugaannya, cewek yang dibawa Jenza sangat imut kalau diliat dari jarak sedekat ini.

Anya tersadar ternyata Jenza lebih menyukai cewek kawai ketimbang cewek super cantik dan cetar seperti dirinya.

"Jenza!" Anya berteriak kencang. Bukan hanya Jenza yang menoleh tetapi hampir semua orang yang kebetulan lewat ikutan melemparkan tatapan tanda tanya. Bahkan ada juga diantara mereka yang tertawa mengejek atas kegagalan Anya mendekati Jenza.

"Cewek imut itu siapa?"

Jenza langsung paham maksud dari Anya. "Saphire." Cowok itu menjawab dengan muka datar.

"Maksud gue siapanya lo?"

Anya menyipitkan matanya menunggu jawaban Jenza dengan takut. Jantungnya dag-dig-dug serasa mau copot begitu Jenza mulai menggerakkan bibirnya.

Ah kalau Saphire adalah pacar Jenza. Anya akan punya tantangan baru yaitu membuat mereka putus agar Anya bisa mendekati Jenza dengan tenang.

"Sepupu."

Pyuh.

Anya bernapas lega. Begitu satu kata yang keluar dari mulut Jenza adalah 'sepupu' bukan 'pacar' ataupun 'calon istri'

"Syukurlah." Desah Anya pelan tetapi masih terdengar di kuping ketiga orang di sana.

Jenza hendak pergi dari sana saat Anya bergerak cepat menghalangi jalannya. Cewek itu membentangkan kedua tangannya.

"Jenza, gue suka sama lo loh."

"Hmm. Tau."

"Jangan deket-deket sama cewek lain gue cemburu sekalipun itu sepupu lo."

Jenza terlihat menghempaskan napas sebelum melengos melewati Anya dari sisi kiri. Lagi lagi Anya bergerak cepat mencegah Jenza pergi.

"Eh, Jenza, nanti istirahat kita bareng ya. Kita makan bareng."

Jenza menaikkan sebelah alisnya kemudian, "Yaudah."

"Kok yaudah jawab iya dong, Jenzaa."

"Yaudah gak jadi."

No Progress LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang