Perasaan yang Harus Dijaga

20 3 0
                                    

"Kenapa weh?" Casvian datang dengan semangkuk bubur ayam di tangannya. Cowok itu baru saja datang setelah berkeliling komplek mencari bubur ayam pesanan Anya.

"Apanya yang kenapa?" balas Anya. Matanya memperhatikan Casvian yang tengah menyibak gorden di kamarnya. Tak lama dari itu cahaya mentari masuk sehingga mata keduanya menyipit.

"Sejak pulang dari rumah sakit lo banyak melamun, Nya. Ada apa? Apa ada hubungannya sama Jenza?"

"Jenza?"

"Eum. Kemarin gue liat dia di kamar rawatnya Shapire. Gue kira dia mau sekalian jengukin fan fanatiknya juga. " Casvian tertawa. "Tapi apa itu mungkin?"

Casvian beringsut mendekat. Tangannya meraih mangkuk bubur ayam yang semula diletakkan di atas nakas.

"Jangan pikirin Jenza mulu. Ayok makan!" Jenza mengarahkan satu sendok penuh ke mulut Anya.

Benar juga. Seharusnya Anya tidak berharap banyak. Jenza tidak mungkin datang ke rumah sakit hanya untuk menengoknya. Walaupun setelah pengakuan Jenza tempo hari, jangan lupakan fakta bahwa Shapire juga menyukai Jenza.

Mungkin dengan mudah orang-orang mengatakan untuk mengutamakan kebahagiaan sendiri. Tetapi bagaimana kalau kebahagiaan yang kita inginkan akan menyakiti hati orang lain, apalagi menyangkut saudara? Apakah akan sangat egois kalau Anya lebih mementingkan kebahagiaannya? Walaupun Shapire dikatakan adalah adiknya. Tetapi Anya tidak mengenal baik perempuan itu. Anya tidak merasa dekat. Baginya Shapire tetap orang asing.

"Anya? Hei?!"

"Ya?!" Anya mengerjap setelah Casvian menepuk pundaknya.

"Ada Tante April,"

Anya mengikuti arah tunjuk Casvian. "Hai, Anya, boleh mama masuk?" Perempuan dengan gaya stylish itu masuk dengan anggun. Kaca mata hitam yang biasa membingkai kedua matanya, kini bertengger di atas kepalanya.

"Casvian tinggal dulu ya, tante,"

Casvian beranjak dari sana. Memberikan mereka waktu untuk berdua. April hanya mengangguk sembari mengulas senyum tipis.

"Anya maafkan mama baru bisa liat kamu,"

Anya hanya menyunggingkan senyum kecil. Selama dirinya di rumah sakit, April terlalu sibuk mengurus Shapire sampai tidak ada waktu untuk melihatnya, walau hanya sedetik.

"Terus? Sekarang mama mau apa lagi dari Anya?"

April terlihat tertegun. Bibirnya mengatup rapat. Tatapan datar dan dingin dari Anya membuatnya tidak berkutik.

"Kenapa? Bukankah kalau mama nyamperin Anya pasti ada maunya?"

Perkataan selanjutnya yang keluar dari bibir Anya begitu menohok hati. Mungkin memang benar dirinya terkesan 'menggunakan' Anya. Tetapi April tidak punya pilihan lain. Nyawa Shapire juga dalam masa tenggang. Dia pikir Anya tidak akan keberatan untuk menyelamatkan adiknya, bukan?

"Anya---bukan gitu maksud mama, Nak, kamu jangan salah paham."

"Sekarang Anya sedang membicarakan fakta, Ma. Kalau mama mau minta Anya untuk terus donorin sumsum tulang belakang saat Shapire sakit. Oke. Anya akan lakukan."

"Anya--"

"Sudah jelas kan? Sekarang mama boleh keluar. Anya mau istirahat. Anya capek."

Anya menarik selimut hingga menutupi seluruh tubuhnya. Dia berbaring menyamping membelakangi April. Terdengar helaan napas panjang sebelum Anya merasakan usapan lembut di kepalanya.

"Terimakasih sudah menolong Shapire. Tidak menutup kemungkinan Shapire akan membutuhkan sumsum tulang kamu lagi. Dan Mama harap saat waktu itu tiba, kamu bersedia menyelamatkan adik kamu. Mama pamit,"

No Progress LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang