6

8 2 0
                                    

Laiv berlari sekuat tenaga di koridor rumah sakit, tadi siang dokter menghubunginya karena Elina adiknya sudah siuman. Laiv baru bisa kesini malam karena tadi ada jadwal memotret dan baru membaca pesan barusan.

Laiv memasuki ruangan itu melihat adiknya berbaring disana tapi sekarang tidak dengan alat yang menempel ditubuhnya, membuatnya merasa lega.


"Laiv, bisa bicara sebentar." Ucap dokter Karin saat Laiv memasuki ruangan, dokter itu berjalan ke mejanya diikuti Laiv di belakangnya.

"Elina tidur dari sore setelah dikasih obat." Kata dokter Karin ketika Laiv hendak menghampiri adiknya.

"Tapi beneran udah siuman kan dok." Tanya Laiv memastikan karena ia takut ini hanya mimpi.

Dokter karin tersenyum lalu mengangguk, "Bener." Ucapnya membuat Laiv lega setengah mati, bahkan mata cowok itu berkaca-kaca.

"Tapi tadi adikmu nangis berontak, nyariin mamah sama papahnya. Kayaknya dia masih bingung." Kata dokter Karin lagi membuat Laiv mengangguk paham.

"Terus gimana dok?" Tanya Laiv.

"Kamu yang jelasin ya nanti." Kata dokter Karin hati-hati karena tau kisah anak ini, Laiv paham maksud sang dokter dan mengangguk.

"Mungkin besok atau lusa Elina bisa mulai terapi, ototnya masih kaku jadi belum bisa jalan." Jelas dokter Karin.

Dokter Karin menepuk pundak Laiv, "Semangat Laiv, sana temuin adikmu." Ucapnya lalu berlalu meninggalkan ruangan.

Laiv berjalan dimana adiknya tidur, lalu duduk disana. "Makasih ya udah mau bangun." Ucapnya dengan mata berkaca-kaca.

"Nanti kalo sembuh kakak ajak ke dufan."

"Besok kaka bawain makanan enak."

"Laper kan udah lama nggak makan enak 3 tahun."

"Kebab langganan kamu udah pindah outlet sekarang." Ucapnya lalu menunduk karena air matanya menetes lalu segera ia hapus.

Elina membuka mata perlahan, kembali menangis  karena samar-samar mengingat ingatan 3 tahun lalu di kepalanya.

"Elina udah bangun?, mana yang sakit." Panik Laiv karen adiknya bangun tiba-tiba dan menangis.

"Mau mamah." Laiv tiba-tiba diam membuat adiknya semakin menangis dan berusaha turun dari ranjang.

Laiv menahan berontakan adiknya dan menariknya ke dekapannya, membiarkan Elina menangis disana hingga cukup tenang.

"Pengen ketemu mamah, mamah ada di rumah kan kak." Laiv diam tak menyahut, bingung harus berbohong atau jujur.

"hmm." Laiv hanya berdehem.

"Papah kemana kok kakak sendiri." Tanya Elina, lalu tiba-tiba memegangi kepalanya yang terasa sakit membuat Laiv panik.

"Papah selingkuh." Ucapnya ketika ingatan 3 tahun lalu menghampirinya. "Aku baru inget." Laiv masih diam tak menyahut.

"Kasian mamah." Ucapnya dengan air mata yang kembali mengalir.

"Kita kecelakaan setelah tau papah selingkuh." Ucap Elina lalu menunduk mengingat kejadian 3 tahun lalu.

Laiv mendekap tubuh adiknya. "Udah jangan dipaksain." Laiv mengepalkan tangannya kuat, masih sakit hati dengan orang yang pernah ia panggil papah dan membuat keluarganya hancur.

"Mamah nggak bisa kesini sekarang? mau liat mamah, kangen." Adiknya ini memang sangat dekat dengan mamahnya dari dulu, Laiv tau itu.

Mungkin Laiv harus jujur sekarang, dia tidak ingin berbohong dan memberikan harapan palsu ke adiknya sekarang yang akan menyakitinya di kemudian hari.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 18 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Second LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang