🔗

1.5K 101 20
                                        

“Ajiel, keluar sayang, sarapan dulu.”

Tangan kecil itu dengan begitu lihai menyiapkan berbagai hidangan makanan pada meja makan untuk sarapan pagi ini. Wajah cantiknya tampak sumringah menyambut pagi hari yang cerah.

“bentar, Bun!” Si kecil berteriak dari dalam kamarnya.

Nathan mendengus kesal. Bagaimana tidak? Ini sudah hampir pukul setengah tujuh, namun anaknya itu masih belum siap juga?

“buruan sayang, nanti telat loh.”

“Bunaaaa, dasi Ajiel ga ketemuuu.” Ajiel berlari menghampiri sang Buna, dia merengek karena sedari tadi dasinya masih belum juga ketemu. Setiap sudut ruangan telah si kecil susuri, namun entah mengapa benda itu tak kunjung ditemukan.

“Buna taruh dasinya di kursi depan meja belajar kamu, Ajiel. Cari lagi yang bener,” ujar Nathan pelan.

“ngga ada Bunaaa, Ajiel udah cari tadi disana juga ga ada.” si kecil kembali merengek.

Nathan menghela nafas, selalu saja begini. Setiap pagi anaknya itu akan membuat keributan karena hal-hal yang itu-itu saja.

“awas kalau ketemu nanti Buna ga mau kasih kamu uang jajan,” jahil Nathan pada Ajiel.

“ishhh, Buna mah!" Si kecil bergumam tak terima. Bibirnya mengerucut sebal karena ucapan dari sang Buna berhasil membuatnya sedikit kesal.

Nathan hanya membalas dengan sebuah tawa.

Sungguh, menjahili anaknya ini adalah kebiasaan Nathan. Baginya, ekspresi yang Ajiel keluarkan ketika merengek begitu lucu, membuatnya tak tahan untuk tidak menjahili anaknya itu.

Setelah mengatakan hal itu pada Ajiel, Nathan langsung berlalu begitu saja menuju ke kamar sang anak guna mencari barang yang sedari tadi Ajiel cari.

“ini apa, sayang?” Nathan berbalik, kemudian menunjukkan barang yang baru saja dia temukan dengan sekejap mata.

Iya, memang sedari tadi si kecil mengekor dibelakangnya.

Ajiel meringis, menunjukkan deretan gigi kecil dengan beberapa lubang menghiasi gigi itu. Bisa ditebak kalau makanan manis adalah favorit si kecil.

“hehe maaf, Bunaaa.”

Nathan menunduk, dia bawa tangannya untuk mencubit pelan pipi gembul Ajiel dengan gemas. “gapapa sayang, besok-besok Ajiel lebih teliti lagi ya?” Tak lupa juga untuk mendaratkan kecupan sayang pada dahi anaknya.

“siap Buna kuuu!”

Cup!

Ajiel mencium pipi sang Buna.

“Ajiel sayang Buna cantik!”

Nathan mendengus, “masih kecil udah berani gombal ya?”

“ish! Ajiel ga gombal! Buna memang cantikkk!” Rengeknya lagi.

“makasih sayang, Ajiel juga tampan!” Nathan kembali tertawa. Lengan kecil itu ia raih untuk di gandeng kemudian beriringan berjalan ke ruang makan bersama.

Setelahnya pun mereka berdua memakan sarapan pagi ini dengan diiringi berbagai ocehan yang keluar dari mulut si kecil. Banyak hal yang selalu Ajiel ceritakan. Si kecil ini memang sangat cerewet sama hal dengannya.

Namun…

Wajah, hidung, mata, serta perawakan tubuhnya sangat mirip dengan si Ayah. Nathan tidak ingin memikirkan hal ini. Tapi tak elak, memang itu kenyataannya.

Tujuh tahun sudah berlalu, akan tetapi perasaannya masih saja sama.

Jujur, Nathan memang belum bisa melupakan seseorang yang menjadi sosok ayah untuk anaknya itu.

FORGOTTEN [Nomin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang