Melahirkan

143 0 0
                                    

.

Esok harinya Diana seusai melahirkan Diana sudah diperbolehkan pulang, ibu dan anak normal tidak ada keluhan, ia bertemu lagi dengan suster muda di depan ruangan nya.

"Mozalika, kau Moza kan adiknya kak Gan." sapa wanita cantik menggendong bayi menghentikan langkahnya.
Mengingat gadis tak jauh dari luar ruangan bersalin.

"Kak Nana. Pacarnya kak An...!" menoleh tak percaya. Kedua netra berbinar. "Loh!" mengusap pipi bayi mungil di gendongan ibunya.

"Putra saya." ujar nya.

Berarti mereka sudah menikah, tapi raut wajah sahabat kakaknya itu sedang bahagia, mungkin karena malaikat kecil yang lahir di tengah tengah kebahagian suami istri. Pikirnya.

"Tampan mirip ayahnya." ucap Moza tersenyum memperhatikan wajah bayi itu.

Mirip darimana? wajahnya seperti kembaran beda usia dengan pria tak ia harapkan. Tapi tidak apalah, bayi mungil itu sangat tampan bahkan melebihi ayah kandung nya.

Siapa kak An? nampaknya panggilan itu tidak asing di telinganya.

"

"Na' Aku cari kemana mana ternyata kamu ada disini, eh... Zaza." seru seseorang mengagetkan kedua kaum hawa netra bertemu dengan manik mata suster muda tadi pagi lelaki berparas oppa korea.

"MOZA BUKAN ZAZA." tekan si empu pemilik nama.

"OZA."

Salah memanggil namanya lagi, ini Oppa ganteng nambahin kesel aja. Bikin mood gadis itu berantakan.

"Kau seorang dokter bukan." ujar Diana menyahuti.

"Hmm..." Juno mengangguk mantap dadanya berdiri tegap menunjukan kepercayaan diri. Ternyata dia sebelas dua belas dengan kedua sahabatnya.

"Perasaanku tidak enak. Ingat Na' sekarang kamu seorang ibu, jangan terlalu arogan, nanti bisa menakuti putramu." ucap Juno memperingatkan.

Diana hendak membuka mulut. "Baru juga ngomong, taringnya udah keluar." celetuk Juno.

Bahkan Diana belum bicara apa pun. Lelaki tersebut seenak jidat menyimpulkan.

"Aihh... kenapa kalian bertengkar. Ada hal lebih penting dari ini yang mau ku sampaikan." cela Moza berada di tengah tengah Juno dan Diana.

"Ada apa." tanya Diana serius.

Moza sedikit gelisah menggigit bibir bawahnya. "Bicara saja ada aku disini. Terkadang permasalahan muncul dalam hidup kita sangat berat tapi seberat apapun problem muncul, hadapi dengan lapang dada." kata Juno memberi pengarahan.

"Hadeuh..." menepuk jidat. "Kalo misalkan keadaan kita berada antara dua kehidupan gimana?" tanya Moza tertuju pada pria penolong di ruang ICU.

"Maksudmu." ?

Menatap Moza bersamaan. "Na, lo sudah tau Andre kecelakaan, sekarang keadaannya kritis, dia butuh donor jantung secepatnya." sahut nya berlari tergopoh gopoh.

"Omong kosong macam apa ini, kakak beradik kompak banget bikin orang panik." timpal Juno pastinya dia tak semudah itu percaya.

TUK

Mendaratkan ketukan keras di kepala Juno. "Diem lo dodol, sambung kayak kabel listrik." sarkas Morgan.

"Woles dong! pake acara toyor pala orang lagi." sewot Juno mengusap usap sisi kanan kepalanya.

Moza dan Diana hanya saling menatap, dari awal pertemanan mereka tidak pernah aku, macam tikus sama kucing.

"Kita titip baby junior dulu ya, tunggu disini jangan kemana mana." ucap Moza sebelumnya pinjam troli bayi dari salah satu pasien meminta Diana untuk ikut dengannya.

"I iya kalian mau kemana?" teriak Juno keder.

Owek oek

Tiba tiba bayinya menangis padahal sebelumnya tenang, apa karena sama orang asing, bingung sendiri kan jadinya.

"Sini biar om Gan ajak jalan jalan, oh iya namanya siapa?" ujar Morgan berlutut menenangkan bayi mungil yang menangis karena ditinggal ibunya gak tau kemana.

Juno mengedakkan bahu. "Belum tau, tapi wajahnya mirip." diam sejenak memgamati secara teliti. Putra Diana memang sangat familiar.

"Andre dia." ucap nya gantung.

"What? jadi benar perkataan yang aku dengar waktu itu." gumam Juno tak habis pikir.

***

IPAR KEMATIAN (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang