Sean menjadi kewalahan karena keputusannya sendiri yang mengijinkan Aphridisha untuk memasuki dapur istana, fokusnya menjadi terbagi. Meskipun gadis itu dikawal dengan ketat dan diawasi langsung oleh kepala dapur istana yang tidak jadi dipecat, bahkan rutin dilakukan pemeriksaan sebelum dan sesudah memasak makanan, Sean masih belum bisa tenang.Ia merutuki kebodohan dirinya sendiri yang malah menurut dengan semua permintaan Aphridisha. Ia rasa ada yang salah dengan dirinya. Apalagi saat gadis itu mulai bercerita tentang dunianya yang berbeda, serta niat diri yang ingin berbuat baik sebelum masa hukuman tiba.
"Jika ia berniat meracuniku dan seluruh keluarga kerajaan, aku akan langsung menghukumnya tanpa menunggu raja."
"Kau tak perlu repot-repot, Sean. Aku tidak akan meracuni siapa pun."
Sean yang sedang sendirian di balkon kamarnya berbalik menyambut sumber suara.
"Cukup diriku saja yang kuracuni." Di hadapannya sudah berdiri dengan manis sosok Aphridisha. Ya, di mata Sean, Halda masihlah tetap sosok Aphridisha---yang berbahaya.
"Kau ... aku rasa aku akan terapkan hukuman bagimu mulai dari sekarang. Apa kau pikir masuk tanpa ijin ke dalam kamar putra mahkota itu bukan suatu kesalahan?"
Halda menyengir dan mengaku salah. Ia menjelaskan bahwa ia sudah permisi dengan pengawal, tapi memang salahnya yang langsung terobos tanpa menunggu pengawal itu mengkonfirmasi kehadirannya kepada Sean.
"Aku membawakanmu kue tar strawberry. Ya ... aku tebak ini bukan ulang tahunmu, tapi hanya kue ini yang berhasil aku buat dari sekian banyaknya video tutor kue yang pernah kutonton. Aku membuatkannya untukmu sebagai ucapan terima kasihku---karena kau sudah mulai percaya padaku."
Sean menelisik kue bulat berbalut krim putih dengan hiasan berbagai bentuk potongan strawberry di atas tray yang dibawa Halda. Sean sempat terkejut, seorang Aphridisha mau repot-repot membawakan kue sampai ke hadapannya? "Sejak kapan perayaan ulang tahun menjadi sederhana dengan dibuatkan sepotong kue?"
Halda menghela napas. "Ya ... di duniaku biasanya sih, seperti itu. Apalah arti pesta meriah jika itu hanya formalitas belaka. Saat ada seseorang yang dengan inisiatifnya sendiri mengucapkan 'selamat ulang tahun' di momen spesial, kalimat sederhana itu sudah cukup dari pada seikat bunga dan sepotong kue mahal sebenarnya. Sesederhana itu, tapi kita terakui ...."
Halda mengenyahkan lamunannya yang tiba-tiba ngalor ngidul entah ke mana.
"Kue ini rasanya manis, sesuatu yang manis bagus untuk mengembalikan suasana hati yang sedang kacau. Bagus juga untuk memulai hari. Aku tidak bisa membuat cokelat, jadi aku buatkan kue ini sebagai permulaan dari tanda pertemanan kita."
Apa yang dia katakan? Ber-te-man??
Sean berdecih.
"Wah, ternyata kau sudah mulai berani sampai sejauh ini? Aku sangat mengapresiasi kepercayaan dirimu. Sekarang sudah mulai terlihat sisi lain lagi dari dirimu, Aphridisha. Kau ... seorang penjilat!"
"Tidak Sean ... bukan begitu. maksudku---"
"Kuberitahu padamu hal sederhana, Aphridisha--" Sean memotong ucapan Halda, menatapnya dengan sorot mata dan ekspresi yang sama seperti biasanya. Dingin dan tidak peduli bahwa bisa saja saat ini tangan lemah gadis itu sudah keberatan membopong kue yang ukurannya bisa dibilang lumayan. Ia menghempaskan rasa iba itu jauh-jauh.
"Kau ... dan aku, tidak perlu berteman. Dengan aku memberikanmu ijin menggunakan dapur istana, kau sudah langsung menyalah artikan itu dan menganggap aku kasihan atau bahkan peduli denganmu? Kau sudah salah besar!"
KAMU SEDANG MEMBACA
True Princess
FantasyHalda terbangun di tubuh seorang putri kerajaan (Aphridisha) setelah meminum racun karena hendak bunuh diri. Tidak hanya terlempar ke dimensi yang berbeda, kabar buruk yang menyerangnya saat ini, ia tengah menumpang pada tubuh dari seseorang yang ha...