03. Wild Flower

13 5 15
                                    

Bangun paling pagi diantara mereka. Beranjak dengan hati-hati agar tidak membangunkan keduanya. Beralih ke kursi dekat pintu untuk mengumpulkan nyawa dan niat untuk menulis. Isi kepalanya ingin dikeluarkan segera. Dirinya akan menulis, dikirimkan ke Kania kemudian dipublish. Ranumnya tersenyum membayangkan adegan berikutnya, pemerannya harus segera bangun.

Menyegarkan mukanya dengan face mist sebab malas untuk keluar cuci muka, seperti ini sudah cukup untuk membuatnya segar kembali. Menyiapkan tab dan keyboard, mengetik perlahan sembari merancang diksi yang membuat adegannya semakin hidup.

I am Not That Cinderella Type of a Girl : Sneakers.

Buih tersenyum. Rangka Darma kembali menjadi penyelamat yang seperti mata-mata. Dia benar-benar jatuh cinta kepada pemeran utamanya. Namun, dia juga yang membuatnya menderita, paling pedih dan tak termaafkan. Tidak untuk sekarang, Buih masih ingin membuatnya tersenyum dari kejauhan. Dia akan dikutuk nantinya.

Menulis bersama alam semesta membuatnya lebih tenang, lebih liar imajinasinya dan lebih dalam. Kicauan burung yang mulai terdengar dan mentari yang sudah bangun, samar jingga terlihat dari dalam tenda yang sengaja dibuka lapisan dalamnya, seperti jendela yang terletak di kamarnya. Tangannya meraih resleting, melangkah keluar dan mendekati sinarnya. Merentangkan tangan, membiarkan dingin pagi menyentuh kulitnya yang memakai baju tanpa tanpa lengan.

"Aku bahagia sekali tanpa beban."

Masih terlihat tetapi jauh, ada yang berkemah juga ternyata. Buih mendekati mereka sebab sumber air juga berada di sana, bermain air yang dingin dan merasakan pundaknya disentuh, ditepuk. "Hati-hati, arusnya lumayan deras."

"Terima kasih ya. Kakaknya baru mulai bermalam di sini atau sudah kemarin?" Tanya Buih.

"Kemarin karena hujan jadi kita di dalam saja."

Buih mengangguk mengerti. Kemudian beranjak dan berniat melangkah lebih jauh untuk mendekati mentari. Laki-laki itu mengikutinya. "Kamu mengikutiku?"

Dia mengangguk, "maaf kalau kamu tidak nyaman. Kamu Buih Eleia 'kan? Aaah, bukan maksud Saya, di sana jurang jangan terlalu jauh dari tempat kemahmu."

"Sekali lagi terima kasih tapi kamu tidak perlu mengikutiku."

Dia kembali mengangguk, "iya benar, saran saja kamu bisa ke arah selatan sana, pemandangannya juga indah."

Buih tersenyum dan pergi. Mengikuti hatinya ke mana pun ingin pergi sampai pada dirinya menemukan banyaknya semanggi yang tumbuh. Beberapa bunga liar yang indah dan kupu-kupu. Tangannya memetik satu per satu yang dia sukai.

"Indah."

Kemudian menatanya dipangkuan, merapikan dan mengabadikannya. Si gadis estetik yang selalu mementingkan keindahan. Memoto semua angle dan akan dipilihnya menjadi pelengkap tulisannya. Tentu juga mempotingnya di sosial media pribadinya.

"Buih?" Teriak Fajar.

Talingannya mendengar sempurna. Tidak ingin menjawab karena harus bersusah payah berteriak. Suaranya ingin disimpan dan mengistirahatkan tenggorokannya yang sedikit sakit sebab cuaca. Kedua kakinya berdiri meninggalkan bekas mainannya terjatuh ke tanah. Netranya melihat sang kakak yang celingak-celinguk mencarinya. Buih hanya melambaikan tangannya. Lalu, Fajar sedikit berlari menghampirinya.

"Sedang apa?" Tanya Fajar yang dijawab gelengan dari Buih.

"Salah satu dari mereka mengenalku."

"Kalau begitu ayo berkemas dan pulang."

"Nanti sore saja ya kak? Buih masih ingin melanjutkan cerita di sini."

"Tapi ada yang mengenalmu, is that okay?"

Kuas, Kata dan Kita [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang